Nasional   2024/04/18 12:8 WIB

Aturan Barang Bawaan Impor Terkesan Simpang Siur dan Membingungkan, 'Bentar Diterapkan dan Dicabut Berakhir Direvisi'

Aturan Barang Bawaan Impor Terkesan Simpang Siur dan Membingungkan, 'Bentar Diterapkan dan Dicabut Berakhir Direvisi'
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kanan) melihat baju yang dijajakan saat berkunjung ke Pasar Tanah Abang pada 14 Maret 2024.

JAKARTA - Setelah menuai kritik dari pekerja migran dan ramai diperbincangkan warganet, pemerintah akhirnya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor.

Direktur Impor Kementerian Perdagangan, Arif Sulistiyo, didepan wartawan menegaskan bahwa Permendag 36 Tahun 2023 “tidak dicabut” tetapi direvisi.

Sebelumnya, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengungkap rapat yang dipimpin Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memutuskan Permendag 36 tahun 2023 “dicabut”.

Sebelumnya, pekerja-pekerja migran Indonesia mengeluhkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang berlaku pada 10 Maret 2024.

Akibat aturan tersebut, pekerja-pekerja migran ini menyebut barang-barang yang mereka kirim via jasa ekspedisi untuk keluarga mereka tertahan di bea cukai.

Aturan itu dimaksudkan untuk menertibkan masuknya barang impor yang dijajakan kembali oleh pelaku jasa titip alias jastip.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Zuliansyah, menyoroti belum terbentuknya proses penyusunan kebijakan publik yang kolaboratif antar kementerian dan lembaga.

Selain itu, Zuliansyah mengamati kekurangan pemerintah dalam menyusun kebijakan – seperti pada Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang baru direvisi setelah menuai kritik dari masyarakat.

“Ini menunjukkan pemerintah tidak cermat dalam melakukan analisis kebijakannya,” ujar Zuliansyah.

Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Sekar Bumi), Karsiwen, mengatakan pihaknya mengharapkan akan ada klarifikasi dan sosialisasi ulang tentang aturan mana yang benar supaya “tidak simpang siur”.

“Yang benar yang mana, nih? Jangan plin-plan negara. Kalaupun revisi, sebenarnya isi dari revisinya itu apa? Biar jelas. Jangan-jangan malah nanti tambah ruwet dan menjebak kita,” tegasnya.

Bagaimana sebenarnya isi Permendag Nomor 36 Tahun 2023?

Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor pada intinya mengatur pembatasan impor barang dari luar negeri.

Aturan ini diberlakukan karena banyak orang menyalahgunakan bawa barang impor ke Indonesia untuk kemudian dijual kembali – fenomena yang disebut jasa titip alias jastip supaya menghindari bayar pajak.

Dalam Permendag itu, ada pembatasan yang dibawa dari luar negeri. Misalnya untuk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet paling banyak dua unit per orang dalam kedatangan jangka waktu satu tahun. Kemudian tas maksimal dua buah per orang, atau alas kaki sebanyak-banyaknya dua pasang per orang.

Sebagai contoh kasus, pada Februari 2024 Bea Cukai Soekarno-Hatta menemukan sebanyak 2.564 buah roti milk bun dalam barang bawaan penumpang yang masuk ke Indonesia dari Thailand.

Dalam pelaksanaannya aturan batas impor ini malah merugikan pihak-pihak seperti pekerja migran Indonesia.

Barang-barang para pekerja migran yang dikirim berbulan-bulan sebelum 10 Maret 2024 pun tertahan seperti di Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur, dan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Jawa Tengah.

Setelah menjadi viral di media sosial dan pemberitaan berbagai media, pemerintah mengumumkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini akan dikaji ulang.

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, menyatakan rapat yang dipimpin Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memutuskan Permendag 36 tahun 2023 “dicabut”.

"Rapat memutuskan dan ini disampaikan langsung oleh Bapak Menteri Perdagangan, bahwa Permendag 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dinyatakan dicabut dan terkait pengaturan kebijakan impor dikembalikan ke Permendag Nomor 25. Sehingga, yang kedua, tidak lagi berlaku pembatasan atas jenis dan barang milik PMI," ujar Benny, pada Selasa (16/04), seperti dilansir kantor berita Antara.

