"Pedagang pasar dan Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasional [LKEDNas] menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir adalah yang tertinggi dalam sejarah"
edagang pasar menyebut kenaikan harga beras yang terjadi sejak empat bulan terakhir hingga menyentuh harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium adalah yang "tertinggi dalam sejarah".
Ratusan warga di berbagai daerah rela antre berjam-jam demi bisa mendapatkan beras murah yang digelar pemerintah lewat operasi pasar.
Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasonal [LKEDNas] memperkirakan kenaikan ini akan berlangsung hingga musim panen April 2024. Pasalnya, El Nino menyebabkan musim tanam mundur. Selain itu, produksi padi tahun 2023 turun sekitar satu juta ton.
"Kenaikan harga ini bisa jadi merupakan dampak dari strategi pemerintah yang menyerahkan harga beras ke pasar," kata Koordinator Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa Nasonal [LKEDNas], H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Sabtu (24/2/2024).
Kenaikan harga beras membuat sejumlah warga terpaksa mengurangi pembelian beras dari bulanan menjadi harian.
Seorang ibu di Kota Pekanbaru Jumirah mengaku hanya mampu membeli satu liter beras per hari, alih-alih membeli satu karung per bulan.
Langkah pemerintah mengatasi kenaikan beras
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis [PIHPS[ per 18 Januari 2023 menyebutkan harga beras medium sudah tembus Rp12.800 per kilogram.
Selain itu, harga beras kualitas super I mencapai Rp 14.150 per kilogram. Kemudian beras kualitas bawah I sebesar Rp 11.650 per kilogram. Pada November 2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik [BPS], harga beras mencapai Rp11.877 per kilogram.
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS, Kadarmanto. Menurutnya, harga beras mengalami kenaikan selama dua bulan terakhir.
“Berdasarkan pengamatan kami, memang sejak Desember masih terjadi kenaikan harga dan ini kelihatannya masih akan berlanjut sampai Januari,” ujar Kadarmanto pada Rabu (18/01/2024).
Perum Bulog mengaku sudah menggelontorkan 100.000 ton beras lewat Operasi Pasar yang sudah berjalan sejak tanggal 17 Januari 2022 untuk mengendalikan kenaikan harga tersebut.
Akan tetapi LKEDNas menilai, kenaikan beras seharusnya bisa dicegah dengan pemerintah menyesuaikan harga pembelian pemerintah (HPP) yang dapat dijadikan acuan sehingga pedagang tidak menaikan harga beras di luar batas wajar.
‘Saya sudah ngirit, ngurangi porsi beli beras'
Seperti disebutkan Jumirah yang tinggal di Gang sempit Darul Amal, Pekanbaru mengaku sudah tak mampu lagi membeli sekarung beras seberat 25 kg.
Bahkan, ia terpaksa membeli beras sebanyak satu liter per hari untuk mencoba menyiasati tingginya harga bahan pokok yang sudah menjadi makanan sehari-hari keluarganya.
Warga antre untuk membeli beras medium saat operasi pasar murah.
“Saya dari bulan kemarin jadinya ngirit dan ngurangin porsi. Kerja kan gini-gini juga,” ungkap Junirah.
“Kita keberatan banget, semuanya serba naik.”
Perempuan berusia 50 tahun itu mengatakan bahwa untuk membeli seliter beras kualitas medium, ia pun harus merogoh dalam-dalam koceknya.
Sebab, harga beras yang biasa ia beli sudah melonjak harganya, dari Rp11.000 per liter menjadi Rp13.000.
“Jadi sekarang belinya per liter aja. Yang lima kilo, saya bisa seminggu. Jadi ngirit-ngirit, ngurangin porsi.”
Begitu juga pengakuan Dian, seorang ibu rumah tangga, juga mengurangi porsi nasinya demi mengurangi konsumsi beras di tengah kenaikan harga.
“Kita ngirit-ngirit, aturan biasa masak seliter ya sekarang masaknya setengah liter,” keluh Dian.
