PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Sedikitnya 273 perusahaan perkebunan kelapa sawit di 12 kabupaten kota se-Provinsi Riau saat ini beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha [HGU].
"273 perusahaan sawit beroperasi tanpa HGU di Riau diperkirakan sudah mengemplang pajak."
"Ratusan perusahaan tersebut diperkirakan masih menguasai lahan yang tak memiliki izin HGU bahkan ada pula memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 1,739,300.85 hektare (Ha), tetapi bagaimana bisa masih melabrak aturan," tanya Ketua Umum [Ketum] Nasional Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST), Ir. Marganda Simamora SH M.Si, Rabu (6/3/2024).
Untuk itu dia berharap kepada Pj Gubri SF Hariyanto bisa menuntaskannya, agar yang tak memiliki HGU artinya tidak membayar pajak, akibatnya timbul kerugian negera diperkirakan ratusan triliun rupiah.
"273 perusahaan sawit beroperasi di Riau masih kangkangi aturan hingga berakhir kerugian negara ratusan triliun rupiah."
Marganda Simamora mencontohkan kasus yang terjadi pada PT Duta Palma Group, "dari hasil pemeriksaan oleh Kejagung pada Surya Darmadi bisa ditarik kerugian negara."
Jadi INPEST mendukung langkah Pj Gubri menuntaskan 273 perusahaan yang masih ditenggarai bermasalah dari perizinan tetapi masih beroperasional hingga menimbulkan kerugian negara sejak lama.
Menurutnya, dari luas perkebunan 1,7 juta ha lebih tersebut, baru 145 perusahaan perkebunan sawit yang mengantongi HGU atau baru 53 persen, dengan luas lahan 992.992,02 ha atau baru 57 persen, sisanya 128 perusahaan ternyata tanpa memiliki izin HGU.
"Untuk itu Pj Gubri SF Hariyanto perlu membentuk tim untuk menindaklanjuti persoalan tersebut, Tim Satgas kemarin [sebelumnya] tidak berhasil," kata dia.
"Pemprov Riau harus komit menertibkan perusahaan kelapa sawit tanpa HGU," kata Gada Mora lagi.
Namun pendukung Capres Nomor Urut tiga [Ganjar Pranowo] itu mengingatkan, jangan sampai apa yang diungkapkan kalau perusahaan kelapa sawit tanpa HGU yang beroperasi di Riau itu hanya terkesan pencitraan.
"Kalau hanya sekedar bicara kesannya hanya pencitraan," ucapnya.
Sebelumnya DPRD Riau terutama komisi II, siap memberikan data jika diperlukan oleh Pemprov Riau.
"Dulu DPRD Riau sudah membuat Pansus soal HGU ini datanya ada sama pihak dewan bisa diambil datanya."
"Kita hormat dengan langkah pak Gubri [terdahulu] ini dan saya yakin beliau mampu berbuat untuk masyarakat tempatan yang selama ini tak diperhatikan oleh perusahaan perkebunan," ujar Marganda.
Sementara Pj Gubri SF Hariyanto dikonfirmasi lewat ponselnya tak menjawab.
Tetapi kembali disebutkan Marganda Simamora yang menyikapi polemik kebijakan pemutihan perusahaan sawit ilegal di Riau ini, menurutnya, praktik buruk pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup semakin nyata dipraktikan.
"Kebijakan disusun untuk memuluskan serangkaian aktivitas yang ilegal menjadi legal, jadi terkesan adanya jebakan batmen."
"Hal ini terlihat dalam agenda pemutihan kebun kelapa sawit yang terlanjur ditanam di dalam kawasan hutan seluas 3,3 juta hektar di seluruh Indonesia," kata dia.
Pemerintah, sebutnya, menunjukkan betapa minimnya komitmen negara untuk melindungi lingkungan hidup, memberantas kejahatan lingkungan hidup, memberantas korupsi, dan menempatkan keberpihakannya kepada rakyat.
"Kebijakan yang dikeluarkan bahkan melindungi kejahatan lingkungan berulang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit."
Menurut Marganda Simamora yang juga sebagai Ketua Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] ini pada [2019] terdapat total luas sekitar 3.118.804 hektar tanaman kelapa sawit yang ditanam di dalam kawasan hutan di Indonesia.
Setengahnya merupakan milik perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mana terdapat lebih dari 600 perusahaan yang masing-masing mengusahakan lebih dari 10 hektar di dalam kawasan hutan.
Lebih jauh, sawit tersebut ditanam di atas lahan hutan dengan fungsi sebagai hutan konservasi dan lindung dengan luasan berturut-turut mencapai 90.200 hektar dan 146.871 hektar.
Data tersebut turut mengidentifikasi 25 besar grup anggota RSPO berdasarkan total luas kelapa sawit yang ditanam di dalam kawasan hutan.
Sepuluh grup teratas yang menanam sawit di dalam kawasan hutan adalah Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.
Jadi Marganda menilai, perkebunan sawit ilegal menjamur di berbagai wilayah–termasuk di kawasan hutan yang menjadi area lindung dan konservasi–karena buruknya tata kelola oleh pemerintah, tidak adanya transparansi, dan lemahnya penegakan hukum. Bukannya memperbaiki hal tersebut, pemerintah justru melakukan pemutihan sawit ilegal di kawasan hutan. Kebijakan ini jelas tidak berpihak kepada lingkungan serta masyarakat adat dan masyarakat tempatan yang terdampak, melainkan ditengarai menguntungkan oligarki sawit di lingkaran kekuasaan. (*)
Tags : Independen Pembawa Suara Transparansi Marganda Simamora, INPEST Dukung PJ Gubri, Kepemimpinan SF Hariyanto, INPEST Sorot 273 Perusahaan Sawit, Riau, Perusahaan Sawit Tanpa HGU, Lingkungan,