Headline Nasional   2022/06/02 16:56 WIB

Jutaan Dosis Vaksin Covid-19 Kadaluwarsa Dimusnahkan, 'Ditengah Rendahnya Suntikan Booster'

Jutaan Dosis Vaksin Covid-19 Kadaluwarsa Dimusnahkan, 'Ditengah Rendahnya Suntikan Booster'

JAKARTA - Pemusnahaan jutaan vaksin Covid-19 yang kadaluwarsa di tengah rendahnya vaksinasi booster atau dosis ketiga disebut disebabkan oleh buruknya manajemen pengelolaan vaksin dan juga kampanye "menuju endemi" yang menyebabkan turunnya kepedulian masyarakat.

Sejumlah warga yang belum divaksin booster atau penguat mengungkapkan, alasan "sibuk, malas, hingga takut sakit" menjadi faktor utama.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan segera memusnahkan jutaan vaksin yang kadaluwarsa, baik berasal dari hibah maupun pembelian - tanpa memberitahu lebih lanjut berapa jumlahnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga akhir Maret 2022, setidaknya terdapat sekitar 19,3 juta dosis vaksin kadaluwarsa, dan ada tambahan sekitar 1,5 juta dosis di akhir April. Dari total tersebut, lebih dari 90% berasal dari hibah. 

Di sisi lain, hingga Rabu (01/06), tingkat vaksinasi dosis ketiga baru sebesar 22,06% atau 45,9 juta dosis dari total sasaran sekitar 208 juta orang.
Cerita masyarakat yang tidak mau vaksin penguat

Ada beberapa orang yang hingga kini belum disuntik penguat, bahkan ada yang tidak menerima sama sekali vaksin. 

Mereka mengungkapkan alasan beragam, mulai dari malas, takut sakit, hingga sibuk. Mereka meminta namanya disamarkan.

Pertama adalah seorang penjual ayam potong di Bekasi, Jawa Barat, sebut saja Anton. Ia dan ketiga anggota keluarganya hingga kini tidak pernah dan tidak mau divaksin.

"Belum sama sekali divaksin, tidak ada waktu, kebanyakan di pasar, sibuk, apalagi tidak ada anak buah," kata lelaki berusia 24 tahun ini.

Kemudian ada Bunga, 22 tahun, pekerja swasta di Cikarang yang belum divaksin karena alasan "takut sakit".

"Malas sakitnya, vaksin satu dan dua saya sakit dua hari. Dan, banyak teman-teman yang habis booster sakit. Jadi saya belum mau karena itu akan menganggu pekerjaan dan aktivitas saya," katanya seperti dirilis BBC News Indonesia.

Sementara itu, Ratu, pegawai swasta di Jakarta merasa vaksin pertama dan kedua sudah cukup melindunginya dari ancaman virus corona.

"Booster kan hanya pelengkap, tidak disuntik juga tidak apa-apa. Apalagi malas mengantri di puskesmas kayak dulu, dan saya kerja juga, jadi kalau ada waktu libur lebih baik istirahat. Saya mau booster, kalau benar-benar gampang, tidak ngantri, menunggu, itu sih yang buat malas," ujarnya.

Selain itu, terdapat juga beberapa orang yang telah menerima vaksin booster. Seperti Yudi, pengemudi taksi yang menerima vaksin karena diwajibkan perusahaan, "disuruh perusahaan karen kalau tidak maka tidak bisa narik, tidak boleh," ujarnya.

Begitu juga Sari, ibu rumah tangga, yang memutuskan menerima booster karena sebagai persyaratan menggunakan pesawat terbang ke luar kota.

"Waktu itu, syarat keluar kota kalau sudah booster tidak perlu antigen, jadi saya booster. Tapi, saya tetap booster kok karena penting bagi kesehatan," ujarnya.

