Linkungan   2024/04/18 12:12 WIB

Terumbu Karang Berubah Jadi Memutih Akibat Panas yang Mematikan di Dalam Laut

Terumbu Karang Berubah Jadi Memutih Akibat Panas yang Mematikan di Dalam Laut
Pemutihan karang terjadi di Great Barrier Reef akibat memanasnya suhu laut.

LINGKUNGAN - Pemutihan karang terjadi di seluruh dunia – tidak sedikit yang mati akibat dampak buruk dari rekor panas laut baru-baru ini.

Pusat Maritim dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat menyebut hal ini memicu peristiwa pemutihan karang massal global keempat.

Pemutihan karang terjadi ketika air di sekitarnya terlalu panas sehingga membuat karang ‘stres’ dan warnanya berubah putih.

Seperti diketahui, karang menjadi tumpuan bagi kehidupan laut dan industri perikanan. Setiap tahunnya, terumbu karang menghasilkan pendapatan mencapai triliunan dolar.

Sudah berbulan-bulan catatan menunjukkan pecahnya rekor panas laut, tetapi memutihnya terumbu karang ini adalah bukti global pertama tentang bagaimana peristiwa ini mempengaruhi kehidupan laut.

NOAA AS mengonfirmasi situasi ‘stres massal’ di seluruh samudera (Atlantik, Pasifik, dan Hindia) setelah berminggu-minggu menerima laporan dari banyak ilmuwan di penjuru dunia.

Karang yang memutih bisa tampak elok dari lensa foto. Namun, para ilmuwan yang melakukan penyelaman demi meneliti terumbu karang dari jarak dekat berkata karang-karang itu jelas-jelas sakit dan membusuk.

Banyak ilmuwan di AS, Australia, Kenya, dan Brasil menyuarakan kekecewaan dan kemarahan mereka lewat BBC News karena melihat karang yang mereka cintai terancam atau terbunuh oleh lautan yang memanas.

Tanda-tanda peringatan dini terlihat tahun lalu di Karibia saat orang-orang yang berenang menyebut air di lepas pantai Florida sama hangatnya dengan bak mandi air panas.

Panas itu kemudian berpindah ke belahan bumi selatan. Sekarang, panas laut sudah mempengaruhi lebih dari separuh terumbu karang dunia termasuk di Great Barrier Reef Australia, juga di garis pantai di Tanzania, Mauritius, Brasil, pulau-pulau Pasifik, serta di Laut Merah dan Teluk Persia.

Agustus lalu, suhu rata-rata laut global memecahkan rekor sepanjang masa.

Sejak itu, suhu laut nyaris berada di atas rata-rata setiap hari.

Perubahan iklim mendorong kenaikan suhu permukaan laut. Gas panas yang dikeluarkan saat kita membakar minyak, batu bara, dan gas diserap oleh lautan.

El Niño - peristiwa iklim alami - juga berkontribusi terhadap menghangatnya suhu sejak Juni silam – meskipun sekarang ada tanda-tanda bahwa El Niño melemah.

Ilmuwan Neal Cantin menerbangkan pesawat di atas Great Barrier Reef selama 10 hari pada bulan Februari dalam studinya untuk Institut Ilmu Kelautan Australia.

Great Barrier Reef – situs warisan PBB ini membentang 2.000 km – atau kira-kira sepanjang pantai timur AS.

"Untuk pertama kalinya kami mendokumentasikan tingkat pemutihan yang sangat tinggi di ketiga wilayah Great Barrier Reef Marine Park," ujar Dr Cantin.

Cantin menambahkan level tersebut kemungkinan akan membunuh banyak terumbu karang.

Terumbu karang sangatlah vital bagi planet kita. Dijuluki ‘arsitek laut’, terumbu karang membangun struktur luas yang menampung 25% dari semua spesies laut.

Karang yang mengalami stres kemungkinan akan mati jika mengalami suhu 1C di atas batas termalnya dalam kurun waktu dua bulan. Jika temperatur air 2C lebih tinggi, karang cuma bisa bertahan sekitar satu bulan.