Benny menjelaskan bahwa peraturan tentang pembatasan barang-barang yang dikirim pekerja migran Indonesia dari luar negeri dikembalikan ke aturan awal yakni dibebaskan bea masuk sebesar US$1.500 atau sekitar Rp23,8 juta dalam satu tahun.

“Barang pekerja migran diberikan relaksasi pajak US$1.500 dalam satu tahun. Bisa dibagi dalam tiga kali pengiriman atau satu kali pengiriman atau dua kali pengiriman," tambah Benny.

BP2MI, lanjut Benny, akan mengusulkan pembebasan bea masuk barang pekerja migran naik menjadi US$2.800 atau sekitar Rp45,5 juta meniru Filipina.

“Masa iya kita negara besar enggak malu sama Filipina yang memberi penghormatan pada pekerja migran US$2.800 per tahun,” ujar Benny seperti dikutip Tribunnews.

Kendati demikian, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa Permendag Nomor 36 Tahun 2023 “tidak dicabut, tetapi akan direvisi".

Zulkifli menambahkan revisi ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan barang kiriman PMI yang masih tertahan seperti di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur dan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Jawa Tengah.

Zulkifli mengatakan pekerja migran Indonesia dibebaskan dari pemenuhan perizinan impor, tidak dibatasi jenis dan jumlah barangnya, serta dapat diimpor baik dalam keadaan baru maupun tidak baru.

Selain itu, Zulkifli mengatakan pengaturan atas barang pribadi bawaan penumpang juga akan dikeluarkan dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Secara terpisah, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo mengatakan jajarannya sedang “ secara maraton” menyusun perubahan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 dengan “melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga”.

“Poin yang akan dilakukan revisi atau perubahan adalah impor barang kiriman pekerja migran Indonesia, impor ⁠barang pribadi penumpang, dan evaluasi aturan pembatasan impor barang yang mempersyaratkan rekomendasi atau pertimbangan teknis dari Kementerian dan Lembaga,” ujar Ari, pada Rabu (17/04).

Saat ditanya kapan proses revisi ini selesai, Arif mengatakan: “Targetnya secepatnya, akan kita kebut”.

Seperti disebutkan Tutik, buruh migran di Taipei mengaku empat kardus oleh-oleh yang dikirimnya sejak Februari lalu tertahan di gudang bea cukai Semarang, Jawa Tengah.

Perempuan berusia 50 tahun itu mengatakan keempat kardus itu berisikan barang bekas pemberian majikannya beserta beberapa makanan untuk hadiah Idulfitri keluarganya di Ngawi, Jawa Timur.

Setelah pemerintah mengumumkan bahwa Permendag Nomor 36 Tahun 2023 akan direvisi, Tutik pada Rabu (17/04) menanyakan tentang barang-barangnya yang tertahan itu.

“Barang saya belum ada kabar,” ucap Titik.

“Saya sangat senang kalau aturan yang sangat memberatkan itu segera dicabut. Kami kirim barang-barang bukan untuk diperjualbelikan.”

Menanggapi soal barang-barang yang tertahan itu, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo mengatakan informasi tim mereka di lapangan dan Bea Cukai menyebut barang bawaan PMI yang tertahan merupakan barang yang baru tiba dan bukan barang yang lama tertahan.

“Terdapat indikasi barang kiriman PMI tersebut bukan milik PMI dan jumlahnya melebihi batasan yang diatur,” sebutnya.

Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Sekar Bumi), Karsiwen, mengakui perubahan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini baru terjadi setelah para pekerja migran melontarkan protes dan isunya menjadi ramai diperbincangkan di media sosial.

“Kemarin korbannya itu enggak tanggung-tanggung. Masak beli celana dalam saja pajaknya sampai Rp800.000? Itu kan eskploitatif sekali terhadap buruh migran,” ujar Karsiwen.

“Kaos – padahal sudah dipakai, bukan barang baru – juga dikenai pajak waktu masuk ke Bandara Soekarno Hatta. Akhirnya dibuang.”

Karsiwen menyebut pihaknya akan melancarkan kritik kepada pemerintah karena adanya dua pemberitaan yang sempat ada: pencabutan Permendag Nomor 36 Tahun 2023, kemudian pelurusan bahwa aturan itu direvisi.