Manajemen vaksinasi yang buruk

Kepala advokasi lembaga pemantau, LaporCovid-19, Agus Sarwono mengatakan, banyaknya vaksin yang kadaluwarsa menunjukkan manajemen pengelolaan yang buruk, terutama dalam sektor distribusi, yang bahkan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

"Vaksin ada yang hibah dan dibeli. Kalau yang dibeli kadaluwarsa itu berdampak pada kerugian negara, kalau yang hibah itu menyalahi rasa keadilan karena banyak yang kekurangan vaksin," kata Agus.

Untuk itu, Agus mendesak, Kementerian Kesehatan untuk membuka informasi yang rinci terkait data vaksinasi, dari jenis vaksin, jumlah vaksin, asal vaksin (hibah atau pembelian), tanggal kadaluwarsa hingga distribusi di daerah.

Firdaus Ferdiansyah, masih dari LaporCovid, menambahkan, jutaan vaksin "terbuang" juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang "lemah" dalam mendorong masyarakat untuk vaksinasi booster.

Secara kebijakan, vaksin primer (dosis pertama dan kedua) diatur secara ketat dalam peraturan presiden, yang ditetapkan menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat terdaftar dan, disertai sanksi.

Bahkan, kata Firdaus, terdapat beragam layanan publik yang akan terhambat karena mensyaratkan vaksin primer.

Hasilnya, hingga Rabu 1Juni 2022, vaksinasi dosis pertama telah disuntikan pada 200 juta orang atau 96,19% dari total sasaran sekitar 208 juta orang. Lalu, dosis kedua sebesar 167 juta dosis atau 80,43% dari target sasaran.

Dari sasaran vaksinasi sekitar 208 juta orang, total masyarakat Indonesia berjumlah 273 juta jiwa, data Kementerian Dalam Negeri.

"Sementara booster hanya diatur di tataran Dirjen dengan surat edaran yang pesannya seperti 'siapa saja boleh silakan booster, kalau tidak juga tidak ada sanksi'. Hasilnya ya sekarang, tingkatnya rendah," katanya.

Pihak dari Kementerian Kesehatan belum ada tanggapan. Kampanye 'keterbukaan' dan menurunnya kesadaran publik

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mengatakan, kadaluwarsa vaksin dapat dihindari jika pemerintah melakukan pendataan, pemetaan dan pendistribusian yang jelas.

"Karena masih ada puluhan juta yang belum dapat vaksin lengkap, dan ratusan juta orang belum dapat booster," katanya.

Hermawan menambahkan, kadaluwarsanya vaksin disebabkan stagnasi vaksinasi primer dan rendahnya serapan vaksin booster.

"Psikologi publik kini itu adalah buat apalagi booster, kita menuju normal. Pandangan ini tak lepas dari kampanye keterbukaan pemerintah dengan bahasa, seolah-olah kita sudah siap ke endemi, seolah-olah sudah bebas, sudah merdeka, dan seolah-olah sudah selesai Covid. Ini menyebabkan menurunnya kesadaran dan kepedulian publik pentingnya vaksinasi" katanya.

Lalu apa solusinya? Untuk meningkatkan vaksinasi dan mencegah terbuangnya vaksin, Hermawan menyarankan penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai "alert system" agar masyarakat melakukan vaksinasi sesuai dengan jadwal masing-masing, disertai juga dengan peringatan dampak-dampak yang akan diterima jika tidak melakukan vaksinasi.

"Kedua, pemerintah harus kembali sosialisasi pentingnya vaksinasi, seperti vaksin primer, dan ini adalah proses yang berkelanjutan," ujarnya.

Mengapa vaksin kadaluwarsa? 

Hingga April 2022, Indonesia menerima 474 juta dosis vaksin Covid-19, dari jumlah tersebut sekitar 130 juta berasal dari hibah atau donasi, dan 344 juta melalui pembelian. Selain itu, Indonesia akan menerima 74 juta vaksin lagi hingga akhir tahun.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, dari jumlah tersebut, terdapat vaksin hibah maupun pembelian yang telah kadaluwarsa.

