Pilkada   2023/05/19 14:23 WIB

Aturan Caleg Wajib Lapor Harta Kekayaan 'Lenyap', 'Sepertinya Sudah Terjadi Kemunduran'

Aturan Caleg Wajib Lapor Harta Kekayaan 'Lenyap', 'Sepertinya Sudah Terjadi Kemunduran'

JAKARTA - Sejumlah warga mengaku kecewa atas ketiadaan aturan wajib lapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi calon anggota DPR, DPRD, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih.

Padahal pemilu 2019 lalu, aturan ini diberlakukan, dan disebut "informasi penting diketahui publik, karena banyak orang tidak kenal dengan calonnya."

Pemerhati pemilu mengatakan, ketiadaan aturan wajib lapor LHKPN bagi caleg dan calon anggota DPD ini merupakan "kemunduran".

Protes ini diutarakan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan surat seruan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar aturan wajib LHKPN calon legislatif dan calon DPD tetap diberlakukan.

Sementara itu, KPU berjanji memuat aturan ini dalam rancangan aturan yang masih dibahas, meskipun langkah ini disambut pesimistis oleh pegiat pemilu. Berikut enam hal yang sejauh ini diketahui terkait wajib lapor LHKPN caleg dan calon DPD.

"Lagian wajib lapor saja kecolongan apalagi nggak wajib, tambah kacau," kata Dina, seorang warga Banten, yang mengaku kecewa atas ketiadaan aturan wajib lapor LHKPN bagi caleg dan calon DPD terpilih.

Dina merujuk pada kasus-kasus pejabat publik yang belakangan ini tersandung kasus dugaan korupsi, di mana KPK, misalnya, menemukan kejanggalan harta kekayaan mantan pejabat pajak Rafael Alun.

Warga dari Lampung, Iskandar berpendapat aturan wajib lapor LHKPN bagi calon anggota legislatif dan DPD penting sebagai panduan para pemilih, terutama melihat calon-calon yang kembali maju (petahana). 

"Dampaknya, kalau tidak ada LHKPN, nanti penambahan jumlah harta kekayaan pejabat sulit ditelusuri," kata Iskandar.

Pada pemilu 2019 seluruh bakal calon anggota DPR dan DPRD wajib melaporkan harta kekayaannya kepada "instansi yang berwenang memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara."

Tanda terima laporan ini kemudian diserahkan kepada KPU hingga tingkat kabupaten/kota, paling lambat tujuh hari setelah diterbitkannya keputusan sebagai calon terpilih.

Jika bakal calon tidak melaporkan, maka KPU tidak mencantumkan nama yang bersangkutan dalam pengajuan nama calon terpilih yang akan dilantik kepada presiden, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang dalam negeri, dan gubernur.

Aturan wajib lapor harta kekayaan ini termuat dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Syarat yang sama juga berlaku pada calon anggota DPD lewat PKPU Nomor 21 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.

Namun, di PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dan PKPU 11/2023 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD, ketentuan wajib lapor LHKPN sudah tidak lagi dicantumkan.

KPK melayangkan surat peringatan ke KPU terkait ketiadaan syarat wajib lapor harta kekayaan calon legislatif dan calon DPD terpilih, Selasa (16/05) kemarin. Surat ini juga ditembuskan ke Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja.

Dalam keterangannya kepada media, Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan laporan harta kekayaan ini bisa menjadi panduan awal bagi masyarakat untuk mengawasi calon pejabat publik. 

Dalam hal ini, publik bisa memanfaatkan laporan harta kekayaan caleg dengan praktik kampanye di lapangan.

"Jika sejak awal caleg terpilih sudah melaporkan LHKPN, bisa dilihat kewajaran uang kampanye yang dilaporkan ke KPU. Kalau sekarang, kan, jadi tidak bisa diawasi," ujar Pahala seperti dikutip dari Kompas.id.

Selain itu, Pahala juga menilai syarat wajib ini akan meningkatkan kepatuhan pelaporan LHKPN dari calon anggota legislatif petahana.

Berdasarkan laporan KPK per 31 Desember 2022, kepatuhan lapor LHKPN di badan legislatif paling rendah dibandingkan eksekutif, yudikatif dan BUMN/BUMD. Setidaknya terdapat 972 anggota DPR/DPRD belum melaporkan harta kekayaannya sebagai pejabat publik kepada KPK.

