Headline Nusantara   2022/12/27 13:40 WIB

BPBD Catat Wilayah Berpotensi Cuaca Ekstrem, 'yang Dipicu Hujan Lebat jadi Banjir'

BPBD Catat Wilayah Berpotensi Cuaca Ekstrem, 'yang Dipicu Hujan Lebat jadi Banjir'

SULAWESI SELATAN - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan mencatat wilayah berpotensi cuaca ekstrem yang dipicu hujan lebat.

"Berdasarkan prakiraan BMKG, Lebih dari 9.000 warga terdampak banjir di Makassar, Sulawesi Selatan."

“Sampai saat ini di tiga kelurahan ada 22 titik pengungsian dengan jumlah KK mencapai 441 dan jumlah jiwa 1.781 pengungsi saat ini, di antaranya kelurahan Antang, Tamangapa, Manggala,” kata Akbar selaku Koordinator Lapangan Kecamatan Manggala BPBD Makassar, Senin (26/12).

Lebih dari 9.000 warga terdampak banjir di Makassar, Sulawesi Selatan, menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Berdasarkan prakiraan BMKG, Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang berpotensi mengalami hujan lebat hingga sangat lebat sampai 1 Januari 2023.

Lalu, bagaimana kesiapan daerah tersebut dan daerah lainnya dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang dipicu hujan lebat?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami puncak musim hujan.

Namun, beberapa faktor menyebabkan intensitas hujan mengarah ke level ekstrem dan itu bisa memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan longsor.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, saat ini “hampir terkepung” oleh banjir, longsor, dan cuaca ekstrem. Di Kecamatan Manggala, ketinggian banjir mencapai 2,5 meter.

Selain Sulawesi Selatan, ada belasan provinsi lainnya yang juga berpotensi mengalami curah hujan dari intensitas sedang, lebat, sangat lebar, hingga ekstrem. 

‘Banjir terparah tahun ini’

Iksan, warga Kelurahan Manggala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, sudah dua hari tinggal di sebuah masjid di sekitar kompleks rumahnya yang terendam banjir.

Dia menyatakan banjir sekarang adalah yang terparah tahun ini.

“Ini adalah yang kedua kalinya karena 19 November 2022 kemarin juga terjadi banjir, tapi lebih tinggi sekarang daripada yang kemarin. Sekarang ketinggiannya kurang lebih dua meter setengah, kalau dulu kurang lebih dua meter,” kata Iksan seperti dirilis BBC News Indonesia.

Banjir sudah merendam Perumnas Antang, tempat tinggal Iksan, sejak 24 Desember. Hari ini, banjir masih merendam rumahnya dengan ketinggian air 1,5 meter.

Iksan dan beberapa warga lainnya belum tahu sampai kapan mereka mengungsi, apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru saja mengumumkan potensi cuaca ekstrem yang akan melanda Sulawesi Selatan sampai 1 Januari 2023.

“Mungkin ini guyonan, menyambut Tahun Baru, ada beberapa warga kami yang kemungkinan ya kita ber-Tahun Baru saja di masjid atau di lokasi pengungsian. Kalau memang airnya surut, kami membersihkan rumah kami dan kalau memang sudah memungkinkan untuk ditempati, kami kembali, tapi sambil mempersiapkan diri kalau yang disampaikan BMKG terjadi, kami sudah siap lagi evakuasi,” kata laki-laki berusia 57 tahun itu.

Data terakhir BPBD Makassar mencatat 3.344 rumah merendam empat kecamatan di Makassar, dengan total 9.167 jiwa yang terdampak.

Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, yang disertai angin kencang, menyebabkan banjir dan pohon tumbang di beberapa wilayah di Kota Makassar sejak beberapa hari lalu.

Selain Makassar sekitar 1.225 warga Kabupaten Kupang, Provinsi NTT, juga terdampak banjir yang mengguyur sejak Sabtu (24/12) malam hingga Minggu (25/12) malam.

Dikutip dari Kompas.com, BPBD NTT mengatakan 282 rumah penduduk terendam banjir.

Hujan deras juga menyebabkan akses utama menuju Amfoang putus karena jembatan tergerus luapan arus sungai.

'Puncak musim hujan'

BMKG menyatakan saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sedang dalam periode puncak musim hujan dan berpotensi dilanda hujan lebat hingga sangat lebat selama periode libur Natal dan Tahun Baru 2023, yaitu sejak 25 Desember 2022 hingga 1 Januari 2023.

Sebanyak 11 provinsi di Indonesia disebut berpotensi mengalami hujan lebat dan sangat lebat, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Sementara itu, wilayah yang berpotensi mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, yaitu Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

”Ada beberapa faktor, dinamika atmosfer yang mempengaruhi pertumbuhan awan-awan hujan di Indonesia, kemudian adanya monsun Asia yang sedang aktif, kemudian adanya gelombang atmosfer dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia yang membawa banyak uap air,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Fachri Radjab, Senin (26/12).

Dia menambahkan, selama puncak musim hujan ini, intensitas hujan sangat lebat hingga ekstrem, mungkin saja terjadi dan itu bisa memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan longsor.

Oleh sebab itu, Fachri meminta masyarakat terus memantau perkembangan cuaca dari BMKG, termasuk para wisatawan yang sedang mengunjungi daerah-daerah wisata untuk menghabiskan waktu berlibur akhir tahun.

Waspadai titik rawan di daerah wisata

Selain memperhatikan perkembangan cuaca, wisatawan juga diimbau waspada terhadap titik rawan bencana di destinasi wisata yang dikunjungi.

