Artikel   2023/10/10 15:13 WIB

Kabut Asap Landa Pekanbaru yang Belum juga Reda, KNPI Riau: 'Saya Khawatir dan Menggugat APH karena Anak di Rumah jadi Korban Serangan ISPA'

Kabut Asap Landa Pekanbaru yang Belum juga Reda, KNPI Riau: 'Saya Khawatir dan Menggugat APH karena Anak di Rumah jadi Korban Serangan ISPA'
Larshen Yunus, Ketua Dewan Pengurus Daerah [DPD] Komite Nasional Pemuda Indonesia [KNPI] Provinsi Riau.

LARSHEN YUNUS, Ketua Dewan Pengurus Daerah [DPD] I Komite Nasional Pemuda Indonesia [KNPI] Provinsi Riau merasa khawatir dengan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang juga menyelimuti kota Pekanbaru, Riau.

"Kabut asap membuat kualitas udara di bumi 'Lancang Kuning' yang juga dikenal sebagai kota minyak nan cantik itu kini kian memburuk."

"Kabut asap yang melanda Kota Pekanbaru yang belum juga reda ini membuat saya khawatir dan merasa tak senang lihat aparat petugas kita terkesan lamban menanganinya," kata Larshen Yunus, yang juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal [Wasekjend] KNPI Pusat Jakarta ini menyampaikan semalam Senin (9/10/2023). 

"Ini mengakibatkan anak saya di rumah sudah menjadi korban serangan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)," sambungnya.

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah menyelimuti kota Pekanbaru, Riau, membuat kualitas udara di daerah yang berjuluk kota cantik ini kian memburuk.

Kualitas udara masih tidak sehat, karena kabut asap masih menyelimuti Provinsi Riau, termasuk Kota Pekanbaru.

"Kualitas udara masih tidak sehat tapi berangsur sudah menunjukkan penurunan."

"Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia, hewan dan tumbuhan," tulis informasi pada ISPUnet dengan indikator warna kuning.

Bahkan jumlah titik panas atau hotspot menyentuh angka 220 titik, dan merupakan yang tertinggi kedua di Sumatera.

Namun, berdasarkan data ISPUnet KLHK menunjukkan nilai PM 2.5 di Kota Pekanbaru, Senin 9 Oktober 2023 siang, pukul 11.00 WIB berangsur turun jadi 111, tapi masih dalam kategori tidak sehat.

Sedangkan pada Minggu 8 Oktober 2023 malam, nilai PM 2.5 pada ISPUnet KLHK hampir menyentuh kategori sangat tidak sehat, atau diangka 140.

Akibatnya, sejumlah fasilitas layanan kesehatan mulai dikunjungi pasien dengan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), seperti yang dirasakan Larshen Yunus dan balitanya yang berusia 3 bulan.

Dia merasakan pekatnya kabut asap yang membuat mata menjadi pedih dan sesak ketika bernafas. Bahkan, balitanya sudah lebih dari seminggu tak kunjung sembuh dari batuk.

"Keluhannya anak kami batuk dan badannya panas dampak menghirup kabut asap yang mulai tebal sehingga fisik anak saya tidak kuat," ungkap Larshen Yunus.

Larshen Yunus juga berharap, pemerintah dapat segera menanggulangi kebakaran hutan dan lahan, sehingga bencana kabut asap tidak berkepanjangan dan menghantui warga.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dr Zaini Rizaldy mengakui sudah ada ratusan warga Kota Pekanbaru mengalami gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).

"Kabut asap sudah jangkiti ISPA pada ratusan balita."

"Mayoritas yang mengalami ISPA ini adalah anak-anak di bawah lima tahun (Balita)," kata dr Zaini Rizaldy, Senin (9/10).

Ada ratusan orang yang terkena ISPA dampak dari kabut asap di Kota Pekanbaru. Bahkan yang banyak menjadi korban adalah anak-anak.

Jumlah anak Pekanbaru yang terkena ISPA menurutnya, mencapai 604 orang.

Kebanyakan pasien ISPA merupakan anak di bawah lima tahun atau Balita. 

Jumlah anak Balita di Pekanbaru yang mengalami ISPA dengan Pneoumia mencapai 575 orang dari total kasus ISPA dengan Pneoumia sebanyak 618 orang.