Harga sekarung beras, kata Dianti, sudah naik Rp10.000 dari harga normal.
Sebelumnya ia masih bisa membeli satu karung seberat 25 kilogram dengan harga Rp265.000, namun kini harganya naik menjadi Rp276.000.
Dian bertekad menghemat anggaran belanjanya, supaya ia dapat membeli bahan-bahan pokok lain seperti minyak, tahu, dan bawang yang kini harganya mulai naik juga.
“Ya mudah-mudahan turun semua [harganya], biar semuanya nyaman dan enak gitu,” katanya.
Fenomena warga membeli beras dalam porsi yang semakin sedikit juga diamati oleh Randi, pedagang toko sembako dibilangan Pasar pagi Arengka.
Randi mengatakan bahwa langganan mereka, yang biasa membeli sekarung, kini hanya mampu membeli seliter beras setiap kali berkunjung.
“Iya, biasa yang sekarung sekarang paling berapa liter gitu,“ ungkap Randi.
Ia mengatakan hal tersebut wajar saja terjadi karena harga beras pun sudah melambung sejak November hingga sekarang.
“Tiga bulan, ini yang biasa Rp9.000 sekarang Rp10.000. Pandan wangi biasa sekarang Rp14.000.“
Selain itu, ia juga terpaksa menaikkan harga beras jenis pera dari Rp11.000 menjadi Rp13.000 per liter. Karena, harga untuk satu karung 50 kg beras sudah naik dari Rp600.000 menjadi Rp670.000.
Menurut, jenis beras yang mengalami kenaikan harga terbesar adalah jenis pera dan jenis pandan wangi.
Harga untuk sekarung beras berisi 50 kg untuk masing-masing jenis sudah naik mulai Rp100.000 hingga Rp140.000.
Oleh karena itu, ia mengurangi jumlah stok karung beras semenjak harga beras meningkat. Hal ini juga dilakukan imbas warga mulai mengurangi porsi pembelian beras.
“Kalau orang yang dulu beli banyak sekarang biasa dikurang-kurangin. [Mereka] kurangin porsi,” kata Randi.
Pedagang menyiapkan beras untuk pembeli di Pasar.
'Petani belum diuntungkan'
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengatakan petani sama sekali tidak meraup untung lebih dari kenaikan harga beras yang sedang melanda masyarakat.
“Dalam konteks harga sekarang ini, petani belum diuntungkan karena ketika padi-padi dibeli di petani masih rendah, panen besar dan menengah kemarin bahkan ada yang di bawah Rp4.200, di bawah harga pembelian pemerintah,“ ungkap Henry pada wartawan.
Henry menjelaskan bahwa produksi gabah, yakni bahan pangan pokok yang berasal dari padi dan kulitnya digiling menjadi beras, memang sedang rendah pada periode akhir tahun. Hal ini membuat cadangan beras di pemerintah menipis.
“Cadangan pangan pemerintah yang ada di Bulog sangat sedikit, di mana dia ditargetkan 1,2 juta ton dia nggak sampai 1,2 juta ton,“ kata Henry.
Menurut dia, Bulog seharusnya memanfaatkan panen raya pada Maret tahun lalu sampai Juni untuk mengisi gudang mereka. Ia percaya hal tersebut dapat mencegah terjadi stok beras menipis seperti sekarang.
“Panen besar di tahun lalu tidak dimanfaatkan oleh Bulog untuk cadangan pemerintah kemudian beras dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar, mereka yang menentukan kenaikan harga.
“Dan ada kemungkinan diprediksi harga produksi beras juga berkurang maka ya harga beras tetap jadi mahal. Meskipun katanya Bulog sudah mengimpor beras,” ungkap Henry.
Mengapa harga beras selalu naik di akhir tahun?
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kadarmanto, mengatakan harga beras yang mahal di akhir tahun merupakan pola yang selalu terjadi.
Sebab, para petani sedang menanam padi yang akan dipanen pada musim panen raya.
