Entertaiment   2023/12/12 13:16 WIB

Diskon Besar-besaran Seperti ‘Black Friday’, Mengapa Hanya Berlangsung Satu Kali Setahun?

Diskon Besar-besaran Seperti ‘Black Friday’, Mengapa Hanya Berlangsung Satu Kali Setahun?

‘BLACK FRIDAY’ atau diskon besar-besaran industri ritel Amerika Serikat yang berlangsung pada hari Jumat di akhir bulan November, dulu hanya berlangsung satu kali setahun. Seiring berjalannya waktu, muncul ‘Cyber Monday’, kemudian ‘Cyber Week’, bahkan ‘Black Friday’ lainnya yang bermunculan di bulan-bulan lain, dan tidak lagi hanya pada akhir tahun. Apa yang terjadi?

Black Friday pernah memiliki definisi sederhana, yaitu ajakan berbelanja dalam satu hari ketika pelaku usaha ritel besar seperti Macy's dan Target menawarkan harga terendah sehari setelah perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat.

Namun saat ini, bukan hal yang aneh untuk menemukan toko yang mengiklankan Black Friday jauh sebelum musim belanja liburan dimulai secara tidak resmi.

Beberapa pelaku usaha ritel memulai transaksi mereka beberapa bulan sebelumnya atau memperpanjangnya setelah Black Friday, seperti Cyber Monday, yakni pesta digital yang berfokus pada diskon di lokapasar.

Sesuatu yang awalnya merupakan hari belanja paling terkenal dalam setahun telah berubah menjadi sinonim untuk "acara belanja dengan diskon besar" – bahkan jika itu terjadi pada bulan Juli.

“Black Friday benar-benar merupakan peristiwa besar,” kata David Bassuk , Direktur Pelaksana AlixPartners, sebuah firma penasihat bisnis global yang berbasis di New York. “Namun Black Friday bukan lagi acara satu hari,” ujarnya.

Bagaimana Black Friday membengkak dari satu hari menjadi satu musim penuh?

Para ahli mengatakan hal ini adalah hasil dari upaya pelaku usaha ritel untuk mengalahkan satu sama lain dan untuk menggaet pembeli, terutama di tengah kebangkitan lokapasar, seperti Amazon.

Namun keberhasilan model Black Friday juga berkat ungkapan sederhana, yaitu “harga terendah yang pernah ada” – yang dapat menarik perhatian pembeli paling cerdas sekalipun.
Berkembang menjadi lebih dari satu hari saja

Hari Jumat setelah Thanksgiving di AS masih merupakan salah satu hari belanja terbesar di industri ritel.

Federasi Ritel Nasional Amerika Serikat (NRF) menemukan bahwa sekitar 73 juta orang di negara itu membeli sesuatu di toko fisik pada Black Friday pada tahun 2022.

Para peritel di seluruh dunia telah ikut serta dalam fenomena yang berpusat pada AS ini. Negara-negara seperti Perancis, Afrika Selatan, dan Rusia kini memperingati hari Jumat ketiga bulan November.

Friday berubah menjadi "Cyber Monday", sebuah istilah yang diciptakan oleh NRF pada tahun 2005.

Pelanggan dapat kembali bekerja pada hari Senin setelah akhir pekan Thanksgiving dan terus berbelanja untuk mendapatkan penawaran menarik dari meja kerja mereka.

Konsep intinya tetap sama untuk Black Friday dan Cyber Monday: penawaran yang tidak boleh dilewatkan dalam jangka waktu yang sempit.

Perluasan penjualan Black Friday ke ruang daring telah berhasil bagi pelaku industri ritel. Pada tahun 2022, NRF menemukan 77 juta orang Amerika membeli barang di lokapasar saat Cyber Monday.

Pada tahun 2023 laporan tahunan Adobe Analytics menunjukkan, pembeli diperkirakan menghabiskan sekitar $12 miliar (Rp 186 triliun) untuk pembelian daring di Cyber Monday .

Brad Davis, seorang profesor pemasaran di Universitas Wilfrid Laurier, Kanada, mengatakan bahwa konsumen juga menyukai Cyber Monday: perluasan Black Friday telah membantu menghilangkan tekanan dari pembeli yang ingin mendapatkan penawaran bagus, tapi tidak bersedia atau mampu untuk ikut ramai-ramai melawan orang banyak di sebuah toko fisik.

Pengecer besar juga telah menerapkannya: sebagai versi Black Friday yang berbasis lokapasar, toko-toko tidak perlu menyimpan persediaan barang dagangan dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan pembeli yang mencari diskon.

Maka tidak mengherankan jika Cyber Monday telah berkembang menjadi Cyber Week dan seterusnya.

Martin Qiu, seorang profesor pemasaran di Wilfrid Laurier University, mengatakan acara lokapasar lebih mudah diadakan untuk jangka waktu yang lebih lama. Dan konsumen tertarik pada mereka.

Selain itu, seiring dengan upaya para pengecer besar untuk membuat pembeli membelanjakan lebih banyak uang setiap tahunnya, jangka waktu untuk penawaran menarik ini semakin lama semakin panjang.

“Kenyataannya adalah, semuanya tidak jelas,” kata Neil Saunders , analis ritel dan direktur pelaksana GlobalData Retail, tentang perbedaan antara Black Friday dan Cyber Monday.

"Ini hanya akhir pekan dengan diskon besar."

Black Friday di bulan Juli?

Kini, pengecer besar sudah mulai menggunakan konsep "Black Friday" jauh melampaui liburan musim dingin.

Amazon Prime Day yang didorong oleh diskon besar-besaran, yang berlangsung pada tanggal 12 dan 13 Juli, dengan diulang pada bulan Oktober yang dijuluki 'Prime Big Deal Days', menampilkan jenis semangat, penjualan besar-besaran, dan aktivitas belanja besar-besaran yang sama seperti Black Friday.

Pada tahun 2023, Adobe Analytics menemukan bahwa pembeli menghabiskan $12,7 miliar (Rp196 triliun) pada Prime Day – lebih banyak dibandingkan pembelanjaan Cyber Monday tahun sebelumnya.

Sementara itu, beberapa peritel besar, seperti merek elektronik Best Buy, mempromosikan penjualan musim panas seperti 'Black Friday di bulan Juli' sebagai cara untuk mempertahankan keunggulan mereka sementara pembeli mengejar penawaran Amazon.

Apakah pembeli bosan dengan retorika diskon terus-terusan ini?

Davis mengakui bahwa beberapa orang mungkin menganggap promosi, penawaran, dan transaksi yang terus menerus merupakan hal yang berlebihan, namun bagi sebagian besar pembeli, ini tetap merupakan strategi ritel yang efektif untuk menarik konsumen.

“Promosi,” kata Qiu , “memiliki efek candu seperti narkoba."

Tags : diskon besar-besaran, black friday’ satu kali setahun, ekonomi, teknologi, gaya hidup, e-commerce,