Sekretaris BPBD Kabupaten Cianjur, Rudi Wibowo, mengatakan jalur wisata Puncak, Jawa Barat, memiliki beberapa titik rawan, yang dimulai dari perbatasan dengan Kabupaten Bogor. Kawasan Puncak biasanya menjadi destinasi favorit warga Jabodetabek.

“Titik rawan bencana itu dimulai dari Puncak Pass, perbatasan Cianjur dengan Bogor, terus di daerah Ciloto, di daerah Cipanas itu sendiri karena itu di lereng Gunung Gede, dan di daerah Sate Shinta yang kemarin longsor, kalau hujan tergerus lagi [tanahnya], tergerus lagi, masih ada yang turun,“ kata Rudi, Senin (26/12).

Menindaklanjuti prakiraan BMKG, Rudi mengatakan pihaknya menyiagakan beberapa posko dan petugas di titik-titik yang biasa terjadi longsor. Sehingga ketika ada laporan longsor dan pohon tumbang petugas bisa langsung dikerahkan ke lokasi kejadian.

Sementara itu, untuk pencegahan bencana, pemerintah pusat, kata Rudi, sudah berupaya menahan longsor di jalur Puncak Pass dengan “menyemen dinding di yang longsor di pinggir jalan“.

“Masyarakat atau wisatawan dari luar wilayah Cianjur, bila terjadi hujan lebat dan intensitasnya tinggi dan lama, itu mohon berhenti dulu dan tidak melanjutkan perjalanan. Lebih baik di rest area menunggu cuaca aman.

Kalau yang menginap di villa biasanya dari pihak penginapan atau hotel sudah ada safety briefing-nya. Itu sudah protap nasional,“ ujar Rudi.

Sebanyak 60% wilayah Cianjur berpotensi longsor, mulai dari jalur jalannya hingga ke desa-desanya karena berada di daerah perbukitan. BPBD Cianjur sudah memasang rambu-rambu dan jalur evakuasi sebagai bentuk mitigasi bencana.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi (Pusdatinkom) BNPB, Abdul Muhari, juga meminta para wisatawan yang mengunjungi daerah wisata air, seperti sungai, air terjun, dan area pinggir laut, untuk waspada dan membaca situasi.

"Khusus untuk daerah aliran sungai dan air terjun, perhatikan kalau terjadi hujan lebat, kalau hujan lebih dari dua jam, visibility kita kurang, maka segera naik ke tempat yang lebih aman, tunggu sampai hujan reda, satu sampai dua jam, lihat apabila tidak terjadi peningkatan debit air yang signifikan, baru kita kembali lagi," kata Abdul.

Bagaimana dengan Jakarta, apakah banjir di momen Tahun Baru akan terulang?

BMKG menyebut Jakarta berpotensi mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Namun, belum bisa dipastikan apakah potensi hujan itu akan menyebabkan Jakarta kebanjiran atau tidak.

“1 Januari 2020 itu, kita pernah banjir karena curah hujan sangat lebat sekali, itu sampai 377 milimeter dalam sehari. Hujan kategori ekstrem, di atas 150 milimeter, mungkin saja terjadi tahun ini, tapi apakah akan sama ekstremnya dengan awal tahun 2020, ini yang akan kita pantau terus,“ kata Fachri.

Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta, Michael O. Sitanggang, mengatakan sudah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengurangi kemungkinan banjir seperti dua tahun lalu.

“Kami berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air karena mereka memiliki personel pasukan biru dan juga pompa-pompa yang siap dioperasikan sewaktu-waktu apabila memang banjir ataupun genangan melanda Jakarta,“ kata Michael.

Dia juga mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup untuk membersihkan sampah yang ada di aliran sungai.

“Kami sudah siap untuk menghadapi musim pergantian tahun ini dan mudah-mudahan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,“ tegas Michael.

Untuk jangka panjang, proyek-proyek penanggulangan banjir di ibu kota juga masih berlangsung, yaitu normalisasi Ciliwung dan Sodetan Ciliwung. Di Hulu, kata Michael, Bendung Sukamahi dan Ciawi di Bogor sudah bisa dioperasikan dan “diharapkan bisa mereduksi banjir khususnya yang berada di sekitaran kali Ciliwung hingga 30%“.

Peran pemerintah daerah penting

Kepala Pusdatinkom BNPB, Abdul Muhari, mengatakan penanggulangan bencana merupakan standar pelayanan minimum pemerintah daerah kepada masyarakatnya. Itu tertuang dalam Peranturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018.

“Itu mencakup pra-bencana, mitigasi, rehabilitasi lahan, edukasi, sosialisasi, drill, kemudian penyusunan bencana operasi, sampai tahap awal tanggap darurat. Tapi tentu saja pemerintah pusat enggak lepas, selama pemerintah daerah membutuhkan dukungan, ada penetapan status siaga darurat atau tanggap darurat, pemerintah masuk untuk mengintervensi,” kata Abdul Muhari.

Namun, sering kali para pimpinan daerah “tidak tahu risiko bencana di daerahnya”. Oleh sebab itu, Abdul mengatakan penting untuk memiliki pemimpin daerah yang melek bencana.

Lebih jauh lagi, Abdul mengatakan, masyarakat juga memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana karena dalam konteks kejadian bencana semua orang menjadi “subyek” sehingga menjadi tanggung jawab bersama. Masyarakat juga diimbau mencari tahu risiko kebencanaan di sekitarnya.

“Jangan menerima, tapi mencari. Paling nggak mencari tahu… Dari menunggu [informasi], jadi mencari tahu,” ujar Abdul. (*)

Tags : BPBD, Wilayah Berpotensi Cuaca Ekstrem, Hujan Lebat, Perubahan iklim, Bencana alam,