Sorotan   2020/04/06 22:53 WIB

Nakal' Tak Jalankan B20, Perusahaan akan Didenda

Nakal' Tak Jalankan B20, Perusahaan akan Didenda

Sejumlah perusahaan yang telah berkomitmen untuk menjalankan mandatori B20 tak konsisten melakukan pasokan fame dan terancam untuk diregulasi

class=wp-image-20818

adan usaha ada yang melakukan pencampuran B20 yang tak konsisten untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Mungkin proses pencampuran atau pemurnian Fame yang dicampur solar konsistensinya tidak selalu pas. Pada hal sebelumnya pihak Pertamina telah memberikan saran dan tehknis soal Fame itu pada badan usaha BBM, tapi sebagian usaha mengabaikannya demi mencari keuntungan, kata Ir Ganda Mora MSi, Dewan Pimpinan Nasional Lembaga Indenpenden Pembawa Suara Pemberantas Korupsi Kolusi Kriminal Ekonomi Republik Indonesia (IPSPK3 RI), Selasa (7/4/2020).

Menurutnya, masih ada badan usaha yang masih menyalurkan B0 atau BBM jenis Solar tanpa kandungan persen minyak kelapa sawit (Fatty Acid Methyl Ester-FAME) sama sekali. Informasinya PT Musim Mas juga seharusnya menyalurkan B20 namun belum disalurkan semua, malah dugaan kita dipasok ke Italia. Nah, dari situ baru dugaan kami, apakah BU BBM atau BU BBN yang mereka kirim atau nggak, ungkap Ganda.

Mandatori B20 berlaku sejak 1 September baik untuk public service obligation (PSO) dan Non-PSO, bersamaan dengan mandatori ini ditetapkan denda Rp6 ribur liter terhadap solar yang tidak mengandung 20% bahan bakar nabati dari kelapa sawit (B0). Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Regulasi turunannya berupa Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Badan Usaha yang telah berkomitmen untuk menjalankan mandatori B20 adalah; 11 BU BBM, yaitu PT Pertamina, PT AKR Corporindo, PT Exxonmobil, PT Jasatama, PT Petro Andalan Nusantara, PT Shell Indonesia, PT Cosmic Indonesia, PT Cosmic Petroleum Nusantara, PT Energi Coal Prima, PT Petro Energy, dan PT Gasemas.

class=wp-image-21874

Kemudian, 19 BU BBM yang akan diberikan alokasi volume biodiesel, yaitu PT Cemerlang Energi Perkasa, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Pelita Agung Industri, PT Ciliandra Perkasa, PT Darmex Biofuels, PT Musim Mas, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Bayas Biofuels, PT LDC Indonesia, PT SMART Tbk, PT Tunas Baru Lampung, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Intibenua Perkasatama, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Dabi Biofuels, PT Sinarmas Bio Energy, PT Kutai Refinery Nusantara dan PT Sukajadi Sawit Meka.

Ganda, menilai dalam kasus yang sedang terjadi, bisa saja sebenarnya Fame sudah dipasok ke Terminal BBM (TBBM) di BU BBM, tapi tidak diolah ke dalam Solar. Enggak dicampur oleh perusahaan yang harusnya mencampur, malah diam aja dan malah bisa saja yang dikirim Solar, ujar Ganda.

Mandatori B20 mulai dijalankan per 1 September 2018, baik untuk mesin yang memiliki skema public service obligation (PSO), yang sering disebut subsidi, maupun Non-PSO. Saat itu juga, pemerintah sudah tidak mengizinkan adanya BBM jenis Solar yang tanpa kandungan FAME atau disebut Biodiesel 0 persen.

Pemerintah menargetkan mandatori biodiesel 20% (B20) dapat menghemat devisa negara sebesar USD5,5 miliar dalam setahun. Namun, karena pelaksanaannya baru dimulai per 1 September 2018, maka hingga akhir tahun diperkirakan penghematan devisa baru bisa dicapai USD1,1 miliar. Penghematan ini diperoleh dari pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM), khususnya Solar.

Pelaksanaan mandatori biodiesel secara penuh ini juga diharapkan bisa memperbaiki neraca perdagangan yang saat ini masih terus defisit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Juli 2018 mengalami defisit sebesar US$2,03 miliar atau tertinggi sejak 2013.

Badan usaha siap didenda

Sebelumnya, Pemerintah telah mengidentifikasi badan usaha (BU) yang mengabaiakan peraturan yang telah disepakati itu akan dikenakan denda baik BU Bahan Bakar Nabati (BBN) maupun BU BBM. Adapun besarnya denda yang sedang dalam penyusunan SOP mandatori Biodiesel 20% (B20) sebesar Rp6 ribu per liter.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto di Kemenko Perekonomian seperti dirilis Harian Neraca bahwa Djoko menerangkan indikator yang menjadi perhitungan dalam pengenaan denda adalah pada badan usaha yang masih menyalurkan B0 atau BBM jenis Solar tanpa kandungan persen minyak kelapa sawit (Fatty Acid Methyl Ester-FAME) sama sekali.

Itu fakta B20 belum disalurkan semua, yang jual BBM kan BU BBM. Nah, dari situ baru dugaan kami, apakah BU BBM atau BU BBN yang mereka enggak kirim. Tadi baru kaya gitu, baru kami identifikasi ujar Djoko.