“Nanti harga akan turun saat panen raya, nanti akan turun lagi [harga beras] sampai pertengahan, dan turun lagi musim gaduh, panen gaduh turun. Mulai September ke atas pasti naik tiap tahun,“ ungkap Kadarmanto.
Berdasarkan data BPS terbaru, rata-rata harga beras di penggilingan pada Desember 2022 untuk kualitas premium, medium, dan luar kualitas masing-masing naik sebesar 4,21%, 2,46% dan 2,77%.
Selain itu, laporan BPS menunjukkan sejak Juli 2022 komoditas beras terus mengalami inflasi dengan tekanan yang semakin melemah.
Kadarmanto memperkirakan bahwa harga beras baru akan turun musim panen raya Februari dan Maret nanti, ketika produksi beras sedang tinggi-tingginya.
“Panen raya ini kita prediksi jatuh di bulan Maret paling banyak panen nanti. Januari masih defisit jadi yang produksi masih defisit karena sawah-sawahnya sedang ditanamkan panen jadi nanti akan dipanen Februari atau Maret,“ katanya.
Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dr Muhammad Firdaus, selain siklus panen akhir tahun yang membuat produksi beras sedikit, faktor penyebab naiknya harga beras di pasar adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Kalau BBM naik itu efeknya multiplier. Pasti semua naik. Harga-harga impor lain naik, upah naik kemudian biaya transportasi naik jadi kalau beras itu naik wajar sebetulnya,” tutur Firdaus.
Meski harga BBM sudah lama naik, yakni sekitar Agustus dan September lalu, dampaknya baru muncul dengan kenaikan ongkos transportasi beras dari pegilingan hingga sampai ke pedagang beras.
“Yang jelas sih saya lihatnya bukan dari signifikan penurunan produksi, karena kalau dari sisi produksi padi sejauh ini masih sama dengan waktu-waktu sebelumnya.”
Firdaus mengatakan kenaikan biaya operasional ditambah kurangnya cadangan beras pemerintah inilah yang membuat harga beras semakin mahal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Dampak dari ketersediaan itu memang rutin ya, tiap akhir tahun pasti cadangan beras tipis. Kedua, yang harus ditekankan itu dampak BBM itu pasti juga akan berlaku pada beras, bukan cuma komoditi non-pertanian,” kata Firdaus.
Apa langkah pemerintah untuk mengendalikan harga beras?
Kepala Bagian Humas dan Kelembagaan Perum Bulog, Tomi Wijaya, mengatakan Bulog tengah mensiasati kenaikan harga beras di pasar dengan melakukan operasi pasar mulai 17 Januari 2022.
“Untuk meredam kenaikan harga beras di pasaran, Bulog menggelontorkan secara masif beras operasi pasar, realisasi per tanggal 17 sudah sebanyak 100.000 ton,“ kata Tomi.
Ia menuturkan saat ini kondisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) saat ini sudah mencapai 683.000 ton dari 1,2 juta ton yang menjadi target cadangan beras yang harus dipenuhi Bulog sebelum akhir tahun.
Selain digunakan untuk mengantisipasi masalah keadaan darurat akibat bencana dan kerawanan pangan, CBP juga digunakan untuk mengantisipasi masalah kekurangan pangan dan gejolak harga.
Menurut Tomi, Bulog berencana akan memaksimalkan musim panen raya yang akan datang untuk mencegah stok menipis di kemudian hari.
“Tentunya Bulog akan maksimalkan penyerapan saat panen raya nanti, harapannya semua kebutuhan CBP tahun ini bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.“
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton beras untuk memenuhi cadangan beras guna mengintervensi harga beras yang sedang naik
Namun, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Dr Muhammad Firdaus, menilai upaya tersebut belum cukup untuk menstabilkan harga beras di pasar.
Menurut dia, seharusnya peerintah tidak meneyerahkan harga ke pasar.
