Internasional   2022/10/26 10:28 WIB

Sejak Ditinggal Ratu Elizabeth Jurang Resesi Sudah Kelihatan, 'Sekarang Era Penghematan Ketat'

Sejak Ditinggal Ratu Elizabeth Jurang Resesi Sudah Kelihatan, 'Sekarang Era Penghematan Ketat'

LONDON -- Inggris menghadapi era penghematan yang lebih ketat daripada saat krisis keuangan 2008 silam. Sejak Ratu Elizabeth II meninggal dunia kondisi resesi mulai tampak.

Mantan Gubernur Bank of England Mervyn King, menyatakan, setiap orang akan dituntut membayar pajak yang jauh lebih tinggi untuk mendanai pengeluaran publik.

Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt telah membatalkan hampir semua pemotongan pajak yang diumumkan oleh pemerintahan Liz Truss.

"Pemerintah akan mengambil keputusan sulit yang diperlukan untuk memastikan ada kepercayaan dan keyakinan dalam keuangan nasional kita," kata Hunt dilansir BBC, Ahad (23/10).

King mengatakan publik harus mengetahui kesulitan yang dihadapi negara. Untuk mengimbangi belanja publik yang tidak menurun, menurut King, pajak harus naik untuk mengisi kesenjangan yang ada saat ini.

"Yang dibutuhkan adalah pemerintah benar-benar akan memberi tahu dengan jujur ​​bahwa ada penurunan standar hidup nasional sebagai dampak dukungan atas Ukraina dan menghadapi Rusia," kata King.

Setelah krisis keuangan 2007-2008, ketika sektor perbankan hampir runtuh, pemerintah memutuskan untuk memangkas pengeluaran publik. Pemotongan tersebut menjadi yang paling tajam sejak akhir Perang Dunia Kedua.

Menurut King, kebijakan serupa akan sangat sulit diterapkan saat ini, kecuali pemerintah harus menaikkan pajak lebih tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga masih menjadi tantangan.

Krisis yang mengerikan

Krisis ekonomi masih terus menghantui kehidupan warga Inggris. Mahalnya biaya hidup bahkan membuat kalangan muda memutuskan untuk mengambil jalan penuh "risiko".

Fenomena banyaknya mahasiswa kurang gizi bukanlah hal baru. Dalam laporan ITV News, dikutip Rabu (12/10/2022), pantauan National Union of Students menemukan bahwa seperempat siswa juga rela berhutang, menggunakan kartu kredit hingga menggunakan skema "beli sekarang dan bayar nanti" hanya untuk makan.

Sebagian lain, sekitar 6% mengambil pinjaman bank untuk menyelesaikan pendidikan. Sementara 8% lain meminta bantuan darurat ke sejumlah pihak berwenang.

Namun bukan hanya itu. Terungkap pula sejumlah mahasiswa beralih ke cara ekstrim untuk membayar tagihan.

Scarlett misalnya. Mahasiswi ini, akhirnya memutuskan menjadi seorang pekerja seks komersial (PSK), demi mendapat penghasilan tambahan yang menurutnya sangat penting.

Menurutnya, sebenarnya banyak siswa lain yang tertarik menjadi PSK sepertinya. Mereka, tegasnya, banyak bertanya tentang bagaimana memasuki industri tersebut.

"Orang-orang yang mengagungkannya di internet telah membuat banyak orang bertindak seperti, 'oh, bukankah ini mudah dan menyenangkan dan glamor ... saya akan minum banyak sampanye dan menghasilkan banyak uang'," katanya di laman tersebut.

"Tapi sekarang, apa yang mendasari mereka berubah menjadi sepert, 'saya sangat perlu membayar sewa saya'," tambahnya menceritakan mengapa banyak mahasiswa menjadi PSK.

Banyaknya warga Inggris yang beralih profesi menjadi PSK sebenarnya bukanlah hal baru. Ini terjadi sejak musim panas lalu.

Setidaknya hal ini dimuat English Collective of Prostitution, sebagaimana dimuat Sky News. Pada Juni hingga September, ada tambahan 1/3 perempuan menjadi PSK.

"Krisis biaya hidup sekarang mendorong wanita menjadi pekerja seks dengan berbagai cara. Apakah itu di jalan, di tempat atau online," kata Juru Bicara Niki Adams.

"Secara keseluruhan apa yang kami lihat adalah orang-orang datang ke pekerjaan itu dari tempat yang putus asa," ungkapnya.

Hal sama juga diakui lembrava pekerja seks MASH. Lebih banyak perempuan yang menghubunginya untuk menjadi PSK demi bisa hidup dan mendapatkan tempat tinggal.

"MASH berdiri selama 30 tahun dan kami khawatir kami mulai kembali berhubungan dengan perempuan yang sebenarnya sudah lepas dari bidang pekerja seks bertahun-tahun lalu," katanya.

"Jelas bahwa kesulitan finansial mereka membuat perempuan memiliki opsi yang terbatas," tambahnya lagi.

Inggris sendiri mencatat inflasi 9,9% pada Agustus. Ini merupakan rekor selama 40 tahun terakhir akibat meroketnya tagihan energi warga karena dampak perang Rusia-Ukraina, yang memperburuk krisis biaya hidup masyarakat.

Di Jurang Resesi

Sementara itu, ekonomi Ekonomi Inggris menyusut pada Agustus 2022 ini. PDB kerajaan berkontraksi alias negatif 0,3%.

Ini terungkap dalam pernyataan resmi yang diriliş Biro Statistik Nasional (ONS) Rabu ini. Ekonomi menyusut setelah sebelumnya mencapai 0,1% pada Juli.

"Ekonomi menyusut pada Agustus dengan produksi dan jasa jatuh kembali," tegas Kepala Ekonom ONS Grant Fitzner, dikutip AFP.

Layanan konsumen mengalami kontraksi sebesar 1,8%. Penurunan terbesar terjadi untuk olahraga, hiburan dan rekreasi.

Hal ini diyakini telah membawa Inggris ke awal jurang resesi. Resesi secara mudahnya, berarti ekonomi negatif dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

"Tekanan berkelanjutan pada keuangan rumah tangga terus membebani pertumbuhan, dan kemungkinan telah menyebabkan ekonomi Inggris memasuki resesi teknis dari kuartal ketiga tahun ini," kata kepala ekonom di KPMG UK, Yael Selfin, dikutip Reuters.

Hal sama juga dikatakan kepala ekonom Inggris di konsultan penelitian Pantheon Macro, Samuel Tombs. Data Agustus menandai tren penurunan hingga tahun depan.

"Kombinasi dari pukulan berkepanjangan terhadap pendapatan riil dari pembiayaan kembali hipotek, kelambatan yang biasa terjadi antara perubahan sentimen perusahaan dan keputusan pengeluaran, dan kendala yang sekarang dihadapi pembuat kebijakan makro menunjukkan bahwa resesi tidak akan berakhir paling cepat 2023 akhir," tambahnya. (*)

Tags : krisis ekonomi inggris, pajak inggris, krisis keuangan, ekonomi inggris, era penghematan ketat, liz truss,