"Untuk kasus ISPA di Kota Pekanbaru didominasi anak-anak. Maka kita imbau agar orangtua mengurangi aktivitas anak di luar rumah," ujar Zaini.

Menurutnya, kabut asap akibat kebakaran lahan masih menyelimuti Pekanbaru hingga saat ini. Namun, pada hari ini kualitas udara sudah semakin membaik dibandingkan seminggu yang lalu berada pada level tidak sehat. 

Walaupun demikian, Zaini tetap mengimbau agar masyarakat waspadai sejumlah penyakit sebagai dampak kabut asap.

Ada sejumlah penyakit sebagai dampak kabut asap selain ISPA. Penyakit tersebut seperti asma, iritasi mata, penyakit paru kronik hingga penyakit jantung.

"Jadi masyarakat kami imbau untuk antisipasi semua penyakit yang merupakan dampak kabut asap," terangnya. 

Pihaknya juga sudah menyampaikan agar puskesmas di Kota Pekanbaru menyiapkan ruangan khusus bagi pasien ISPA.

Hal ini untuk mempercepat akses layanan kesehatan bagi pasien ISPA yang terkena dampak kabut asap.

Zaini menyebut bahwa anak-anak, ibu hamil dan lansia rentan kena dampak kabut asap. 

Ia mengimbau masyarakat apabila melakukan aktivitas di luar rumah hendaknya menggunakan masker standar. Kemudian juga mengurangi aktivitas di luar rumah, kalau tidak perlu. Kemudian masyarakat hendaknya mengkonsumsi makanan bergizi seimbang serta cukup air putih.

"Kemudian jangan lupa aktivitas gerak badan. Olahraga setiap hari agar badan kita selalu sehat dan agar tetap fit saat kabut asap ini," sebutnya.

Diskes Kota Pekanbaru hingga saat ini masih belum mengeluarkan rekomendasi ke Disdik Pekanbaru untuk menghentikan sementara kegiatan belajar mengajar di tengah kabut asap yang kian pekat.

"Biasanya kita merekomendasikan apabila laporan dari DLHK kalau kualitas udaranya sudah berbahaya. Untuk sekarang masih aman," ucap Zaini Rizaldy Saragih.

Ia menyampaikan, meski kualitas udara belum berbahaya bagi kesehatan, namun warga maupun peserta didik tetap diimbau menggunakan masker dan mengurangi aktivitas di luar ruangan.

"Jadi tetap kita imbau kepada seluruh masyarakat agar menggunakan masker dan mengurangi aktivitas di luar rumah," sebutnya.

Seperti diketahui, Kota Pekanbaru sejak beberapa hari terakhir mulai diselimuti kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kabupaten tetangga.

Berdasarkan data yang dirilis BMKG di laman bmkg.go.id, sejak pada Rabu 4 Oktober 2023 konsentrasi partikulat (PM2.5) di Pekanbaru berada di angka 57.40 ugram/m3 atau tidak sehat bagi kesehatan.

KNPI 'Gugat' APH 

Tetapi Larshen Yunus sebelumnya mengaku tentang kekhawatirannya tentang kabut asap ini.

"Yang saya rasakan adalah takut ... takut kabut asap seperti tempo hari itu [2015] yang sudah seperti kiamat," kata Larshen Yunus dalam laporannya melalui Whats App [WA], Sabtu 7 Oktober 2023.

Larshen Yunus, ketika dia terkenang gelombang panas ekstrem dan kebakaran yang melanda Riau pada 2015, semua orang khawatir dengan cemas sangat tinggi yang menyisakan penderitaan pada anak-anak dan orang tua [sesak nafas] juga mungkin sudah banyak yang berakhir nyawa melayang.

"Kebakaran hutan membuat saya sangat cemas tentang masa depan seperti apa yang akan saya jalani nanti, jika ini tidak segera ditangani."

Larshen yang juga Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik [HMPB] Satya Wicaksana berusia 38 tahun itu, bersama keluarganya, dan adik perempuannya, istri dan kedua anaknya masih kecil kecil tinggal dirumah juga mengkhawatirkan kabut asap ini, sehingga dirinya juga mengajukan 'gugatan' terhadap Aparat Penegak Hukum [APH] yakni pemerintah khususnya Kapolda Riau, termasuk seluruh anggota legislatif Riau.

