PEKANBARU - Empat hari jelang berakhir masa jabatan Gubernur Riau Edy Natar Nasution belum juga ada kepastian.
Apakah Edi Natar Nasution akan menjabat sampai 31 Desember 2023 atau diperpanjang hingga 20 Februari 2024?
Sebab hingga saat ini Pemprov Riau belum menerima surat resmi dari pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) terkait masa jabatan gubernur Riau Edi Natar Nasution.
Terkait kapan masa jabatannya berakhir, Edi Natar Nasution enggan menanggapinya.
"Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya," kata Gubri Edy Natar.
Sementara Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Riau Elly Wardhani, Rabu 27 Desember 2023 mengatakan, surat resmi dari Kemendagri tersebut mereka perlukan karena sebelumnya gugatan beberapa kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan dikabulkan.
“Kami masih menunggu surat resmi dari pihak Kemendagri,” katanya.
Dijelaskan Elly, jika mengacu pada keputusan sebelumnya, kepala daerah yang dilantik pada 2019 maka masa jabatannya akan berakhir pada 31 Desember mendatang.
Baru setelah itu pemerintah pusat akan menunjuk Penjabat (Pj) kepala daerah untuk mengisi posisi kepala daerah.
“Namun jika mengacu pada putusan MK terkait gugatan kepala daerah itu, bisa saja masa jabatan Gubernur Riau hingga 20 Februari 2024 atau 5 tahun masa jabatan,” sebutnya.
Setelah nantinya masa jabatan tersebut habis, maka baru selanjutnya pemerintah pusat akan menunjuk PJ kepala daerah atau Pj Gubernur Riau hingga nantinya ada kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak 2024.
“Jadi di Riau tetap akan ada Pj gubernur, karena untuk mengisi posisi kepala daerah dari berakhirnya masa jabatan gubernur hingga Pilkada 2024,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan 7 kepala daerah yang keberatan masa jabatannya dipaksa selesai lebih cepat berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Masa jabatan mereka berakhir lebih cepat, karena adanya Pilkada Serentak 2024 pada bulan November.
Gubri Edi Natar Nasution seharusnya mengakhiri tugasnya pada 31 Desember 2023, namun sejak adanya keputusan MK tersebut masa jabatan Gubernur Edi Natar bisa saja berakhir 20 Februari 2024.
Sebab pasangan Syamsuar - Edi Natar dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau pada 20 Februari 2019.
MK menyatakan ketentuan Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) inkonstitusional secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai, "Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan Tahun 2018 menjabat sampai dengan Tahun 2023, dan Gubernur Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan Tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan Tahun 2019 memegang masa jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024."
Demikian pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Wakil Ketua MK Saldi Isra terhadap uji UU Pilkada.
Sidang Pengucapan Putusan terhadap Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh tujuh kepala daerah yang mendalilkan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada ini digelar, Kamis (21/12/2023).
Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah mengumumkan keputusan yang menguntungkan bagi 47 kepala daerah yang dilantik tahun 2019. Masa jabatan mereka diperpanjang hingga April 2024.
Itu menyusul gugatan yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, dan Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Wakil Ketua MK, Saldi Asra, menjelaskan bahwa keputusan ini terkait dengan pengaturan masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada tahun 2018, namun dilantik pada tahun 2019, sejalan dengan sistem serentak yang diatur dalam UU Pilkada.
Gugatan ini melibatkan beberapa kepala daerah, termasuk Walikota Bogor Dedie A Rachim, yang menyambut baik keputusan MK.
"Alhamdulillah setelah melalui proses konstitusional, kami mengajukan yudisial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan ketetapan akhir masa jabatan kepala daerah yang pelantikannya dilaksanakan tahun 2019, hari ini diterima atau dikabulkan oleh majelis hakim," ucap Dedie A Rachim.
Keputusan MK ini tidak hanya memengaruhi enam pemohon, tetapi juga memberikan kepastian hukum untuk sekitar 47 kepala daerah, termasuk Gubernur Riau Edy Natar Nasution.
Meskipun perkara ini awalnya melibatkan kepala daerah dari 6 daerah, dampaknya mencakup kepala daerah dari 3 provinsi, 36 kabupaten, dan 8 kota.
Rasamala Aritonang, kuasa hukum dari Visi Law Firm, menyatakan bahwa putusan ini memberikan kepastian hukum terkait masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada tahun 2018 dan dilantik pada tahun 2019.
"Jadi ada harapan ada 44 kepala daerah lain juga untuk bisa memberikan kontribusi terbaiknya," ungkapnya.
Dengan putusan ini, para kepala daerah yang terlibat diharapkan dapat melaksanakan tugas mereka secara lebih totalitas hingga April 2024, memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat.
Putusan MK juga telah mengabulkan gugatan terkait pemotongan masa jabatan akibat Pilkada serentak.
MK menyatakan bahwa hal ini merugikan hak konstitusional sejumlah kepala daerah.
Edy Natar Nasution, yang sebelumnya dilantik sebagai Wakil Gubernur pada 20 Februari 2019 bersama Gubernur Riau, Syamsuar.
Lalu Edy Natar menjabat Gubri setelah Syamsuar mundur sebab maju sebagai Caleg DPR RI. Artinya putusan MK itu memberikan peluang Edy Natar menjabat sebagai Gubri hingga Februari 2024.
Meski Putusan MK memberikan sinyal tersebut, Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau, Elly Wardani, enggan memberikan konfirmasi secara tegas terkait hal ini. Dalam menghadapi putusan MK terkait masa jabatan kepala daerah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau memberikan respons yang hati-hati.
"Saya belum mendapatkan arahan dari pemerintah pusat, kita tunggu saja," ujar Elly.
Belum adanya arahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadi alasan Pemprov Riau untuk menahan diri dari memberikan pernyataan lebih lanjut.
MK menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
MK menggantinya dengan norma yang menyatakan kepala daerah terpilih pada 2018 yang dilantik tahun 2019 dapat menjabat selama 5 tahun, berakhir pada tahun 2024, sejalan dengan pemungutan suara serentak nasional pada Oktober 2024.
Pemohon uji materi, di antaranya Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak dan Gubernur Maluku Murad Ismail, merasa dirugikan. Serta melihat adanya ketidakpastian hukum serta ketidakadilan dalam Pasal 201 ayat (5) UU tersebut.
Pemprov Riau, bersama dengan daerah lain yang memiliki kepala daerah terpilih pada 2018 dan dilantik pada 2019, kini menantikan klarifikasi lebih lanjut dari pemerintah pusat terkait implementasi putusan MK tersebut. (*)
Tags : Gubernur riau edy natar nasution, jabatan gubri bakal berakhir, jabatan gubri edy natar nasution bisa diperpanjang ,