Kolom Opini   2021/05/18 16:41 WIB
Banyak Orang Sering Marah-Marah Sejak Corona Mewabah Hingga Idul Fitri
Surya Dharma Pandjaitan | Direktur & Chief Executive Officer [CEO] RIAUPAGI.COM
Kolom Opini

Banyak Orang Sering Marah-Marah Sejak Corona Mewabah Hingga Idul Fitri

SEJAK masa karantina dalam upaya menekan penyebaran virus corona diberlakukan, banyak orang mengeluhkan mereka dibekap amarah. Belakangan didapati banyak orang yang marah dan frustrasi, baik itu orang yang diberikan layanan klinis, teman, keluarga, atau orang yang baru saja diajak ngobrol.

Banyak orang merasa marah tanpa tahu alasan perasaan mereka itu. Memang ada banyak hal yang bisa membuat marah, seperti tanggapan pemerintah daerah, pemerintah provinsi. Pasalnya adanya anjuran karantina mandiri juga telah membuat sebagian orang frustasi. Betapa tidak, sebagian ada yang kehilangan pekerjaan, gajinya dipotong, tak mampu membayar tagihan, dan menghadapi mahalnya harga kebutuhan harian.

Mengapa virus corona Covid-19 ini memicu orang menjadi meledak? Mungkin saja, itu terjadi karena pandemi dan dampaknya merupakan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan oleh masyarakat. Kondisi pandemi membuat hidup orang berubah dramatis. Ketika mereka tidak memiliki kendali, maka ada celah untuk perasaan negatif, seperti kemarahan.

Kemarahan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, entah frustrasi, mengutuk, tidak nyaman, hingga meningkat menjadi mengamuk. Jika seseorang marah di tempat kerja, yang pastinya bisa menyalahkan bos. Namun, jika kesal dengan karantina, maka siapa atau apa yang bisa disalahkan?. Perasaan kehilangan kontrol dapat menyebabkan kebingungan hingga menjadi kemarahan. Penyebab amarah amat bergantung pada situasi yang dihadapi. Banyak yang terlihat mungkin marah sama presiden, gubernur, bupati, tetangga yang masih keluyuran dan tak mematuhi karantina, atau orang yang menimbun barang.

Bila ada yang sikapnya menjadi menyebalkan di rumah sekarang, berikan sedikit ruang pengertian satu sama lain. (Ilustrasi/Pexels)

Perasaan itu kemudian berkembang seiring dengan situasi. Orang bisa kehilangan kendali, yang merembet ke kebingungan, hingga akhirnya memancing amarah. Pertanyaannya, apakah normal marah selama pandemi? Mungkin benar, tidak hanya normal, itu sehat (sampai batas tertentu).Ada yang menyebutkan, amarah adalah hal yang sehat, karena alami dan normal. Namun, jika kemarahan semakin menjadi-jadi, maka itu bisa menjadi masalah. Saat kita marah, rasakan itu, temukan jalan keluar, dan lakukan sesuatu yang produktif. Bukan kah menyimpan amarah tidak akan membantu meredakannya bisa-bisa menyerang atau melakukan hal merugikan orang lain.

Suka marah atau emosi tanpa disadari mengganggu kesehatan

Suka marah-marah atau emosi-emosi yang sangat kuat disadari atau tidak, lambat laun dengan sendirinya dapat menghasilkan perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis tertentu pada sejumlah sistem organ tubuh. Kondisi itu pada akhirnya dapat menimbulkan ragam gangguan kesehatan. Suka marah yang ditimbulkan oleh berbagai sebab dapat pula berakibat negatif terhadap kesehatan dengan memperburuk penyakit yang diderita.

Melansir berbagai sumber, berikut ini ragam bahaya suka marah-marah bagi kesehatan fisik yang perlu diwaspadai:

