INTERNASIONAL - China diperkirakan akan memicu ketegangan dengan negara tetangganya di kawasan Laut China Selatan. Hal ini muncul setelah negara komunis itu mengesahkan undang-undang yang untuk pertama kalinya secara eksplisit mengizinkan penjaga pantai untuk menembaki kapal asing dan menghancurkan bangunan yang dibangun di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan.
Undang-undang penjaga pantai tersebut disahkan pada hari Jumat (22/1/2021) oleh badan legislatif teratas China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional dirilis dari SCMP pada Minggu (24/1/2021) disebutkan, dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa, penjaga pantai China diizinkan untuk menggunakan semua cara yang diperlukan untuk mencegah ancaman yang ditimbulkan oleh kapal asing di perairan yang diklaim negara komunis itu sebagai milik mereka, termasuk di antaranya kawasan Laut China Selatan.
Ini juga akan memungkinkan penjaga pantai untuk melancarkan serangan pendahuluan tanpa peringatan sebelumnya. Tidak disebutkan secara jelas apakah undang-undang tersebut akan diterapkan ke semua perairan yang diklaim oleh China. Di bawah undang-undang baru itu, personel penjaga pantai dapat menghancurkan struktur yang dibangun atau dipasang oleh negara lain di Laut China Selatan, serta menangkap dan menggeledah kapal negara lain di kawasan itu.
Pengesahan undang-undang tersebut kemungkinan akan meningkatkan kekhawatiran di antara tetangga China tentang prospek operasi yang lebih agresif. Kapal penjaga pantai China selama ini telah memainkan peran utama dalam menegaskan klaim maritim China, Termasuk dalam sengketa penangkapan ikan di Kepulauan Natuna Indonesia dan perselisihan dengan Vietnam mengenai Vanguard Bank.
Menanggapi undang-undang itu, Milite AS mengatakan akan mengintegrasikan penjaga pantainya ke dalam pasukan angkatan laut untuk melawan kehadiran China yang semakin meningkat di Laut China Selatan. Sementara itu sejumlah negara di kawasan Laut China Selatna juga berencana untuk memberdayakan armada penjaga pantai mereka di kawasan itu.
Vietnam misalnya, di saat bersamaan juga mengeluarkan undang-undang yang mengizinkan armada penjaga pantainya beroperasi di luar perairan teritorial negara itu. Juru bicara kementerian luar negeri Hua Chunying mengatakan pada hari Jumat (22/1/2021) bahwa undang-undang baru tersebut akan menjelaskan fungsi dan otoritas pasukan penjaga pantai dan sejalan dengan praktik internasional. "Ini adalah soal kedaulatan China di kawasan perairan itu. Undang-undang tersebut bertujuan untuk menjaga kedaulatan itu," katanya.
Collin Koh, seorang peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura mengatakan, bahasa yang ambigu dalam undang-undang itu dapat meningkatkan risiko salah perhitungan di perairan yang disengketakan. “Meski pengesahan hukum penjaga pantai adalah praktik umum yang telah dilakukan negara lain. Namun, dalam undang-undang yang dilansir China mengandung bahasa ambigu yang membutuhkan definisi yang tepat, misalnya 'perairan di bawah yurisdiksi nasional', Kata Koh.
"Ini juga berarti undang-undang memberikan, kewenangan untuk menggunakan kekerasan untuk menegaskan hak-hak tersebut terhadap pihak asing lainnya bahkan ketika beroperasi di zona ekonomi eksklusif," katanya.
Masuk Perairan Natuna
Pada September 2020 lalu, Kapal coast guard China dengan nomor lambung 5204 terdeteksi masuk di perairan Indonesia, tepatnya di ZEEI Laut Natuna Utara. Dari pengamatan yang dilakukan Badan Keamanan Laut ( Bakamla) RI, kapal China tersebut diketahui masuk perairan Indonesia pada Sabtu (12/9/2020) sekitar pukul 10.00 WIB.
Menyikapi hal itu, Bakamla RI sudah menerjunkan KN Nipah 321 untuk mengusir mereka. KN Nipah 321 merupakan salah satu unsur Bakamla RI yang bertugas melakukan operasi cegah tangkal 2020 di wilayah zona maritim barat. Namun demikian, dari komunikasi petugas yang dilakukan via radio itu, ternyata kapal coast guard China tersebut enggan untuk meninggalkan lokasi perairan Indonesia.
Mereka beralasan perairan tersebut berada di area nine dash line yang merupakan wilayah teritorial China. Padahal, berdasarkan UNCLOS 1982 keberadaan nine dash line tidak diakui. Terkait dengan hal itu, kedua kapal tersebut hingga saat ini masih berada di lokasi dan saling membayangi. upaya kapal China merangsek di perairan Indonesia diketahui bukan kali itu saja terjadi. Sebelumnya, pada Sabtu (11/1/2020) hal serupa juga pernah dilakukan.
Bahkan, pemantauan yang dilakukan TNI saat itu ditemukan ada 30 kapal ikan asing (KIA) bersama kapal coast guard China yang masuk di perairan tersebut. Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan) Laksdya TNI Yudho Margono saat itu langsung menerjunkan tiga KRI, yakni KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356, KRI Usman Harun (USH) 359 dan KRI Jhon Lie 358 untuk mengusir mereka. "Hal yang pertama kali dilakukan yakni persuasif menginformasikan kapal-kapal tersebut bahwa telah masuk wilayah Indonesia dan kemudian dilakukan pengusiran," kata Yudho. (*)
Tags : Laut China Selatan, China, Vietnam,