Saat karang mati, sulit bagi binatang laut seperti ikan yang menggunakan suara karang untuk bernavigasi guna mencari jalan pulang.

Selama tiga dekade, ilmuwan Anne Hoggett telah menyelam di Lizard Island Australia – terumbu karang indah yang muncul dalam film Netflix Chasing Coral (Mengejar Terumbu Karang).

Hoggett menyaksikan pemutihan terumbu karang yang meluas lagi sejak Februari.

Sama seperti banyak peneliti lainnya, Hoggett terkejut melihat terumbu karang berubah menjadi putih pada pemutihan massal pertama pada tahun 1998.

"Saya marah karena ini dibiarkan terjadi lagi," ujar Hoggett dari Pusat Penelitian Lizard Island Museum Australia.

Terumbu karang sebenarnya bisa memulihkan diri dari tekanan panas tetapi prosesnya butuh waktu yang tidak sebentar – idealnya beberapa tahun.

Saat melemah, karang menjadi rentan terhadap penyakit dan gampang mati.

"Jika diberi kesempatan, terumbu karang sebenarnya tahan banting dan bisa pulih sendiri. Tetapi karena pemutihan menjadi lebih sering dan intensitasnya lebih kuat, kita benar-benar mempersempit ruang mereka untuk bernapas," ucap Dr Emma Camp di University of Technology Sydney, Australia.

Pemutihan massal global terakhir terjadi pada 2014-2016. Sejak saat itu, suhu laut menjadi jauh lebih hangat sampai-sampai NOAA harus menerapkan tiga tingkat peringatan panas baru.

Dari Kenya, ahli ekologi David Obura mendapat pesan dari ratusan penjaga laut, ilmuwan, dan komunitas nelayan di Samudra Hindia saat mereka melihat pemutihan karang. Pada bulan Februari, pemutihan karang mulai terlihat di Madagaskar, kemudian menyebar ke Tanzania dan Komoro.

Obura menyebut para nelayan sangat mengenal terumbu karang sehingga mereka cepat menangkap jika ada sesuatu yang salah.

Obura menambahkan, nelayan-nelayan ini khawatir tentang penangkapan ikan pada masa yang akan datang. Apabila terumbu karang mati, maka pola makan ikan akan terganggu sehingga berdampak ke mata pencaharian para nelayan.

Penelitian yang diterbitkan minggu lalu memberikan secercah harapan: terumbu karang yang hidup di air yang lebih dingin dan lebih dalam – di kedalaman antara 30-50 meter – di Great Barrier Reef dapat bertahan lebih lama daripada terumbu karang dangkal saat Bumi memanas.

Jennifer McWhorter dari NOAA yang melakukan penelitian tersebut bersama Universitas Exeter mengatakan terumbu karang di perairan yang lebih dalam dapat bertahan dari pemanasan global hingga 3C dibandingkan dengan masa pra-industri.

Namun, semua pakar terumbu karang yang mengatakan bahwa kita harus menerima kenyataan bahwa terumbu karang yang kita kenal selama ini akan berubah secara permanen. Selain itu, restorasi skala kecil tidak akan dapat menyelamatkan terumbu karang secara global.

Menurut para ilmuwan, hanya pengurangan emisi gas rumah kaca global dan pengurangan pemanasan laut yang bisa menjamin setidaknya terumbu karang masih akan sedikit tersisa.

"Kira-kira begini: terumbu karang yang sebelumnya menjadi rumah dan bangunan bagi biota laut, sekarang hanya menjadi sebatas perancah alias struktur sementara atau scaffolding. Siapa yang mau hidup dalam kondisi ini?” ujar Dr McWhorter.

Terumbu karang adalah sistem peringatan dini atas dampak dari pemanasan planet pada alam kita.

“Dari sini kita mesti belajar supaya kita tidak melakukannya terhadap ekosistem lain," ujar Dr Obura. (*)

Tags : Australia, Perubahan iklim, Pencemaran laut, Lingkungan, Alam, Sains,