  1. Tukak lambung Dalam Buku Mengenal Perilaku Abnormal (2006) karya Dr. A. Supratiknya, tukak lambung adalah luka di lambung. Tukak lambung disebabkan oleh keluarnya cairan asam secara berlebihan, sehingga menimbulkan luka pada dinding lambung. Terbukti, emosi-emosi yang negatif seperti marah-marah, termasuk kesedihan, agresi, kecemasan, kebencian, dapat merangsangproduksi asam lambung secara berlebihan. Akibatnya, lambung melakukan pencernaan terhadap dirinya sendiri dan timbul luka.
  2. Migrain dan pusing karena tegang (tension-headaches) Sebagian besar keluhan pusing-pusing berkaitan dengan ketegangan emosi. Karena kaum wanita dilaporkan lebih emosional dibanding kaum laki-laki, maka gangguan ini pun lebih lazim ditemukan pada kaum wanita daripada pria. Berikut ini beda migrain dan pusing karena tegang: Migrain Migrain adalah gejala pusing kepala sangat nyeri yang menyerang penderita berulang-ulang secara periodik. Kadang-kadang gejala ini dirasakan hanya di salah satu belahan kepala atau otak, kadang-kadang menyerang seluruh kepala, dan kadang-kadang berpindah-pindah dari belahan kepala yang satu ke belahan lainnya. Gangguan ini dilaporkan lebih sering dialami oleh kaum wanita daripada pria. Penyebab migrain salah satunya yakni pembesaran pembesaran pembuluh darah dalam otak akibat ketegangan emosi. Migrain relatif lebih sulit disembuhkan dibandingkan nyeri kepala lainnya. Pusing karena tegang biasa Ketegangan emosi maupun stres dapat mengakibatkan kontraksi otot-otot di sekeliling tengkorak. Kontraksi otot ini pada gilirannya dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah di sekeliling tengkorak dan menimbulkan pusing-pusing.
  3. Hipertensi Suka marah atau ketegangan emosi juga dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah pada organ-organ dalam. Akibatnya, darah dialirkan dalam jumlah yang lebih besar ke otot-otot tubuh, seperti tangan dan kaki, sehingga bagian itu terasa tegang. Namun, yang lebih serius, penyempitan pembuluh darah pada organ-organ dalam tersebut bisa menyebabkan jantung bekerja keras, berdetak lebih cepat. Akibatnya, tekanan darah meningkat. Semua gejala ini bakal hilang apabila ketegangan emosi yang menjadi penyebabnya juga hilang. Jika suka marah-marah maupun stres tersebut berlangsung berkepanjangan, maka tekanan darah tinggi pun bisa menjadi kronik dan timbullah hipertesi. Sementara, hipertensi dapat menimbulkan sejumlah risiko kesehatan lain yang lebih berbahaya, seperti gagal ginjal, kebutaan, pusing, dan lain sebagainya.
  4. Serangan jantung Gangguan ini memiliki ciri, sebagai berikut: Sangat sering didahului dengan hipertensi Berkorelasi dengan pengalaman-pengalaman hidup yang menimbulkan emosi dan stres, seperti kerja berat, kecemasan, depresi, perceraian, perselisihan Orang-orang yang memiliki kepribadian agresif, suka marah, serba cepat dalam melakukan apa saja, mudah frustasi, tidak sabaran, cepat gusar, hingga mudah merasa bersalah menurut ahli lebih mudah terserang hipertensi dan gangguan-gangguan kardiovaskular lainnya, dibanding orang-orang yang memiliki kepribadian sebaliknya.
  5. Asma Selain gangguan-gangguan yang sudah disebut, salah satu gangguan psikosomatik lain yang cukup banyak ditemukan adalah asma atau gangguan pernapasan (sulit bernapas) karena terjadi penyempitan jalan pernapasan. Gangguan psikomatik adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor psikologis. Ada bukti kuat bahwa salah satu penyebab asma adalah gangguan emosi, termasuk suka marah.
  6. Meningkatkan risiko stroke Jika Anda suka marah, berhati-hatilah. Melansir Everyday Health, sebuah studi menemukan ada risiko tiga kali lebih tinggi seseorang mengalami stroke akibat terjadi bekuan darah ke otak atau pendarahan di dalam otak selama dua jam setelah ledakan amarah. Kabar baiknya, Anda dapat menghindari stroke ini dengan mulai belajar mengendalikan emosi. Anda harus pandai mengidentifikasi apa yang kerap memicu amarah, dan kemudian mencari cara untuk mengubah respons marah tersebut. Daripada kehilangan kesabaran, akan lebih baik jika Anda melakukan olah pernapasan dalam.
  7. Melemahkan daya tahan tubuh Jika selalu marah, Anda mungkin akan lebih sering merasa sakit. Dalam sebuah penelitian, ilmuwan Universitas Harvard menemukan bahwa pada orang sehat, hanya dengan mengingat pengalaman marah dari masa lalu, dapat menyebabkan penurunan tingkat antibodi imunoglobulin A, yakni garis pertahanan pertama sel dalam melawan infeksi selama 6 jam. Jadi, jika Anda adalah seseorang yang suka marah, sistem kekebalan tubuh Anda terus terancam. 8. Penuaan dini Melansir Buku Don’t Be Angry Mom (2019) oleh dr. Nurul Afifah, rasa marah juga bisa menegangkan otot-otot di wajah sehingga mengakibatkan keriput. Selain itu, tersebarnya hormon kortisol akibat marah dapat menyebabkan berkurangnya produksi kolagen pada kulit. Kolagen diketahui merupakan bahan utama yang membuat kulit tetap awet muda, kencang, dan kenyal. Jadi, kulit akan jadi lebih tua jika Anda suka marah.

