WISATA - Pulau Tristan da Cunha, atau disebut TDC bagi penduduk setempat, bukanlah tempat bagi para penakut. Butuh keberanian yang luar biasa untuk ke dan tinggal di sana. Jika Anda ingin melihat sendiri pulau berpenghuni yang paling terpencil di dunia, berikut caranya:
Selain itu, memang ada cara lain yaitu menggunakan perahu "cepat": hanya enam hari perjalanan dengan Kapal SA Agulhas - tapi masalahnya adalah kapal itu hanya sekali setahun mengarungi perjalanan sejauh 2.810 kilometer, ditambah lagi ruangan dalam kapal sangat terbatas.
Atau, Anda bisa menumpang ke salah satu dari sedikit kapal penangkap ikan yang datang dan pergi. Tidak ada akses pesawat terbang ke sana. Begitulah sulitnya menuju atau meninggalkan Tristan de Cunha.
"Rekan seumur hidup"
Total penduduk yang hidup di Tristan da Cunha adalah 245 jiwa (133 perempuan dan 112 pria - berdasarkan hitungan terakhir). Mereka tinggal di sebuah pemukiman yang bernama Edinburgh of the Seven Seas. Pemukiman ini memiliki kafe, aula acara sosial, kantor pos, dan pub bernama The Albatross.
Ada juga rumah sakit kecil yang cukup modern dan sekolah yang kecil. Kecuali jika meninggalkan pulau, Anda akan segera menyadari bahwa teman di sekolah waktu kecil adalah teman bersama hingga tua dan selama sisa hidup. "Saya tidak akan tinggal di tempat lain," kata Harold Green seperti dirilis BBC.
Seperti Alasdair Wyllie, yang sampai saat ini tinggal dan bekerja di sana sebagai penasihat pertanian, si sini juga kemungkinan besar Anda akan bertemu dengan pasangan, bahkan jauh sebelum Anda memikirkan sebuah pernikahan. Mungkin tidak mengherankan, jika Anda seorang Tristanian, sebutan untuk penduduk lokal, kemungkinan besar Anda akan bangga menjadi keturunan salah satu dari enam nama keluarga di pulau utama: Lavarello, Repetto, Rogers, Swain, Green atau Glass.
Anda bisa melihat bagaimana Inaccessible Island mendapatkan namanya
Hanya ada dua orang penduduk yang tidak lahir di pulau ini, yaitu seorang pria dan seorang perempuan yang bertahun-tahun lalu menikah dengan penduduk pulau dan memutuskan untuk tinggal bersama keluarga baru mereka. Ada juga seorang dokter dan guru yang datang dan pergi bergantian dari Inggris, karena pulau ini masuk dalam Wilayah Luar Negeri Inggris.
Hiburan: Anda bisa mendengar 'rumput tumbuh'. "Sangat sepi di sini, bahkan Anda bisa mendengar rumput tumbuh," kata Harold, yang mencintai kedamaian dan ketenangan kampungnya. "Dan di sini sangat aman, bahkan "tidak ada kunci," tambahnya.
Tetapi, koneksi internet di pulau ini "buruk atau bahkan sangat buruk!". Walaupun ada satu sisi positifnya, yaitu semua panggilan ke luar negeri - saat telepon berfungsi - gratis. Kemudian terdapat juga sebuah jalan yang membawa Anda untuk mengelilingi pinggir pulau sekitar tiga kilometer guna melihat rangkaian ladang kecil yang terlindungi dinding batu dari hembusan angin kencang. Di ladang itu, masyarakat biasanya menanam beberapa sayuran walaupun "kebanyakan kentang," kata seorang mantan penduduk, "dan di musim panas kita bisa pergi ke sana dan menikmati sedikit liburan 'ke luar kota'."
Hiburan kesukaan di sana adalah pesta barbekyu atau disebut braai - sebuah pengaruh dari Afrika Selatan yang lokasinya paling dekat - dan kesempatan terbaik mengelola hasil ternak lokal. Bermain alat musik dan bernyanyi bersama-sama pernah menjadi kehidupan utama masyarakat pulau, tetapi "saat ini kebanyakan mereka lebih suka menghabiskan waktu luang di depan layar," kata Alasdair.
Ada juga pilihan untuk melakukan pendakian dan menikmati keindahan alam di sekitar pulau - yang lebarnya tidak lebih dari 10 kilometer - dan juga bisa menikmati lembah curam dan pegunungan terjal yang berada di 2.062 meter di atas permukaan laut. Nyatanya, hampir tidak ada daerah landai di sini. Dinding batu terjal yang berhadapan langsung dengan serangan ombak laut lepas membentang luas mengelilingi lebih dari dua pertiga garis keliling pulau itu.