“Yang benar yang mana, nih? Jangan plin-plan negara. Mau revisi atau dicabut? Kalaupun revisi, sebenarnya isi dari revisinya itu apa? Biar jelas. Jangan-jangan malah nanti tambah ruwet dan menjebak kita,” ujar Karsiwen.

Karsiwen menghimbau bahwa masing-masing lembaga pemerintahan tidak bisa “ego sendiri-sendiri” dengan adanya pernyataan yang berbeda satu dengan yang lain.

Dia mengharapkan pemerintah bisa mengklarifikasi hal ini supaya tidak membingungkan.

“Kalau bikin peraturan aja enggak jelas bagaimana mau sosialisasi?” tegasnya.

Selain klarifikasi, Karsiwen mengatakan pihaknya mengharapkan akan ada sosialisasi ulang tentang aturan yang benar supaya “tidak simpang siur”.

“Sosialisasinya harus jelas. Kalau dua instansi pemerintah saja menyampaikannya berbeda ini akan menjadi kebingungan di buruh migran Indonesia."

Berkaca dari Permendag No 36 Tahun 2023, Karsiwen mengatakan meski sudah disahkan sejak tahun lalu, tetapi tidak ada sosialisasi mengenai aturan tersebut.

“Sosialiasinya baru seminggu. Sedangkan teman-teman sudah kirim barang sejak bulan-bulan sebelumnya. Mereka tidak tahu kalau paket ke Indonesia harus dibatasi jumlahnya dengan item-item tertentu,” jelasnya.

Ke depannya, Karsiwen mengaku pihaknya sebenarnya menginginkan ada kelonggaran khusus buruh migran dengan mencabut pembatasan barang impor.

“[Kalau] ini kan enggak dicabut sebenarnya. Tetap dengan batas US$1.500 (aturan saat ini). Tapi paling tidak, menurut saya, kalau memang itu benar-benar direvisi karena permen yang baru ini belum muncul Kita harus menunggu isinya dulu,” jelasnya.

Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Zuliansyah menyebut kejadian Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini adalah contoh “masalah menahun” dalam proses penyusunan kebijakan publik di Indonesia.

Menurut Zuliansyah, perbedaan pengutaraan dalam perubahan atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini memperlihatkan masih terjadi silo mentality – setiap kementerian dan lembaga bekerja sendiri-sendiri dan enggan berbagi informasi satu sama lain. Fragmentasi antar Kementerian dan Lembaga juga masih terjadi, kata Zuliansyah.

“Belum terbentuk proses kebijakan yang kolaboratif. Ini basisnya masih pada tugas fungsinya masing-masing kementerian/lembaga. Birokrasi kita ini kan masih sangat kental dengan fragmentasinya,” ujar Zuliansyah.

Zuliansyah menyoroti perubahan terhadap Permendag Nomor 36 Tahun 2023 yang baru terjadi setelah ramai di publik.

Ini, menurut Zuliansyah, menunjukkan ketidakcermatan pemerintah dalam menyusun kebijakan publik.

“Berarti sejak awal Menko itu belum mampu mengolaborasikan kementerian-kementerian di bawahnya dalam satu isu kebijakan yang sama. Akibatnya tetap berjalan sendiri-sendiri. Kalau ada masalah baru Menko-nya turun,” jelasnya.

Zuliansyah menduga pemerintah tidak secara cermat melakukan proses penelitian dan evaluasi dalam menyusun Permendag Nomor 36 Tahun 2023 ini.

“Mungkin hanya berdasarkan informasi di media atau di medsos bahwa banyak jastip. Tapi sebetulnya kan ada tahapan riset kebijakan dan evaluasi… ini yang missed [tidak] dilakukan pemerintah,” ujar itu.

Selain itu, Zuliansyah juga mengamati pemerintah tidak melakukan advokasi kebijakan untuk Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Dia menilai pemerintah seharusnya sejak awal sudah mengumpulkan stakeholder untuk mengetahui dan menguji secara awal apa efek, dampak, dan risiko dari kebijakan tersebut.

“Belum lagi bicara strategi implementasi dan uji coba sebelum kebijakan itu ditetapkan. Sebenarnya proses ini tidak lama kalau pemerintah memang sudah membangun sebuah jaringan atau kolaborasi antar kementerian,” jelasnya. (*)

Tags : Ekonomi, Pekerja migran, Indonesia, Perdagangan,