Apa konsekuensinya jika aturan ini ditiadakan?

"Kita sebagai publik jadi kehilangan salah satu indikator penting dalam menilai atau dalam memilih siapa caleg yang mau kita pilih," kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati seperti dirilis BBC News Indonesia, Kamis (18/05).

Nisa - sapaan Khoirunnisa Nur Agustyati - mengatakan banyak warga tidak mengenal sama sekali bakal caleg maupun calon DPD di lingkungannya. Padahal, melalui laporan harta kekayaan ini bisa menjadi keuntungan juga bagi bakal calon untuk menunjukkan kejujurannya.

"Jadi, itu yang penting buat publik, karena sekarang publik nggak bisa mendapat informasi yang utuh," tambah Nisa.

Selain itu, ketiadaan syarat wajib lapor harta kekayaan ini ia sebut sebagai "kemunduran" dibandingkan pemilu 2019 silam. Musababnya, pemilih tak punya lagi pegangan untuk mengukur calon-calon petahana melalui laporan harta kekayaannya maupun kinerjanya selama lima tahun terakhir.

Bukan hanya itu, Perludem mengatakan pemilu akan datang mengalami kemunduran karena terdapat aturan KPU yang bisa mencederai hak politik perempuan.

"Komitmen pencegahan korupsinya, ya melalui laporan LHKPN ini," kata Nisa, sambil menambahkan ketiadaan aturan wajib lapor LHKPN ini hanya menguntungkan pihak partai politik karena "tidak perlu repot mengumpulkan dokumen".

KPU berjanji akan memasukkan syarat wajib lapor harta kekayaan dalam peraturan terbaru yang sejauh ini masih dibahas.

"KPU saat ini sedang legal drafting rancangan peraturan KPU tentang penetapan calon terpilih," kata anggota KPU, Idham Kholik, Kamis (18/05).

Idham mengatakan, substansi dari aturan wajib laporan harta kekayaan yang berlaku pada pemilu 2019, tetap akan dimuat KPU dalam aturan teknis tentang penetapan calon terpilih.

"Dalam waktu dekat KPU baru akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang pemungutan dan penghitungan suara. Pasca peraturan teknis tersebut, KPU akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang rekapitulasi hasil perolehan suara peserta pemilu.

"Baru setelah itu, KPU akan menyelesaikan rancangan peraturan teknis tentang penetapan hasil pemilu atau penetapan calon terpilih," lanjut Idham.

Bagaimanapun, Nisa dari Perludem pesimistis KPU bisa mengubah aturan ini, berkaca dari tidak adanya perubahan dalam aturan keterwakilan bakal caleg perempuan yang kontroversial.

Menurut Nisa, KPU tidak bisa "mandiri dan independen" dalam mengambil keputusan, termasuk persoalan syarat lapor harta kekayaan caleg dan calon DPD terpilih.

"Akhirnya melihat tata kelola penyelenggaraan pemilu ini mengalami kemunduran," jelas Nisa.

KPU telah menutup pendaftaran bakal caleg dari 18 partai politik pada hari Minggu (14/05).

Selanjutnya, KPU akan melakukan verifikasi administrasi para bacaleg yang didaftarkan sekitar satu bulan, mulai 15 Mei hingga 23 Juni 2023.

"Ada dua kategori yang digunakan untuk penilaian dan penelitian. Yang pertama, kebenaran dokumen persyaratan dan juga keabsahan dokumen persyaratan," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari kepada media, Minggu (18/05).

Setelah itu, KPU akan memberikan kesempatan pada calon untuk melakukan perbaikan persyaratan pada 26 Juni - 9 Juli, yang dilanjutkan verifikasi kembali oleh KPU sampai 6 Agustus.

KPU menyusun daftar calon sementara (DCS) pada 6 Agustus sampai 23 September, sebelum akhirnya menyusun daftar calon tetap (DCT) pada 24 September sampai 3 November.

Pemungutan suara legislatif, DPD, presiden dan wakil presiden akan serentak dilakukan 14 Februari 2024. (*)

Tags : calon legilatif, aturan caleg wajib lapor harta kekayaan, aturan caleg alami kemunduran, politik, pilpres 2024, pemilu 2024,