“Yang kita khawatirkan adalah harga itu kaku untuk turun, mudah untuk naik. Itu namanya asimetris, asimetris harga itu bisa terjadi misalnya harga itu seperti sekarang ya udah pedagang kaku,
“Makanya lebih baik ada regulasi yang menyebabkan semua orang punya referensi tapi regulasi itu sifatnya tadi mengakomodir fenomena yang ada itu,” ujar Firdaus.
Meski pemerintah sudah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) agar Bulog tetap bisa menyerap beras dari petani, HPP tidak bisa dijadikan acuan oleh pedagang.
Sebab, posisi pedagang memiliki posisi tawar lebih besar dalam menentukan harga pasar dibandingkan petani.
“Itu gunanya regulasi untuk mengatur supaya orang itu ada benchamrking atau ada referensi. nah memang maksudnya HPP menjadi referensi produsen atau pedagang.
"Sehingga nanti dalam menetapkan harga itu tidak sembarangan,” kata Firdaus.
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, mengatakan Kemendag siap melakukan langkah strategis seperti operasi pasar, memantau distributor hingga pedagang guna menjaga stabilitas harga bahan pokok selama periode Ramadan dan Idul Fitri.
Petugas mengecek data warga penerima saat penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Warga antre demi beras murah
Di sejumlah daerah seperti Sumedang, Kota Pekanbaru, Bandung, dan Bekasi di Jawa Barat hingga Probolinggo di Jawa Timur terlihat puluhan ibu-ibu mengantre dan berdesakan untuk mendapatkan beras murah dalam operasi pasar yang dilakukan pemerintah daerah.
Harga beras murah dari Bulog itu dijual seharga Rp51.000 per kemasan lima kilogram atau setara dengan Rp10.200 perkilogram.
Di Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, misalnya, setiap warga harus menunjukkan KTP sebelum membeli beras dan pembeliannya dijatah.
Lilis (48 tahun) salah satu warga mengaku tidak kebagian beras di pasar murah gara-gara terlambat datang.
"Tadi pagi sudah ke sini, tapi antrenya panjang. Jadi pulang dulu. Sekarang baru balik lagi ternyata sudah habis," ujar Lilis.
Seorang ibu rumah tangga di Kota Bandung bahkan pingsan karena tak kuat menahan panas dan kelelahan setelah berdiri dalam antrean panjang.
Perempuan bernama Ayi itu tak sadarkan diri setelah mengantre selama 2,5 jam di Perumahan Mustika Hegar Regency pada Senin (19/02) lalu.
Ibu rumah tangga lainnya, Rohaeti juga mengeluhkan hal yang sama. "Pusing, kepanasan, dari belakang sudah tidak kuat. Mau pulang lagi susah kan... tanggung," ucapnya.
Berapa harga beras saat ini?
Sekjen Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), Ngadiran, mengatakan kenaikan harga beras terjadi sejak empat bulan lalu.
Semula harga beras medium Rp9.000-Rp10.000 per kilogram. Harga naik pelan-pelan hingga sekarang pada Rabu (21/02) menyentuh angka Rp13.000-Rp14.000 per kilogram.
Sedangkan beras premium, sebelumnya berada di kisaran Rp12.000-Rp14.000 per kilogram. Namun merangkak terus sampai di harga Rp17.000-Rp18.000 per kilogram.
Adapun untuk harga sekarung beras medium kini sudah Rp700.000 di pasar induk dan beras premium sekarungnya Rp800.000.
"Sebelum kenaikan beras medium sekarung atau isi 50 kilogram itu Rp485.000, paling mahal yaitu Rp500.000," ujar Ngadiran.
Ngadiran berkata sepanjang 40 tahun lebih berdagang di pasar induk, kenaikan harga beras pada tahun ini adalah yang paling tinggi.
"Ini kenaikan paling tidak jelas, tidak bisa diduga."
Dampaknya pun terasa, pembeli dari kalangan ibu rumah tangga berkurang dan kalaupun membeli pasti lebih sedikit dari sebelumnya.
