PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Dana Bagi Hasil (DBH) sawit akan segera diterima 350 daerah di Indonesia. Riau mendapatkan porsi paling besar, yakni Rp308 miliar lebih dari total dana Rp3,4 triliun yang dialokasikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Dana DBH sawit untuk Riau akan menerima Rp308 miliar, tapi porsinya masih dinilai kecil."
"Mana lah cukup," kata Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau, Karmila Sari, Senin (9/10).
Meskipun mendapatkan jatah paling besar, ternyata DBH sawit yang digelontorkan untuk Riau ini belum cukup untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur yang disebabkan industri sawit di Riau.
Karmila mengatakan, setiap tahunnya, paling tidak ada sekitar 3 km jalan yang rusak pada satu titik jalan.
Dengan kondisi wilayah Riau yang didominasi gambut, tentu dana yang diperlukan untuk memperbaiki jalan yang rusak itu membutuhkan dana yang cukup besar.
"Untuk pembangunan di riau yang dominannya gambut, untuk memperbaiki 1 km jalan itu menghabiskan dana sekitar Rp9 miliar. Nah otomatis kan di satu titik saja kita butuh Rp27 miliar," ujarnya.
"Sementara kerusakan yang diakibatkan dari truk-truk yang membawa TBS ataupun CPO ini melebihi itu rusaknya," tambahnya.
Meski demikian, Ketua DPW Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Riau ini mengaku tetap bersyukur dengan adanya DBH sawit ini.
Menurutnya, DBH sawit ini bisa membantu pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang ada.
"Kita pasti bersyukur lah dapat tambahan berupa DBH sawit. Kita berharap ada tambahan dana dari pusat," kata dia.
"Jadi kalau ditanya cukup atau tidak, ya tidak cukup. Karena ya memang yang rusak itu banyak, tambah lagi memang tonase yang berlebihan akibat TBS dan CPO. Memang sebenarnya dana yang diberikan khusus untuk yang perkebunan sawitnya banyak, diberikan lebih," tandasnya.
Bahkan DBH sawit saat ini tengah dalam proses pencarian oleh Kementerian Keuangan khusus untuk Provinsi Riau, mendapatkan jatah sebesar Rp 308 miliar, untuk provinsi sebesar Rp 83 miliar lebih dan sisanya untuk 11 kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Meranti.
"Ini sedang kami koordinasikan, kira-kira kenapa Meranti tidak termasuk yang menerima DBH sawit ini," kata Plt Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Riau, Burhani, Selasa (10/10).
Burhani mengatakan bahwa pihaknya akan mengkomunikasikan terkait tidak masuknya Meranti dalam daftar penerima DBH sawit.
Kabupaten Meranti memang bukan merupakan daerah penghasil sawit. Akan tetapi, dari 350 daerah yang menerima DBH sawit ini, memang tidak semuanya merupakan daerah penghasil sawit.
Jika dilihat dari wilayahnya, Kabupaten Meranti bisa saja mendapatkan DBH sawit itu. Lantaran Meranti berada di provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit paling luas di Indonesia.
Dia mengatakan, untuk pencairan DBH sawit ini, pemerintah daerah (Pemda) berkewajiban untuk menyampaikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai syarat untuk pencairan DBH sawit itu.
Burhani mengatakan, batas waktu penyampaian RPK dan laporan ini harus segera dilakukan oleh Pemda paling lama 30 November 2023.
"Jika tidak dilakukan, maka dilakukan penghentian menyalur. Jadi kalau Pemdanya sampai batas waktu tidak memenuhi persyaratan, maka bisa ditunda penyalurannya. Batas akhir penyaluran itu 27 Desember," ujarnya.
"Tentu saja tinggal kecepatan Pemda nih menyampaikan RPK-nya, tapi batas-batas penyalurnya tadi sudah disampaikan ya jadi paling lambat sebagaimana langkah-langkah akhir tahun anggaran 27 Desember. kita akan dengan cepat juga menerima rekomendasi dari DJPK dan itu berarti segera setelah diterima rekomendasi akan segera kita salurkan ke Pemda yang bersangkutan melalui KPPN," katanya. (*)
Tags : dana bagi hasil sawit, dbh sawit untuk riau, riau akan menerima dbh sawit rp308 miliar, dbh sawit riau porsinya kecil,