Linkungan   2023/01/13 18:15 WIB

Ilmuwan Memperingatkan Tahun 2023 Bisa Lebih Hangat, 'karena Fenomena Iklim El Nino dan La Nina'

Ilmuwan Memperingatkan Tahun 2023 Bisa Lebih Hangat, 'karena Fenomena Iklim El Nino dan La Nina'

LINGKUNGAN - Data terbaru menunjukkan bahwa 2022 adalah tahun terpanas kelima di Eropa yang pernah tercatat. Tetapi para ilmuwan memperingatkan bahwa 2023 bisa menjadi lebih hangat karena fenomena iklim yang disebut La Nina, yang menurunkan suhu global, akan segera berakhir.

Apa itu La Nina?

La Niña adalah bagian dari fenomena iklim yang disebut sebagai sistem El Niño Southern Oscillation (ENSO).

El Nino dan La Nina menyebabkan situasi yang berlawanan, dan keduanya berperan signifikan mengubah cuaca di seluruh dunia.

Selama beberapa tahun terakhir, dunia mengalami periode La Nina berturut-turut, yang menurunkan suhu dan menyebabkan hujan lebat di Kanada dan Australia.

Saat La Nina, angin berhembus lebih kencang dari biasanya di sepanjang Khatulistiwa di atas Samudra Pasifik, dari Amerika Selatan menuju Asia.

"Angin pasat" ini membuat air hangat berkumpul di lepas pantai Asia, sehingga menaikkan permukaan air laut. Sementara di sisi timur, dekat Amerika, kondisi itu menyebabkan air dingin naik ke permukaan.

Sedangkan saat El Niño yang terjadi adalah sebaliknya. Angin pasat yang lebih lemah menyebabkan air hangat kembali mengalir ke Amerika, sehingga lebih sedikit air dingin naik ke permukaan.

Fenomena ini pertama kali diamati oleh nelayan Peru pada tahun 1600-an.

Mereka memperhatikan bahwa air hangat tampaknya memuncak di sekitar Amerika pada bulan Desember, lalu menjulukinya "El Niño de Navidad" yang berarti Anak Kristus dalam bahasa Spanyol.

Bagaimana El Nino dan La Nina memengaruhi cuaca?

Setiap kejadian El Nino atau La Nina tidaklah sama, tetapi para peneliti telah memetakan bahwa keduanya memiliki dampak-dampak yang khas:

Temperatur

Suhu global meningkat sekitar 0,2 derajat Celcius selama periode El Nino, dan turun sekitar 0,2 derajat Celcius selama La Nina.

Itu terjadi karena El Nino membuat air yang lebih hangat menyebar lebih jauh dan lebih dekat ke permukaan.

Kondisi itu menyebabkan lebih banyak panas dilepaskan ke atmosfer, menciptakan udara yang lebih basah dan lebih hangat.

2016, yang merupakan tahun terpanas dalam sejarah, merupakan tahun El Nino.

Pada 2020-2022, belahan bumi utara mengalami tiga episode La Nina berturut-turut.

Meskipun La Nina terjadi beruntun tiga kali, data dari layanan pemantauan iklim Uni Eropa menunjukkan bahwa 2022 merupakan tahun terpanas kelima secara global.

"Suhu rata-rata global selama tiga tahun terakhir telah mendekati rekor, tapi itu mungkin saja menjadi lebih tinggi lagi tanpa efek pendinginan dari La Nina yang berkepanjangan," kata Profesor Adam Scaife dari Badan Meteorologi Inggris, Met Office.

Kenaikan suhu 0,2 derajat Celcius akan akan berkontribusi pada sekitar 20% kenaikan suhu global yang sudah terjadi akiabt perubahan iklim.

Met Office memperkirakan La Nina akan berakhir pada akhir tahun ini, "meningkatkan kemungkinan suhu global menjadi lebih tinggi lagi".

Perubahan curah hujan

Selama El Nino terjadi, air yang lebih hangat mendorong arus udara kuat (jet stream) Pasifik lebih jauh ke selatan dan timur melintasi Amerika.

Ini memicu cuaca yang lebih basah di negara-negara bagian selatan AS dan Teluk Meksiko, sementara di AS bagian Utara dan Kanada menjadi lebih kering.

Asia, Australia, dan Afrika Tengah dan Selatan biasanya mengalami kekeringan.

Tetapi ketika La Nina, yang terjadi justru sebaliknya: kekeringan di AS bagian selatan, hujan lebat di Kanada dan Asia.

Pada Oktober 2022, Australia mengalami rekor curah hujan tertinggi dan banjir yang dipicu oleh La Nina.

Badai tropis

Ketika La Nina terjadi, ada lebih banyak badai di wilayah Atlantik, sehingga memengaruhi FLorida dan negara-negara bagian selatan AS lainnya. Tetapi, La Nina menyebabkan lebih sedikit badai tropis di Pasifik.

Sementara ketika El Nino, yang terjadi adalah sebaliknya.

Seberapa sering ini terjadi?

El Nino dan La Nina rata-rata terjadi setiap dua hingga tujuh tahun, dan biasanya berlangsung selama sembilan hingga 12 bulan.

Kedatangan mereka tidak selalu bergantian. Biasanya, La Nina lebih jarang terjadi dibandingkan El Nino.

Bagaimana fenomena ini memengaruhi kita?

Cuaca ekstrim yang disebabkan oleh El Nino dan La Nina dapat memengaruhi infrastruktur, sistem pertanian, dan energi di seluruh dunia.

El Nino yang terjadi pada 2014 hingga 2016 menyebabkan kekeringan di Kanada dan Asia, yang berujung terjadinya gagal panen dan merusak ketahanan pangan lebih dari 60 juta orang, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.

Selama El Nino, air dingin yang naik ke permukaan lepas pantai Amerika berkurang, yang akan membawa nutrisi dari dasar lautan.

Itu berarti semakin sedikit makanan yang tersedia untuk spesies di lautan seperti cumi-cumi dan salmon, yang berujung mengurangi stok bagi nelayan-nelayan Amerika Selatan.

Apakah perubahan iklim memengaruhi El Nino dan La Nina?

Pada 2021, para ilmuwan iklim PBB, IPCC, mengatakan bahwa La Nina dan El Nino yang terjadi sejak 1950 lebih kuat dibanding yang diamati pada tahun 1850-1950.

Namun disebutkan pula bahwa bukti-bukti sejarah berupa cincin pohon, terumbu karang dan catatan sedimen menunjukkan bahwa frekuensi dan kekuatannya bervariasi sejak tahun 1400-an.

IPCC menyimpulkan tidak ada bukti yang jelas bahwa perubahan iklim memengaruhi peristiwa El Nino maupun La Nina. (*)

Tags : Fenomena Iklim, Perubahan iklim, Tahun 2023 Bisa Lebih Hangat, El Nino dan La Nina,