Budi menceritakan, vaksin hibah berasal dari negara-negara maju yang kelebihan stok dan memiliki masa kadaluwarsa pendek yaitu aktif satu hingga tiga bulan.

Awalnya, ujarnya, vaksin hibah tersebut difokuskan kepada negara-negara Afrika, namun karena proses penyuntikan yang pelan di sana maka digeser ke Indonesia, salah satunya, yang pernah memiliki vaksinasi hingga 2,5 juta dalam satu hari.

"Karena di awal tahun kita butuh, gratis, dan vaksin bagus-bagus, kenapa tidak? Itu yang sekarang disuntikkan. Itu penyebabnya, expiry date satu sampai tiga bulan," kata Budi dalam keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (31/05).

Faktor kedua, tambah Budi, adalah karena terjadinya pelambatan laju vaksinasi. Katanya, awalnya, pemerintah memperkirakan vaksinasi dosis lengkap akan mencapai angka 90% dan booster 80%. 

"Tapi realisasinya, di negara-negara maju, kalau sudah 70% akan stagnan, dan booster itu 40%. Tadi diskusi dengan Bapak Presiden, target awal tidak realistis, yang realistis itu 70% dosis lengkap, dan 50% booster, penurunan ini, jadi kebutuhan vaksin lebih sedikit," ujarnya.

Menkes menambahkan, Presiden Jokowi telah menyetujui dilakukannya pemusnahan vaksin Covid-19 yang telah memasuki masa kedaluwarsa dan meminta agar proses tersebut dilakukan dengan melibatkan berbagai aparat sehingga transparan dan sesuai aturan yang berlaku.

Budi mengungkapkan terdapat sejumlah vaksin yang masih tersimpan di lemari pendingin namun sudah kedaluwarsa. Pemerintah akan memusnahkan vaksin tersebut agar kapasitas penyimpanan vaksin cukup untuk menampung stok vaksin untuk program vaksinasi masyarakat.

"Arahan Bapak Presiden, agar pemusnahan itu dilakukan dengan sesuai aturan yang berlaku dan didampingi dengan BPKP, Jaksa Agung, dan aparat-aparat penegak hukum lainnya, sehingga dibuat menjadi lebih transparan dan terbuka, dan prosedurnya juga sesuai dengan aturan yang berlaku. Tapi, itu penting untuk segera dilakukan agar tidak menghambat program-program vaksinasi berikutnya karena gudang-gudangnya itu penuh," pungkasnya.

Manfaat buster,'peningkatan antibodi berlipat-lipat'

Menteri kesehatan juga meminta masyarakat untuk segera melakukan vaksinasi dosis ketiga.

Berdasarkan data survei, Budi mengatakan, ketebalan dan kekuatan kadar antibodi yang menerima dosis ketiga akan meningkat hingga berkali-kali lipat.

"Rata-ratanya itu 300-400 kalau dua kali (vaksin), tapi kalau begitu dibooster naiknya ribuan, rata-ratanya itu mendekati 6.000 titer antibodi."

"Oleh karena itu, arahan Bapak Presiden juga, sekaligus untuk mempercepat stok vaksin yang banyak yang ada di daerah-daerah sekarang, itu segera menerapkan booster," jelasnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga akhir Maret 2022, setidaknya terdapat sekitar 19,3 juta dosis vaksin yang kadaluwarsa, dan ada tambahan sekitar 1,5 juta dosis di akhir April. Dari total tersebut, lebih dari 90% berasal dari hibah. Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas yang membahas tentang vaksin Covid-19 kedaluwarsa di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa, 31 Mei 2022. (*)
 

Tags : Jutaan Dosis Vaksin Covid-19 Kadaluwarsa, Vaksin Kadaluwarsa Dimusnahkan, Rendahnya Suntikan Booster,