Tim pendalaman identifikasi pelanggar mandatori B20 sudah dibentuk untuk SOP pengenaan denda. Mandatori B20 berlaku sejak 1 September 2019 baik untuk public service obligation (PSO) dan Non-PSO, bersamaan dengan mandatori ini ditetapkan denda Rp6 ribur liter terhadap solar yang tidak mengandung 20% bahan bakar nabati dari kelapa sawit (B0). Aturan terhadap badan usaha yang akan dikenakan denda Rp6 ribu per liter itu terkait dengan terhambatnya pelaksanaan mandatori Biodiesel 20% (B20).

Pemerintah sedang menimbang ketidakpatuhan badan usaha dalam melaksanakan mandatori B20. Kalau lalai sesuai dalam peraturan dikasih denda, tapi harus cek dulu apakah itu karena kelalaian atau kah karena memang keadaan yang di luar kontrol mereka, ujarnya.

Pengenaan denda ada bermacam-macam. Misalnya, Badan Usaha (BU) Bahan Bakar Nabati (BBN) melanggar kesepakatan volume pengiriman FAME ke pihak BU BBM. Pelaksanaan perluasan mandatori B20 yang dilakukan sejak 1 September ini diharapkan dapat menekan defisit neraca perdagangan, menghemat devisa, dan mengurangi impor BBM. Upaya ini dinilai sangat penting mengingat konsumsi BBM Indonesia lebih dari separuhnya dipenuhi dari impor, jelas Djoko.

Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy 2018, konsumsi minyak dalam negeri meningkat tajam, dari 1,56 juta barel per hari (bph) pada 2015 menjadi 1,65 juta bph pada 2017. Sementara produksi minyak dalam negeri berdasarkan data SKK Migas, tercatat hanya 786 ribu bph pada 2015 menjadi 801 rubu bph di tahun 2017.

Hambatan Bahan Baku

Sayangnya, pelaksanaan mandatori B20 hingga saat ini masih menghadapi sejumlah hambatan. Salah satunya soal pemenuhan pasokan bahan baku biodiesel dari kelapa sawit (Fattyt Acid Methyl Ester/FAME) dari Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) kepada BU Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pada 18 September lalu, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar menyatakan pihaknya sedang melakukan pendalaman pencapaian penghematan devisa terkait pelaksanaan perluasan mandatori B20 ini. Ia menekankan pemerintah tidak ada rencana untuk merevisi target penghematan devisa.

Bukan kemungkinan turun (target penghematan), yang disebutkan selama ini setahun (sepanjang) 2018, kan ini enggak setahun. Ini September, Oktober, November, Desember. Nanti kami hitung angkanya, jangan terlalu cepat ambil kesimpulan, kata Archandra.

Akan tetapi, hingga saat ini pemerintah belum memberikan hitungan terbaru maupun tanggapan mengenai target penghematan devisa dengan adanya kendala dalam perluasan mandatori B20 ini.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Adiatma Sardjito juga tak mau menjawab saat mulai disinggung mengenai realisasi target penghematan devisa pemerintah dari mandatori B20. Adiatma hanya menekankan bahwa kendala penyaluran B20 ada di sisi distribusi pasokan FAME oleh BU BNN. Suplai FAME-nya belum sesuai kesepakatan, kalau Pertamina siap, ujarnya.

Adiatma tidak bisa memastikan penyaluran B20 itu dapat terealisasi hingga 100 persen. Belum tahu karena tidak dalam kendali Pertamina, kata dia menambahkan.

Total kebutuhan Fame Pertamina untuk dicampurkan ke solar subsidi dan non subsidi, yaitu sekitar 5,8 juta kiloliter (Kl) per tahun. Campuran tersebut untuk memenuhi 112 Terminal BBM (TBBM) untuk kemudian disalurkan ke berbagai SPBU di seluruh Indonesia. Saat ini penerimaan FAME baru untuk 74 TBBM Pertamina atau 62% dari komitmen, ujar Adiatma.

class=wp-image-21875

Kembali disebutkan Ganda Mora, Direktur Eksekutif IPSPK3 RI ini, yang tidak heran dalam kondisi seperti ini, pihak pemerintah maupun Pertamina cenderung bungkam untuk mempublikasikan kondisi riil soal mandatori B20 ini. Saya kira motif utama pemerintah untuk itu (mandatori B20) tetap berjalan. Kalau dibeberkan, dikhawatirkan menimbulkan kontraproduktif. Mungkin ya, saya juga enggak tahu (persis), ujarnya.

Sementara itu, dengan melihat kondisi kesiapan BU BBN yang belum optimal, Ganda memperkirakan potensi capainya penghematan devisa negara pada intinya di bawah target. Itu potensi (USD1,1 miliar) kalau tercapai sepenuhnya (mandatori) B20. Kalau realisasinya seperti sekarang ada hambatan tentu akan di bawah itu, kata dia.

Yang saya tahu dalam realisasinya banyak hambatan khususnya dari ketersediaan Fame yang akan dioplos (menjadi B20). Kalau pemerintah belum bisa menyelesaikan jaminan pasokan kepada yang akan melakukan oplosan (BU BBM) seperti Pertamina, nampaknya penghematan itu sulit tercapai, ujarnya menambahkan. (rp.sdp/*)

Tags : -,