Sujud pada yang Ilahi [Allah SWT]

Semoga kabar kita semua baik karena kesehatan raga, pikiran dan mental. Selamat Idul Fitri 1442 Hijriah buat kamu yang merayakan. Selamat Lebaran buat kita semua. Sudah sejak lama, Idul Fitri dan Lebaran menjadi perayaan kultural, selain perayaan keagamaan. Meskipun dua tahun terakhir kita merayakan perayaan agama dan kultural ini secara berbeda karena situasi pandemi, semoga makna terdalam dan kehangatan perayaan itu berupa kegembiraan tidak berkurang.

Agak sulit memang perayaan keagamaan dan kultural dilakukan tanpa perjumpaan langsung. Kegembiraan dari perayaan adalah perjumpaan demi perjumpaan. Sudah sangat lama ini kita praktikkan. Cara baru perjumpaan demi perjumpaan sedang dilatihkan meskipun tidak dengan saling berjumpa karena virtual saja. Sangat berbeda dan kerap tidak serta merta menghadirkan kegembiraan. Banyak kendalanya, bukan hanya karena tidak ada fisik pertemuan. Masalah jaringan, salah tangkap dalam berkomunikasi karena tidak utuhnya kehadiran dan sejumlah hal lain jadi penghalang hadirnya kegembiraan.

Tidak heran jika dalam situasi serba berubah, serba baru, serba berbeda dan serba tidak pasti lebih dari satu tahun ini, kegembiraan tidak banyak hadir. Hal yang sering kita jumpai dan hadir dalam diri kita belakangan ini adalah kesedihan. Mungkin kita kurang menyadari hadirnya kesedihan karena perasaannya sangat menekan. Cara paling mudah mengenali hadirnya kesedihan yang kerap kita tolak adalah munculnya kemarahanan.  Kesedihan yang umumnya berakar pada kekosongan lebih berat untuk dirasakan. Karena berat, kita cenderung melakukan aksi yang mudah dengan marah.

Marah adalah tanda. Menurut para peneliti masalah kejiwaan, sedih adalah pijakannya dan marah adalah aksinya. Terkadang kita mengalihkan untuk tidak merasa sedih karena sedih itu berat dan menekan. Karena perasaan itu begitu menekan, reaksi atas tekanan itu muncul dalam bentuk marah. Karena itu, ketika saya marah dan menyadari kemarahan itu, saya lantas menarik diri. Cara paling sederhana yang saya lakukan adalah menarik nafas dalam dan mengebuskannya pelan-pelan untuk mencari apa pijakan dari kemarahan itu. Apa kesedihan dan kekosongan yang berat dan menghampiri kita sehingga memunculkan amarah?

Cara ini kerap berhasil meredakan marah. Namun, kadang gagal karena pijakan kemarahan berupa kesedihan itu tidak tertemukan juga. Ketika menghadapi atau mendapati orang yang marah dan marahnya hebat, hal sama saya lakukan alih-alih membuat penilaian tak berdasar. Setiap marah ada sebabnya, ada akarnya. Sebisa mungkin kita membantu mengatasi sebabnya agar reda marahnya. 

Terhadap kemarahan-kemarahan itu, kita kerap ikut marah-marah. Kemarahan itu begitu mudah menyulut kemarahan lainnya di media sosial. Segala macam nama hewan dikeluarkan sebagai ungkapan. Hal kecil saja bisa memantik amarah besar dan bergelombang. Selain bergelombang, amarahnya juga bergerombol seperti paketan. Amarah bisa dikendalikan dengan cara tidak menanggapi kemarahan dengan kemarahan. Jika menghadapi situasi yang memancing amarah, sebaiknya menarik nafas panjang lalu hembuskan pelan-pelan.  

Jika hendak mengetik cepat dengan jempol di smartphone untuk tidak membalas kemarahan, pikir ulang apakah itu layak jika ditujukan kepada diri sendiri. Tidak mudah mengelola amarah karena itu cerminan dari ketidakmudahan kita mengelola kesedihan dan kekosongan yang jadi pijakannya. Siapa pun bisa marah. Pejabat, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, dosen, guru, polisi, anggota dewan, penjual, pembeli, ayah, ibu, anak, pemudik dan mereka yang mencegah mudik. Semua bisa marah karena masing-masing dari kita kerap mendapati kesedihan dan kekosongan dalam hidup. Kesedihan adalah pijakan amarah. Tidak heran, kita kerap menyesal bahkan sampai menitikkan air mata usai marah yang hebat. Kesedihan dan kekosongan adalah pijakannya. Marah adalah aksinya. Penyesalan dan air mata adalah tanda kesedihan dan kekosongan itu. Karena itu, meskipun tidak mudah, adalah benar nasihat bijak untuk memadamkan amarah sebelum matahari terbenam. Untuk memadamkannya, temukan kesedihan dan kekosongan yang jadi pijakan kemarahanmu yang kerap menggebu-gebu. Berdamailah dengan kesedihan dan kekosongan itu. Salam.

Editor Elfi Yandera 

Tags : pandemi corona, amarah, marah-marah, kesehatan mental, virus corona, wabah corona, covid-19, idul fitri,