SEJAK masa karantina dalam upaya menekan penyebaran virus corona diberlakukan, banyak orang mengeluhkan mereka dibekap amarah. Belakangan didapati banyak orang yang marah dan frustrasi, baik itu orang yang diberikan layanan klinis, teman, keluarga, atau orang yang baru saja diajak ngobrol.
Banyak orang merasa marah tanpa tahu alasan perasaan mereka itu. Memang ada banyak hal yang bisa membuat marah, seperti tanggapan pemerintah daerah, pemerintah provinsi. Pasalnya adanya anjuran karantina mandiri juga telah membuat sebagian orang frustasi. Betapa tidak, sebagian ada yang kehilangan pekerjaan, gajinya dipotong, tak mampu membayar tagihan, dan menghadapi mahalnya harga kebutuhan harian.
Mengapa virus corona Covid-19 ini memicu orang menjadi meledak? Mungkin saja, itu terjadi karena pandemi dan dampaknya merupakan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan oleh masyarakat. Kondisi pandemi membuat hidup orang berubah dramatis. Ketika mereka tidak memiliki kendali, maka ada celah untuk perasaan negatif, seperti kemarahan.
Kemarahan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, entah frustrasi, mengutuk, tidak nyaman, hingga meningkat menjadi mengamuk. Jika seseorang marah di tempat kerja, yang pastinya bisa menyalahkan bos. Namun, jika kesal dengan karantina, maka siapa atau apa yang bisa disalahkan?. Perasaan kehilangan kontrol dapat menyebabkan kebingungan hingga menjadi kemarahan. Penyebab amarah amat bergantung pada situasi yang dihadapi. Banyak yang terlihat mungkin marah sama presiden, gubernur, bupati, tetangga yang masih keluyuran dan tak mematuhi karantina, atau orang yang menimbun barang.
Bila ada yang sikapnya menjadi menyebalkan di rumah sekarang, berikan sedikit ruang pengertian satu sama lain. (Ilustrasi/Pexels)
Perasaan itu kemudian berkembang seiring dengan situasi. Orang bisa kehilangan kendali, yang merembet ke kebingungan, hingga akhirnya memancing amarah. Pertanyaannya, apakah normal marah selama pandemi? Mungkin benar, tidak hanya normal, itu sehat (sampai batas tertentu).Ada yang menyebutkan, amarah adalah hal yang sehat, karena alami dan normal. Namun, jika kemarahan semakin menjadi-jadi, maka itu bisa menjadi masalah. Saat kita marah, rasakan itu, temukan jalan keluar, dan lakukan sesuatu yang produktif. Bukan kah menyimpan amarah tidak akan membantu meredakannya bisa-bisa menyerang atau melakukan hal merugikan orang lain.
Suka marah atau emosi tanpa disadari mengganggu kesehatan
Suka marah-marah atau emosi-emosi yang sangat kuat disadari atau tidak, lambat laun dengan sendirinya dapat menghasilkan perubahan-perubahan anatomis dan fisiologis tertentu pada sejumlah sistem organ tubuh. Kondisi itu pada akhirnya dapat menimbulkan ragam gangguan kesehatan. Suka marah yang ditimbulkan oleh berbagai sebab dapat pula berakibat negatif terhadap kesehatan dengan memperburuk penyakit yang diderita.
Melansir berbagai sumber, berikut ini ragam bahaya suka marah-marah bagi kesehatan fisik yang perlu diwaspadai:
Sujud pada yang Ilahi [Allah SWT]
Semoga kabar kita semua baik karena kesehatan raga, pikiran dan mental. Selamat Idul Fitri 1442 Hijriah buat kamu yang merayakan. Selamat Lebaran buat kita semua. Sudah sejak lama, Idul Fitri dan Lebaran menjadi perayaan kultural, selain perayaan keagamaan. Meskipun dua tahun terakhir kita merayakan perayaan agama dan kultural ini secara berbeda karena situasi pandemi, semoga makna terdalam dan kehangatan perayaan itu berupa kegembiraan tidak berkurang.