"Kalau dulu beli bisa 10 liter, sekarang cuma lima liter paling banyak."
Wani, seorang ibu rumah tangga warga Kota Pekanbaru, mengatakan kenaikan harga beras saat ini disebutnya tidak masuk akal.
"Dalam kurun waktu seminggu itu, beras bisa naiknya sampai dua kali kenaikan. Ini sangat tidak masuk akal karena notebene negara kita negara agraris," keluhnya.
Kata dia, meski harga beras naik bagaimanapun tetap harus membeli juga, karena merupakan kebutuhan pokok.
"Kalau di keluarga saya sendiri tidak mengurangi kebutuhan nasinya. Untuk menyiasatinya biasanya kita beli beras dengan kualitas premium ya misalnya, kita membeli dengan grade-nya yang dikurangi dikit," ujarnya.
"Atau kalau nggak kita bisa mengaturnya dengan memilih membeli lauk yang lebih murah. Saya begitu sih kalau menyiasatinya," lanjut Wani.
Seorang pedagang nasi goreng, Kadri, juga mengakui bahwa dirinya sangat merasakan kenaikan harga beras saat ini dan berakibat langsung pada penurunan penghasilannya.
"Harganya [dagangannya] tetap. Nanti kalau naik kan kasihan pelanggan. Ya penghasilan [saya] jadi berkurang," ujarnya.
Kadri melanjutkan setahun yang lalu, harga beras untuk bahan nasi goreng dia membeli yang per kilogramnya Rp14.000. Sekarang harganya naik menjadi Rp16.500 sampai Rp17 ribu.
"Harga makanan pokok seperti telur dan cabai juga naik. Ya semoga bisa distabilkan lagi harganya. Jangan terlalu mahal," harapnya kepada pemerintah.
Pedagang makanan warung Pecal Lele dibilangan Jalan Adi Sucipto Pekanbaru, Muhammad Idris, bercerita heran dengan kenaikan bahan pokok saat ini.
Biasanya, kata dia, naiknya harga bahan pokok yang begitu tinggi terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Tapi kali ini, belum Ramadan sudah naik.
"Dibilang masuk akal ya aneh, tidak masuk akal tapi nyatanya juga begitu. Bagaimana ya... enggak tahu juga," katanya penuh heran.
Meski harga-harga naik, Ibrizi belum berpikir untuk menaikkan harga makanan di warungnya. Dia hanya mengurangi belanja untuk menekan harga produksi.
Kalau dalam sehari memasak untuk jualan menghabiskan 15 kilogram beras dan dua kilo cabai. Untuk pengetatan produksi, dia mengurangi jumlah penggunaan cabai menjadi 1,5 kilogram, dan mengganti jenis beras yang harganya di bawah Rp17.000 dengan kualitas yang tetap sama.
"Sementara ini masih sama, tidak saya naikkan harganya," katanya.
Sebagai pelaku bisnis, Muhammad Idris berharap harga bisa stabil dan barangnya tersedia. Namun kalau harga terus naik, dia mengaku akan ikut menaikkan harga jual di warungnya.
"Kalau masih naik lagi, berat... Ini saja sudah ada perubahan jenis beras yang saya gunakan, kalau enggak begitu enggak masuk harga produksinya," kata Muhammad Idris untuk menyiasati tingginya harga beras.
Apa penyebab harga beras naik?
Beras Pandan Wangi
Presiden Joko Widodo mengatakan harga beras meroket gara-gara adanya perubahan iklim yang membuat sejumlah wilayah harus mengalami gagal panen.
Kata Jokowi, kondisi ini hampir terjadi di seluruh negara di dunia.
"Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya naik," kata Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Tapi sejumlah pengamat menilai pernyataan tersebut tak sepenuhnya benar. Sebab di negara lain seperti Thailand dan Vietnam tak mengalami kekurangan beras.
Ahli pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, mengatakan salah satu penyebab kenaikan harga beras karena produksi padi turun pada tahun 2023 akibat El Nino.