Mereka menuding Provinsi yang dikerubungi kebun sawit tersebut tidak mengambil tindakan yang cukup terhadap perubahan iklim dan gagal mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencapai target Perjanjian Paris yang membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius, "itu inti pokok masalahnya," sebutnya.

Sebelumnya, kata dia, Komitmen Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si terkait Penanganan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) bahkan sudah terlontar didepan publik, 'tetapi kami kembali mempertanyakan komitmen ini," katanya.

Menurutnya, wilayah Provinsi Riau sendiri bencana tersebut sudah seperti musim-musiman.

Padahal, dalam beberapa kesempatan Kapolri tegaskan, bahwa akan ada sanksi berat berupa pencopotan maupun non job bagi para Kasatwil yang daerahnya terbukti kembali terjadi Karhutla.

"Untuk Riau sendiri, semenjak Mapolda dipimpin oleh Irjen Pol Mohd Iqbal S.IK MH, mayoritas hanya berkutat pada kegiatan seremonial dan pencitraan saja. Jadi buktikan ini bisa selesai," ungkapnya.

Sosok Kapolda Riau, Irjen Pol M Iqbal baru-baru ini ditabalkan sebagai Datuk oleh Tokoh Masyarakat Melayu Riau, spanduk dan papan balihonya juga tersebar luas disentaro bumi lancang kuning. Tetapi satu sisi, aspek penegakan hukum justru terlihat mundur, terutama terkait dengan Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) yakni berkaitan dengan pencegahan Karhutla di seluruh Wilayah Provinsi Riau.

"Ini akibat kurang tegasnya APH bahkan cenderung memble, para mafia hutan ataupun lahan tak khawatir lagi dengan membuka akses kebunnya melalui cara-cara membakar," katanya.

"Pelaku seperti itu baiknya ditangkap, jangan dibiarkan," harapnya. 

Kondisi asap sudah mengancam kesehatan masyarakat, jadi salah satu dampaknya, betapa lemahnya sistem penegakan hukum di Riau.

"Ada 12 Kabupaten Kota di Riau. Semuanya ada Mapolsek, Mapolres hingga Mapolda. Kalau APH kita tegas dan ber-integritas, maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi," dalam perkiraan Larshen Yunus.

"Coba Anda perhatikan saat ini, saya, istri, orang tua dan anak-anak saya yang masih kecil menjadi korban akibat berbahayanya polusi udara saat ini," katanya menggambarkan.

"Gumpalan asap sudah merebut hak saya dalam menghirup udara bersih dan sehat di Kota Pekanbaru ini. Pokoknya Wallahuallam Bissawab," ujarnya.

Pihaknya segera menyurati Mabes Polri. Agar kepemimpinan Irjen Pol M Iqbal sebagai Kapolda Riau segera di evaluasi total. 

"Sampai kapan kami hidup dengan asap beracun ini. Kami tagih janji bapak. Terhadap wilayah yang masih terdampak Karhutla, maka Kasatwilnya (Kapolda dan Kapolres) segera di copot," sebut Larshen Yunus yang terlihat sekujur tubuhnya sudah mulai berkeringat.

"Sekali lagi kami mohon pak Presiden, melalui bapak Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo M.Si, mari dan berkenanlah untuk menegur anak buahmu Jenderal."

"Jangan hanya mengumpulkan pundi-pundi. Sementara disatu sisi masih banyak pekerjaan yang belum siap, terutama dalam rangka memperbaiki tata kelola dan sektor di bidang kehutanan dan lingkungan hidup yang sehat dan asri," tuturnya.

Jadi kasus ini, sebutnya, merupakan kasus pertama yang Ia ajukan surat keberatan atas pencemaran udara yang nyaris menrengut dan mengancam keselamatan orang. Ia juga berencana menyurati keberatan ini ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) di Strasbourg, Prancis. 

"Jika gugatan mereka berhasil, itu akan memiliki konsekuensi yang mengikat secara hukum bagi pemerintah yang terlibat," kata dia. 

Ia berargumen bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Riau tiap tahun sejak 2012 itu adalah akibat langsung dari pemanasan global.

