SETIAP momen hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha warga di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) masih mempertahankan tradisi budaya makan bersama yang sudah diwariskan secara turun temurun.
Seperti pada Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah menjadi sangat berati bagi masyarakat Lingga. Nilai kekeluargaan yang masih ada tidak hanya membuat hari raya Idul Fitri dilaksanakan dengan meriah dengan tradisi yang ada.
Wilayah Negeri Bunda Tanah Melayu ini memiliki cara tersendiri yang diwariskan secara turun temurun, dalam merayakan hari perayaan besar Islam.
Salah satunya makan besar atau makan bersama, yang dilakukan usai salat Idul Fitri maupun pada Idul Adha.
Salah satunya dirayakan juga oleh masyarakat Kampung Tengah dan Kampung Suak Rasau, Desa Sungai Buluh, Kecamatan Singkep Barat.
Setiap rumah membawa hidangan yang berisikan ketupat, lontong atau segala makanan siap saji yang telah dimasak untuk dibawa ke Masjid.
Makanan itu dijadikan sebagai hidangan besar untuk warga makan bersama, dalam menikmati dan merayakan lebaran.
Bentuk penyajiannya diletakkan di sebuah talam atau nampan bulat, yang ditutupi tudung saji pandan dilapisi kain warna-warni bercorak khas Melayu.
Ketupat sebagai ikon menyambut Hari Raya Idul Fitri.
Usai pembacaan doa yang dilakukan tokoh agama, warga mulai mengelilingi hidangan dengan jumlah 4 atau 5 orang.
Sambil mencicipi ketupat dan lauk pauk yang ada, momen ini dijadikan mereka sebagai pembuka bicara, bercerita, saling memaafkan antar sesama.
"Bahkan di malam takbir juga ada tetangga-tetangga terdekat berbagi makanan," kata Pemerihati Sejarah dan Budaya Lingga, Lazuardy mengungkapkan hal ini dengan maksud untuk memperkuat tali silaturahmi antar sesama.
Dia mengungkapkan, lebaran Idul Fitri dan Idul Adha menjadi meriah dengan tradisi yang masih terjaga ini.
"Memang tradisi ini sudah dari dulu dan terus telestarikan, karena di situ lah mereka sama-sama memanjatkan doa," ujarnya.
Tidak hanya itu, seusai salat Id warga menyempati perayaan Idul Fitiri maupun Idul Adha ini dengan berziarah ke makam-makam orang tua, saudara, atau kerabtnya yang telah meninggal dunia.
Susana riuh pun muncul, ketika warga bertamu ke rumah tetangga dan memulai obrolan mereka.
Busana warna-warni juga tampak terlihat di jalan pedesaan, ketika warga hendak melakukan kunjungan bertamu.
Minuman kaleng mempererat silaturahmi
Minuman kaleng banyak ditemukan di rumah warga saat merayakan lebaran. Jika ada keluarga yang datang berkunjung biasa disuguhkan aneka minuman kaleng selain kue dan makanan khas seperti pada hari raya Idul Fitri 1444 Hijriah.
Aneka minuman kaleng setidaknya terlihat disetiap rumah penduduk. Pengelola Swalayan mengatakan, permintaan masyarakat untuk membeli masih standar.
Menurut para pengelol swlyn, peningkatan permintaan terjadi tujuh hari menjelang lebaran idul Fitri, dengan puncak tertinggi tiga hari sebelum lebaran.
Stok air kaleng yang tersedia saat ini di tempatnya sebanyak 300 dus minuman kaleng dengan berbagai merk.
Sholat Idul Fitri
Salah satunya merk yeos, memiliki banyak permintaan di Kabupaten Lingga.
"Untuk harga kita jual Rp104 ribu satu kes dengan merk Yeos. Meski harga diluar naik namun kita tidak menaikkan harga," sebut Januar saat diwawancarai.
Sementara untuk merk lain harga bervariasi mulai dari Rp98 ribu, Rp100 ribu hingga Rp102 ribu.
Animo masyarakat cukup tinggi dalam mengkonsumsi air kaleng. Di mana tahun 2023 pihaknya mampu menjual hampir 1.000 kaleng dengan berbagai merk. (*)
Tags : tradisi hari besar, tradisi lingga, tradisi makan bersama setelah hari raya idul fitri, warga lingga pertahankan tradisi hari raya idul fitri, tradisi hari perayaan besar islam diwariskan secara turun temurun,