Kolom Opini   2020/09/30 9:47 WIB
Kolom Opini

'Pil Pahit' di Hari Buruh Internasional

AZUAN HELMI, Tokoh Muda Riau dari Rokan Hilir [Rohil] prihatin melihat nasib buruh di tengah pandemi.  Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua juta orang di Indonesia. 

Saban diperingati Hari Buruh disambut dengan suram oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya ke jalan sejak pandemi corona malah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kemarin makin runyam. Tahun kembar 2020 tampaknya menjadi periode paling suram bagi kaum buruh, Covid-19 menjadi momoknya. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan hari buruh tahun ini [2020] diprediksi nihil aksi-aksi unjuk rasa untuk menyalurkan aspirasi mereka. Kaum buruh harus berkompromi dengan kebijakan physical distancing yang ditetapkan oleh pemerintah. Azuan menilai, apabila merujuk pada tingkat kesulitan hidup yang dihadapi kaum buruh saat ini, niscaya akan banyak sekali keluh-kesah dan tuntutan yang akan disuarakan.

Menurut data resmi Kementerian Ketenagakerjaan per 16 April kemarin, sedikitnya terdapat 1,9 juta pekerja yang menjadi pengangguran. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 1,5 juta pekerja sektor formal dirumahkan dan dipecat, sedangkan sektor informal sejumlah 443.760 pekerja. Situasi ini dapat dikatakan sebagai imbas langsung pandemi Covid-19 di sektor perekonomian nasional. Keadaan dapat menjadi lebih buruk apabila dampak derivatifnya turut dikalkulasikan, seperti potensi peningkatan angka kemiskinan, jumlah kematian, serta kriminalitas, terutama di kota-kota besar.

Pandemi Covid-19 yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir ini juga semakin membuka mata semua orang bahwa posisi tawar (bargaining position) kaum buruh dalam relasi dengan pemerintah dan pelaku usaha sangatlah lemah. Dia menilai Pandemi Covid-19 disadari atau tidak telah menjadi pembenaran bagi para pelaku usaha untuk melakukan pengurangan dan pemecatan tenaga kerja secara sepihak tanpa menimbang jasa para pekerja dalam sekian tahun mereka mengabdi untuk perusahaan, tanpa peduli dengan nasib orang-orang yang mereka tanggung hajat hidupnya di rumah.

Menurut Azuan, para pelaku usaha seolah memiliki rumus baku bahwa di tengah situasi krisis, maka upaya pertama untuk menyelamatkan kas perusahaan adalah dengan mengurangi biaya produksi (cost of production) melalui pemangkasan jumlah pekerja, baik melalui kebijakan merumahkan, hingga pemecatan. Dalam rumus ekonomi para pelaku usaha, tidak ada kosakata untuk mengurangi dan merealokasi target revenue tahunan sebagai jaring pengaman sosial bagi para pekerjanya di tengah situasi krisis. Sangat miris, di negara berbasis ekonomi kerakyatan seperti Indonesia, prinsip untung rugi kaum kapitalis benar-benar digdaya.

Langkah yang diambil oleh pemerintah sebagai mediator dalam relasi kaum buruh dan pelaku usaha juga tidak terlalu menenangkan. Stimulus fiskal sejumlah 405,1 triliun yang digelontorkan untuk menopang sektor industri dan masyarakat terdampak Covid-19 juga belum berjalan secara optimal. Dia juga menyampaikan bahwa bantuan sosial yang disalurkan ke masyarakat yang terganggu mata pencaharian hidupnya seperti kaum buruh yang kena PHK masih sering terkendala di level pelaksana. Tak jarang bantuan sosial tersebut tidak tepat sasaran karena subjektivitas pelaksana di tingkat bawah dalam memetakan mana yang layak menerima bantuan dan mana yang tidak.

Kecepatan penyaluran bantuan sosial juga tidak berjalan beriringan dengan kecepatan perusahaan dalam memutus hubungan kerja. Kondisi ini akan semakin mengalami komplikasi apabila skenario pemerintah mengenai lonjakan jumlah pengangguran benar-benar terjadi. Pemerintah memprediksi akan ada tambahan jumlah pengagguran sebesar 2,9 hingga 5,2 juta orang lagi dalam beberapa bulan ke depan. Jika hal ini benar-benar terjadi, aka ada risiko sosial politik serius yang akan ditanggung bersama oleh bangsa ini apabila tidak ada langkah penanganan yang sigap dari pemerintah.

Dalam hal ini tidak sepenuhnya mengharap kebijakan yang konkrit dan langsung dapat menolong buruh, tetapi setidaknya harapannya, pada peringatan Hari Buruh Internasional para buruh tidak dihadapkan pada kondisi yang amat memilukan, seperti meminum pil pahit kehidupan. Semoga pemerintah mendengar aspirasi mereka walau tidak dengan demonstrasi, saya yakin pemerintah sedang cari solusi untuk para buruh kita.

Sumber: Halloriau.com

Tags : Hari Buruh Internasional, Pandemi Corona, Covid-19,