Mereka juga mengeklaim hak dasar mereka - termasuk hak untuk hidup, privasi, kelangsungan hidup keluarganya dan hak untuk bebas dari diskriminasi - dilanggar karena keengganan pemerintah untuk melawan perubahan iklim.

KNPI mengatakan bahwa mereka telah merasakan dampak yang signifikan, terutama karena suhu ekstrem di Riau yang memaksa mereka menghabiskan waktu di dalam rumah dan membatasi kemampuan mereka untuk tidur, berkonsentrasi, atau berolahraga.

Beberapa juga menderita kecemasan terkait lingkungan, alergi dan gangguan pernafasan termasuk asma.

Akan tetapi, tak satu pun para penggugat muda selama ini yang mencari kompensasi finansial. Mengingatkannya pada kebakaran hutan di Riau pada 2015 lalu [awan hitam pekat seakan kiamat kecil].

"Saya mau bumi lancang kuning yang hijau ini tanpa polusi. Saya mau sehat dan ini hak saya," kata Larshen lagi.

"Saya terlibat dalam kasus ini karena saya sangat khawatir dengan masa depan saya. Saya takut akan seperti apa tempat tinggal kami nantinya."

Larshen mengatakan masih merasa takut ketika dia mendengar helikopter terbang di atasnya, yang mengingatkannya pada petugas pemadam kebakaran pada tahun 2015, ketika lebih dari 202km persegi hutan di Riau hangus terbakar, dan abu dari kebakaran hutan berjatuhan di atas rumah bermil-mil jauhnya.

"Saya pikir ini sungguh luar biasa bagi saya untuk terlibat dalam kasus ini, karena memiliki hati nurani di usia saya," kata Larshen.

"Tetapi ini juga sangat mengkhawatirkan: Mengapa dia perlu memikirkan hal-hal ini? Dia mengkhawatir saudara dan famili lainnya yang masih kecil seharusnya bermain dengan teman-temannya dan menari mengikuti video TikTok."

Jadi Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik [HMPB] Satya Wicaksana yang mewakili masyarakat itu diperkirakan akan berargumentasi di pengadilan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah yang diterapkan saat ini akan membawa dunia menuju pemanasan global sebesar 3C pada akhir abad ini dan menuju kiamat.

"Ini adalah bencana pemanasan," kata dia lagi.

"Tanpa tindakan segera dari pemerintah, masyarakat yang ikut keberatan atas hak hidup yang terlibat dalam kasus ini akan menghadapi cuaca panas ekstrem yang tidak tertahankan yang akan membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mereka."

"Kami tahu bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk berbuat lebih banyak untuk menghentikan hal ini, namun mereka memilih untuk tidak bertindak," katanya.

Di media sosial bertebaran rasa kecemasan terkait iklim dan ketidakpuasan akan respons pemerintah dalam menangani perubahan iklim meluas di anak-anak dan remaja di seluruh sentaro bumi Melayu ini, yang berdampak pada aktivitas mereka sehari-hari.

Dalam tanggapannya baik secara terpisah maupun bersama terhadap kasus ini, pemerintah berargumentasi bahwa para penggugat belum cukup yakin bahwa mereka menderita akibat langsung dari perubahan iklim atau kebakaran hutan di Riau.

Jadi pemerintah saat ini mengeklaim tidak ada bukti yang menunjukkan perubahan iklim menimbulkan risiko langsung terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, dan juga berpendapat bahwa kebijakan iklim berada di luar cakupan yurisdiksi Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.

Komisaris Dewan Hak Asasi Manusia Eropa, Dunja Mijatovic, yang terlibat dalam kasus ini sebagai pihak ketiga, mengatakan kasus ini berpotensi menentukan bagaimana negara mengatasi masalah iklim dan hak asasi manusia.

Jadi ini sebenarnya, kata Larshen Yunus, masih merupakan sebuah peringatan bagi negara-negara anggota, bagi organisasi-organisasi internasional, bagi kita semua yang mempunyai kesempatan khusus untuk menunjukkan bahwa kita peduli, dan ini bukan sekedar kata-kata di atas kertas. Ini bukan hanya berkata resolusi ini atau itu. Ini tentang mengubah kebijakan. (*)

Tags : kabut asap, kebakaran hutan, pekanbaru, ISPA, karhutla, Kebakaran,