Headline Artikel   2022/01/24 18:34 WIB

Jati Dipilih bukan Karena Teori Tapi Dipilih Karena Sejarah, Kata Pargo Eddy Nasrianto

Jati Dipilih bukan Karena Teori Tapi Dipilih Karena Sejarah, Kata Pargo Eddy Nasrianto
Pargo Eddy Nasrianto

KAYU jati indentik sangat bagus dijadikan berbagai jenis prabot rumah tangga, tetapi ketika ingin memilih kualitas baik bukan karena teori melainkan karena sejarah.

Begitulah setidaknya penuturan Pargo Eddy Nasrianto atau disapa Mbah Eyang Yakung, salah seorang pengrajin perabot kayu jati yang sudah memulai karirnya selama 50 tahun terakhir di Riau ini.

Sejak tahun 1970 Ianya bersama istri menginjakkan kaki di Riau menekuni sebagai pengrajin kayu jati, diakuinya Riau masih banyak dikelilingi oleh hutan yang berstatus kawasan hutan negara.

Pargo juga dipercaya oleh masa gubernur riau ketiga  waktu itu dijabat Arifin Ahmad untuk mengisi perabotan kantor pemerintahan berkat kecekatan tangannya.

"Tidak ada wilayah hutan kayu jati di Riau membuat pengrajin mengalami kesulitan dalam mendapatkan bibit jati."

"Itu kekurangan Riau, ketika hutan masih cukup lebat pada tahun 1970-an sampai 1990-an, pohon jati tua untuk menghasilkan anakan tidak banyak, yang tumbuh di kanan dan kiri pohon-pohon kayu ramin, kruing dan tumbusu," celotehnya, tadi, Senin (24/1) duduk ngopi bersama.

Tetapi Ia mengaku, bekas anak didiknya Masrum hingga kini masih meneruskan ilmu (pengrajin jati) dikawasan Jalan Bangkinang Raya, Pekanbaru.

"Ya Masrum berhasil terus mengembangkan berbagai jenis perabot rumah tangga yang terbuat dari jati, tetapi sama saja mereka tetap kesulitan untk menemukan bahan baku," ungkapnya.

Jikapun ada masyarakatnya menanam jati, toh tetap saja mengeluarkan kualitas yang kurang bagus.

"Riau memiliki kontur tanah berawa, kalau tanah liat lebih bagus untuk tumbuhan jati," kata Mbah Eyang Yakung ini yang juga menilai tanaman jati di persimpangan Cenctral Komersial Arengka [SKA] juga dipastikan mengalami gangguan pertumbuhan.

"Malah masyarakat meskipun dilarang memasuki kawasan hutan, tetapi banyak menanam pohon sawit di kebun mereka."

"Kebiasaan masyarakat menanam sawit di Riau terus berkembang setelah pemerintah mengembangkan program penghijauan sejak tahun 1970-an," sebutnya.

Namun diakuinya, kesulitan lainnya pemerintah tidak memiliki program untuk menanam jati, karena mungkin mereka memang memendam keinginan untuk melakukan hal tersebut.

“Menanam jati bagi masyarakat di sini belum mengakar, tidak ada yang memerintah. Lewat program pemerintah, masyarakat beramai-ramai hanya menanam sawit yang sarat manfaat. Kemudian, waktu itu kehutanan membagikan bibit kepada masyarakat,” demikian tutur Mbah Eyang Yakung yang akhirnya dia mengaku juga mengikuti penanaman kebun sawit yang luasannya cukup 6 hektar untuk bekal 14 cucu yang dimilikinya.

Tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan dengan pasti sejak kapan masyarakat Riau mengenal jati. Sejak jaman dahulu, kawasan hutan telah dipenuhi dengan tanaman sawit.

Namun Mbah Eyang Yakung tetap tegar menekuni profesinya sebagai pengrajin jati yang ditunjukkan dengan penggunaan kayu berkualitas sebagai bahan baku pada rumah dan perabotan.

“Kami ya tahunya kalo pohon di hutan Riau itu ya sawit, bagaiamana mau pakai buat rumah dan mebel. Kalau kayu lain… ya ndak bisa bagus toh,” ungkap Mbah Eyang Yakung yang juga pernah bergelut di satuan Paguyuban Ikatan Keluarga Jawa Riau [IKJR] ini sedikit mengkerutkan dahinya menyikapi perubahan terjadi di Riau.

Sejarah kayu jati

Sejarah kayu jati di Indonesia, Kayu Jati (bahasa ilmiah Tectona Grandis) merupakan kayu yang dihasilkan dari pohon jati yang merupakan salah satu pohon dengan kualitas terbaik yang dimiliki Indonesia. Dengan batangnya yang besar, lurus, dan memiliki daun yang lebar, pohon jati mampu tumbuh hingga ketinggian 30-40 meter.

"Kayu jati di daerah jawa sudah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapaihit untuk membangun rumah dan alat pertanian. Bahkan sekarang sudah merambah pasar eropa," kata Mbah Eyang Yakung.

Dahulu, kata dia masyarakat menggunakan kayu jati sebagai bahan baku utama pembuatan rumah sampai akhir masa Perang Dunia Ke-2. "Sejak sampai kini, masyarakat baru menggunakan ‘kayu tahunan’ ini untuk membuat rumah hingga perabotan," diakuinya.

Hutan kayu jati. 

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) sangat tertarik dengan “emas hijau” ini, sampai-sampai mendirikan loji pertama mereka di Indonesia, tepatnya di daerah Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1651. VOC juga mengusahakan izin berdagang jati di daerah Jepara, Semarang, dan Surabaya. Ini semua mereka lakukan karena mereka menganggap bahwa perdagangan kayu jati akan lebih menguntungkan jika dibanding berdagang rempah-rempah yang pada waktu itu sedang naik daun.

Pada pertengahan abad ke-18, VOC sudah bisa menebang pohon jati dengan lebih modern. Sebagai imbalannya, VOC memberikan bantuan militer kepada Kerajaan Mataram pada awal abad ke-19, VOC juga diberi kewenangan untuk menebang hutan jati yang lebih luas.

VOC kemudian mewajibkan kepada para pejabat-pejabat daerah (pribumi) untuk menyerahkan seluruh kayu jati hasil tebangan kepada VOC dalam jumlah yang cukup besar. Dengan sistem blandong, para pejabat membebankan penebangan kepada rakyat yang tinggal di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, warga dibebaskan membayar pajak apapun. Jadi, sistem blandong merupakan sistem kerja paksa kepada rakyat kecil.

Dengan kayu jati yang berhasil mereka kumpulkan, VOC kemudian membawa semua glondongan kayu jati ke Rotterdam dan Ansterdam. Kedua kota ini akhirnya menjadi pusat industri kapal kelas dunia.

Kapal kayu jati produksi Belanda dengan bahan dasar kayu jati kelas 1 yang diambil dari daerah sekitar jepara telah berhasil menjadikan negeri belanda sebagai penghasil kapal-kapal kayu mewah dan berkelas di masa itu.

Jadi, kata Mbah Eyang Yakung menambahkan, kepopuleran kayu jati tidak terlepas dengan sebutan daerah jepara yang mendominasi sebagai sentra nasional penghasil kerajinan mebel atau furniture. selain jepara yang dikenal sebagai penghasil mebel kayu jati adapula daerah lain di jawa timur yaitu Pasuruan tepatnya daerah bukir. (*)

Tags : Pengrajin Jati Pargo Eddy Nasrianto, Pengrajin Perabot Jati di Riau, Sejarah Kayu Jati di Riau,