'Tempat yang indah, tapi bukan surga'
Pulau Tristan da Cunha
Terdapat satu pulau bernama Nightingale yang menjadi tempat favorit orang Tristan untuk liburan dan berenang karena tidak terlalu berbahaya - arus tidak terlalu kuat dan rendah ancaman dari hiu. Lalu, ada Pulau Inaccessible atau tidak dapat diakses dan Pulau Gough yang berbatu, tempat Afrika Selatan mendirikan pusat stasiun cuaca dan menempatkan beberapa ahli meteorologi yang dirotasi tahunan. "Ada kecenderungan untuk meromantisasi kehidupan pulau," kata Alasdair, tetapi Anda melakukannya atas risiko Anda sendiri, "Memang tempat yang indah, tapi bukan surga."
Selain desiran angin dan suara sapi aneh yang meraung di pulau utama, Anda tidak dapat mendengar suara lain di sini. Satu hal yang mencolok tentang kepulauan ini adalah Anda dapat dikelilingi oleh ribuan burung ke mana pun Anda pergi… namun tidak pernah mendengar satu pun dari mereka berkicau. "Sebuah ironi, begitu banyak burung namun tidak ada kicau burung," kata Alasdair, yang menyebut blognya penguins-and-potatoes.co.uk, untuk menghormati penguin rockhopper yang tak terhitung jumlahnya di pulau itu. Kurangnya predator juga berarti bahwa beberapa burung menjadi tidak dapat terbang, seperti Pulau Inaccessible, salah satu dari banyak spesies endemik khas kepulauan.
Tidak ada buah dan sayuran, tapi banyak lobster
Tinggal di pulau paling terpencil di dunia itu membuat Anda tidak perlu melakukan isolasi - karena letak geografi telah melakukannya dengan baik. Tapi "walaupun tidak ada Covid-19 di pulau bukan berarti kami tidak terkena pandemi," kata penduduk Fiona Kilpatrick. Lockdown di Afrika Selatan membuat kapal yang biasanya membawa barang ke pulau tersebut tidak dapat meninggalkan dermaga di Cape Town. "Rantai pasokan menjadi sangat terdampak akibat Covid," kata Alasdair, yang masih sering menghubungi bekas tetangganya.
"Mereka sudah lama kehabisan buah dan sayuran," tambahnya, "Hal ini biasa terjadi, tetapi kali ini, siapa yang tahu kapan pasokan segar akan dikirimkan dengan situasi saat ini."
Penguin rockhopper utara menyukai pesisir terjal Tristan da Cunha
Yang selalu berlimpah di sini adalah lobster Tristan, spesies lobster lokal batu air dingin yang ditangkap dan dibekukan oleh penduduk pulau, dan bila dapat diekspor, menyumbang 70% pendapatan TDC. Tetapi yang lebih dramatis, efek samping yang tak terduga dari dampak Covid-19 di Tristan da Cunha adalah kelahiran bayi di pulau itu untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. "Sebelumnya, untuk menghindari komplikasi, wanita biasanya melakukan perjalanan ke Afrika Selatan sebelum waktunya untuk melahirkan. Tetapi dengan penutupan Afrika Selatan dan komunikasi dihentikan, bayi tersebut harus dilahirkan di Tristan," kata Alasdair.
Kondisi ibu dan anaknya sehat. Penduduk setempat sangat senang menyambut penghuni baru pulau itu. Pemukim pertama Tristan tiba pada awal 1800-an, dan meskipun populasinya berfluktuasi sejak itu, dalam beberapa dekade terakhir jumlahnya terus menurun. "Selama saya tinggal di sana, 15 orang meninggal karena usia tua, tetapi hanya dua yang lahir," kata Alasdair. "Dengan populasi yang menua dan jumlah yang menyusut, kelahiran ini adalah peristiwa yang sangat bagus."
Lalu ada kabar baik lagi yaitu,"Dari tiga gadis yang dikirim ke Inggris untuk menyelesaikan sekolah menengah, salah satunya akan melanjutkan ke pendidikan tinggi," kata Alasdair. Ini akan menjadikannya sebagai perempuan muda pertama di pulau itu yang kuliah ke universitas (meskipun sebelumnya ada seorang Tristanian lulus melalui pembelajaran jarak jauh).
Jika Anda menghargai keterpencilan dan Anda mungkin tergoda untuk pindah ke sana, berhati-hatilah karena kemungkinan besar Anda tidak akan berhasil. "Majelis Pulau Tristan harus menyetujui siapa pun yang ingin pindah ke sana secara permanen," kata Alasdair, "dan sebagian besar pelamar biasanya ditolak". (*)
Tags : Pulau Tristan da Cunha, Pulau TDC, Pulau Terpencil Tak Terjamah Virus Corona,