Ia menjelaskan, pada 2023 produksi padi turun sekitar satu juta ton karena luas panen yang turun signifikan sekitar 300.000 hektare.
Penyebab lain, adalah ekonomi beras global. Pada Juli tahun 2023, katanya, India melarang ekspor beras karena pertimbangan politis di mana Perdana Menteri Narendra Modi tengah menghadapi pemilu pada 2024.
Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, sependapat. Hanya saja dia menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.
"Implementasi dari kemarin jor-joran bansos juga berpengaruh. Sebagian ada yang ditarik ke premium untuk dicampur dengan beras medium untuk dijadikan bansos," jelasnya kepada media.
"Situasi ini yang memicu harga naik dan [beras] premium jadi langka di pasaran," sambung Said sambil menambahkan bahwa cadangan beras pemerintah juga disebut tak cukup banyak di akhir tahun.
Said Abdullah mengatakan jika ketersediaan beras premium tidak diantisipasi dari sekarang maka konsumen yang dari kelas menengah atas ini akan bergeser mengonsumsi beras medium.
Imbasnya maka beras medium akan ikut langka. "Karena numpuk di situ konsumsinya, berat di medium," imbuhnya.
"Apalagi asumsinya bansos pangan tidak diteruskan karena selesai setelah kegiatan politik. Ini jadi berat di kelompok menengah ke bawah, akan jadi masalah baru."
Itu mengapa dia mengusulkan kepada pemerintah agar segera merelaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium agar tidak mengganggu segmentasi di kelas menengah bawah.
Saat ini HET beras medium berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram dan beras premium antara Rp13.000-Rp14.000 tergantung zona masing-masing.
Sementara untuk menjaga stabilitas beras medium, Said menyarankan agar cadangan beras milik Bulog dilempar dalam bentuk operasi pasar secepatnya.
Terutama di wilayah-wilayah yang kebutuhannya besar serta ke keluarga petani di pedesaan.
Selain itu, sisa kuota impor beras dari komitmen akhir tahun lalu perlu didorong untuk segera masuk ke dalam negeri demi menjaga ketersediaan stok.
Sebab pemerintah harus mengantisipasi stok beras jelang Idulfitri yang rata-rata konsumsinya naik 1 sampai 1,5 kali.
"Kalau situasi ini tidak diberesin, ada pretensi dimainkan kelompok tertentu demi menjaga ketidak-ajegan situasi politik."
"Karena beras ini jadi instrumen yang bisa dimainkan untuk menciptakan situasi chaos. Ini kan tidak kita inginkan."
Harga beras mulai mahal membuat terasa memberatkan bagi warga berpenghasilan rendah.
Apa solusi pemerintah?
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah akan terus menggelontorkan beras SPHP (Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan) guna menjaga stabilitas harga beras nasional.
Dia menjamin, beras murah ini memiliki kualitas bagus dan tidak kalah dengan beras premium.
Beras SPHP sambungnya, dijual kisaran Rp10.900-Rp11.000 perkilogram dan akan dijual di pasar tradisional maupun ritel modern.
Zulhas juga berkata, harga beras premium masih akan bergerak naik karena beras lokal premium masa panennya bergeser akibat El Nino.
Masa panen raya itu diperkirakan jatuh pada bulan April-Mei atau mundur dibandingkan tahun lalu yang jatuh pada Januari-Maret.
Itu sebabnya, pemerintah akan meningkatkan distribusi beras program SPHP dari sebelumnya 100.000 ton per bulan kini naik menjadi 250.000 ton tiap bulan.
Adapun soal ketersediaan stok beras menjelang puasa dan Lebaran dipastikan aman.
"Menjelang Ramadan dan Lebaran, ketersediaan beras tidak masalah, berasnya banyak. Kita punya stok beras Bulog 1,4 juta ton," tutur Zulhas seperti dilansir Detik.com.
