LINGKUNGAN - Aktivis lingkungan mengingatkan Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Riau bahwa pengalihan status 535,7 hektar (ha) yang berada dalam kawasan hutan produksi atau seluas 512,07 ha hutan menjadi kawasan non-hutan bisa membawa risiko bencana banjir dan tanah longsor.
Hutan produksi konversi di Desa Bumbung, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis sudah berubah fugsi menjadi kebun sawit. Kami menduga PT Sarana Inti Sawit (SIS), berada dibalik itu dan perusahaan juga di duga belum memiliki pelepasan kawasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahkan belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU), sebut Ir Ganda Mora M.Si, Direktur Indenpenden Pembawa Suara Pemberantas Korupsi, Kolusi, Kriminal, Ekonomi (IPSPK3 RI), Sabtu (25/4/2020).
Ia mengatakan, peralihan fungsi hutan produksi konversi tentu menggangu kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan meningkatkan kerawanan bencana.
Seharusnya, kata Ganda, bencana banjir dan tanah longsor pada tahun 2019 lalu bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah untuk mengelola alam dengan bijak. Banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di tahun lalu menjadi pelajaran yang banyak menimbulkan kerugian material.
Bukan kah sudah ada larangan alih fungsi itu, seperti tertuang dalam UU No 18 Tahun 2014 tentang pencegahan perusakan hutan dan UU No 39 Tahun 2003 tentang perkebunan, kata Ganda yang juga mengaku telah melaporkan perihal tersebut ke KLHK dan Kepolisian, dengan Nomor Laporan 29/lap-Ipspkri/I/ 2020, tertanggal 26 Januari 2020 tentang adanya alih fungsi lahan oleh PT Sarana Inti Sawit (SIS).
Ganda juga menduga alih fungsi kawasan hutan di Bengkalis berkaitan dengan kepentingan korporasi perkebunan. Sekali lagi kita tidak belajar dari kejadian tahun 2019 lalu. Eksploitasi lingkungan masih menjadi sumber atau modal untuk kepentingan pengusaha perkebunan, kata Ganda.
Dia juga mengaku telah menganalisa beberapa data dan peta usulan pelepasan kawasan hutan itu, pihak Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi (DLHK) Riau juga tak menyetujui dan belum mengeluarkan surat persetujuan apapun untuk perusahaan SIS, ungkap Ganda.
Pihak perusahaan melalui humas PT SIS, Ginting dikonfirmasi lewat telepon WhatsApp (WA) tidak ingin menjawab atas pertanyaan yang diajukan. Namun pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Ervin Rizaldy, sebelumnya pada wartawan mengatakan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan harus jelas peruntukkan dan fungsi kawasan hutan, paling tidak untuk memenuhi tuntutan pembangunan serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimaliasi distribusi dan manfaat kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan.
Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan berdasarkan usul dari para bupati dan walikota yang telah disampaikan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jelasnya Pasca penetapan status siaga darurat bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) 11 Februari 2020 lalu di kantor Gubernur Riau. (rp.sdp/*)
Tags : -,