Agak sulit memang perayaan keagamaan dan kultural dilakukan tanpa perjumpaan langsung. Kegembiraan dari perayaan adalah perjumpaan demi perjumpaan. Sudah sangat lama ini kita praktikkan. Cara baru perjumpaan demi perjumpaan sedang dilatihkan meskipun tidak dengan saling berjumpa karena virtual saja. Sangat berbeda dan kerap tidak serta merta menghadirkan kegembiraan. Banyak kendalanya, bukan hanya karena tidak ada fisik pertemuan. Masalah jaringan, salah tangkap dalam berkomunikasi karena tidak utuhnya kehadiran dan sejumlah hal lain jadi penghalang hadirnya kegembiraan.
Tidak heran jika dalam situasi serba berubah, serba baru, serba berbeda dan serba tidak pasti lebih dari satu tahun ini, kegembiraan tidak banyak hadir. Hal yang sering kita jumpai dan hadir dalam diri kita belakangan ini adalah kesedihan. Mungkin kita kurang menyadari hadirnya kesedihan karena perasaannya sangat menekan. Cara paling mudah mengenali hadirnya kesedihan yang kerap kita tolak adalah munculnya kemarahanan. Kesedihan yang umumnya berakar pada kekosongan lebih berat untuk dirasakan. Karena berat, kita cenderung melakukan aksi yang mudah dengan marah.
Marah adalah tanda. Menurut para peneliti masalah kejiwaan, sedih adalah pijakannya dan marah adalah aksinya. Terkadang kita mengalihkan untuk tidak merasa sedih karena sedih itu berat dan menekan. Karena perasaan itu begitu menekan, reaksi atas tekanan itu muncul dalam bentuk marah. Karena itu, ketika saya marah dan menyadari kemarahan itu, saya lantas menarik diri. Cara paling sederhana yang saya lakukan adalah menarik nafas dalam dan mengebuskannya pelan-pelan untuk mencari apa pijakan dari kemarahan itu. Apa kesedihan dan kekosongan yang berat dan menghampiri kita sehingga memunculkan amarah?
Cara ini kerap berhasil meredakan marah. Namun, kadang gagal karena pijakan kemarahan berupa kesedihan itu tidak tertemukan juga. Ketika menghadapi atau mendapati orang yang marah dan marahnya hebat, hal sama saya lakukan alih-alih membuat penilaian tak berdasar. Setiap marah ada sebabnya, ada akarnya. Sebisa mungkin kita membantu mengatasi sebabnya agar reda marahnya.
Terhadap kemarahan-kemarahan itu, kita kerap ikut marah-marah. Kemarahan itu begitu mudah menyulut kemarahan lainnya di media sosial. Segala macam nama hewan dikeluarkan sebagai ungkapan. Hal kecil saja bisa memantik amarah besar dan bergelombang. Selain bergelombang, amarahnya juga bergerombol seperti paketan. Amarah bisa dikendalikan dengan cara tidak menanggapi kemarahan dengan kemarahan. Jika menghadapi situasi yang memancing amarah, sebaiknya menarik nafas panjang lalu hembuskan pelan-pelan.
Jika hendak mengetik cepat dengan jempol di smartphone untuk tidak membalas kemarahan, pikir ulang apakah itu layak jika ditujukan kepada diri sendiri. Tidak mudah mengelola amarah karena itu cerminan dari ketidakmudahan kita mengelola kesedihan dan kekosongan yang jadi pijakannya. Siapa pun bisa marah. Pejabat, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, dosen, guru, polisi, anggota dewan, penjual, pembeli, ayah, ibu, anak, pemudik dan mereka yang mencegah mudik. Semua bisa marah karena masing-masing dari kita kerap mendapati kesedihan dan kekosongan dalam hidup. Kesedihan adalah pijakan amarah. Tidak heran, kita kerap menyesal bahkan sampai menitikkan air mata usai marah yang hebat. Kesedihan dan kekosongan adalah pijakannya. Marah adalah aksinya. Penyesalan dan air mata adalah tanda kesedihan dan kekosongan itu. Karena itu, meskipun tidak mudah, adalah benar nasihat bijak untuk memadamkan amarah sebelum matahari terbenam. Untuk memadamkannya, temukan kesedihan dan kekosongan yang jadi pijakan kemarahanmu yang kerap menggebu-gebu. Berdamailah dengan kesedihan dan kekosongan itu. Salam.
Editor Elfi Yandera
Tags : pandemi corona, amarah, marah-marah, kesehatan mental, virus corona, wabah corona, covid-19, idul fitri,