Rencananya pada tahun ini, pemerintah pun membuka opsi mengimpor 2 juta ton beras dari Thailand.
Tapi Ayip Said Abdullah mewanti-wanti agar impor beras itu tak merusak panen raya petani yang diperkirakan bulan April-Mei.
"Karena dilematis, mending enggak usah kalau datangnya [beras] pas jelang panen. Harapannya ingin pulih, tapi menjatuhkan harga kan besar risikonya."
Beras program Stabilisasi Harga dan Pasokan Pangan (SPHP) di salah satu pusat perbelanjaan.
'Kenaikan harga beras akibat imbas dari bansos'
Kembali disebutkan H. Darmawi Wardhana Zalik Aris mengungkap biang kerok kenaikan harga beras. Ia menganggap bahwa kenaikan harga beras tidak ada sangkut pautnya dengan bantuan sosial alias bansos.
Harga beras sejauh ini mengalami kenaikan. Berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras kualitas premium terpantau naik 1,21% menjadi Rp15.940 per kilogram.
Harga beras kualitas medium turun tipis 0,36% menjadi Rp13.880 per kilogram, hingga Selasa (13/2/2024) pukul 09.09 WIB.
Adapun harga beras masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No.7/2023 sebesar Rp10.900-Rp11.800 per kilogram untuk beras medium dan Rp13.900 - Rp14.800 per kilogram untuk beras premium.
Menurut Darmawi Wardhana yang juga sebagai Direktur Investigation Corruption Indonesian [ICI] menilai, penyebab kenaikan harga beras bukan berarti imbas dari bansos yang dibagikan pemerintah, karena bansos yang diberikan tidak semua berupa beras.
"Tidak bisa ditarik langsung karena bansos. Bansos kan tidak semuanya dalam bentuk barang berupa beras. Sebagian besar justru berupa uang, transfer tunai," katanya
Dia menjelaskan bahwa pemberian beras bansos dari pemerintah kepada masyarakat tidak bisa dipastikan menjadi salah satu penyebab kenaikan harga beras saat ini.
"Tidak bisa dipastikan. Kalau penerima berbagai bansos dan jaring pengaman sosial itu bersamaan beli beras dalam jumlah besar tentu ada dampaknya. Tapi siapa yang bisa memastikan itu," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa memang produksi beras domestik saat ini terbatas karena masih paceklik, dan panen kembali mungkin akan terjadi pada April 2024.
"Produksi beras domestik memang lagi terbatas. Saat ini masih paceklik. Kira-kira sampai April. Panen besar kemungkinan baru akhir April atau awal Mei 2024," ujarnya.
Sejumlah pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog.
Menurutnya, tentu kenaikan harga beras tersebut memang krusial, karena Maret akan ada Bulan Ramadan dan April ada Idulfitri bagi umat Islam.
"Penting buat pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga potensial naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan berdampak ke soal sosial-politik," ucapnya.
Kemudian dia menjelaskan, jika merujuk data BPS, produksi Januari-Februari 2024 masih kecil. Produksi 2 bulan itu masih kurang 2,8 juta ton untuk menutupi kebutuhan konsumsi di 2 bulan tersebut.
Dia menyatakan bahwa produksi di Maret lumayan besar, sehingga diperkirakan akan ada suprlus 0,97 juta ton beras, tetapi surplus ini dipastikan akan jadi rebutan banyak pihak.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa panen di April akan bernasib sama, akan jadi rebutan banyak pihak. Terutama untuk mengisi jaring-jaring distribusi yang berbulan-bulan kering kerontang karena paceklik.
Seperti diketahui, mayoritas bahan pangan hari ini terpantau mengalami kenaikan harga, seperti salah satunya beras. Beras juga terpantau mengalami kelangkaan di beberapa daerah di Indonesia. (*)
Tags : pangan, bisnis, ekonomi, pertanian, inflasi, biaya hidup, keamanan pangan, perdagangan, harga beras, warga keluhkan harga beras naik, sorotan, riaupagi.com,