Linkungan   2021/07/01 12:19 WIB

Kehidupan Etnis Minoritas Melestarikan Budayanya di Pulau-pulau Berawa 

Kehidupan Etnis Minoritas Melestarikan Budayanya di Pulau-pulau Berawa 

LINGKUNGAN - Negara-negara Eropa telah datang dan pergi. Tetapi selama lebih dari 1.500 tahun, etnis minoritas Sorbia yang berbahasa Slavia tetap berada di Jerman. Andrea Bunar memiliki salah satu pekerjaan yang paling tidak biasa di Jerman.

Hampir setiap hari antara bulan April dan Oktober, ia mengemudikan perahu sepanjang sembilan meter melintasi labirin saluran air kecil untuk mengirimkan surat ke sekitar 65 rumah yang lokasinya sangat sulit dijangkau. Bunar bekerja sebagai tukang pos lokal di Lehde, sebuah desa tenang berpenduduk 150 jiwa dan terletak di barisan pulau-pulau rawa yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan.

Desa itu berada di cagar biosfer UNESCO yang subur di Spreewald, berjarak 100 kilometer dari Berlin, ibu kota Jerman. Mosaik padang rumput, hutan, dan kanal seluas 47.500 hektare itu hanya memiliki sedikit jalan sehingga menawarkan banyak jalur pendakian dan populer di kalangan wisatawan yang ingin melarikan diri dari hiruk pikuk ibu kota Jerman.

Memiliki arti "hutan di sungai Spree", Spreewald adalah rumah bagi lebih dari 250 kilometer saluran navigasi dan pertanian organik, banyak di antaranya menghasilkan produk terkenal seperti mentimun acar "gherkin Spreewald".  Setelah dinyatakan sebagai "mungkin yang terbaik di dunia" oleh The Guardian, mentimun manis dan asin yang dilindungi Uni Eropa itu dipanen pada bulan Juli dan Agustus.

Bunar menikmati ketenangan dari pekerjaannya, dan mengetahui dengan baik seluk hutan belantara dan lahan basah di sana. Setiap pekan, dia mengirimkan sekitar 650 surat dan paket kecil di sekitar Lehde - dan terkadang dia juga harus mengangkut pohon apel, mesin pemotong rumput, dan televisi layar datar, melalui saluran sempit yang dibantu oleh kayuh sepanjang empat meter.

Saluran air Spreewald yang sepi memiliki peran penting selama lebih dari seribu tahun. Dengan perahu kayu yang disebut Kahns, saluran itu digunakan untuk mengangkut ternak, tanaman dan manusia. Saat ini, sebagian besar peternakan memiliki perahu kecil dan dermaga yang juga sama kecilnya, dan selama 124 tahun terakhir kanal-kanal ini juga telah digunakan untuk mengirim surat. "Senang sekali tradisi lama seperti ini diusung dan dihidupkan kembali," kata Bunar sebelum melakukan pekerjaan yang telah dilakukannya selama 10 tahun terakhir. Itu benar-benar memperkaya kehidupan desa."

Meskipun Bunar telah tinggal di dekat Spreewald hampir sepanjang hidupnya, dan sering mengobrol dalam bahasa Jerman dengan penduduk lokal dan turis, dia menyesali satu hal. Dia tidak bisa berbicara bahasa kedua di kawasan itu, yang merupakan bagian penting dari identitas dan keunikan di sana.
Kelompok etnis Slavia terkecil di dunia

Selain melindungi 6.000 spesies hewan dan tumbuhan, Spreewald juga merupakan rumah bagi masyarakat Sorb atau Sorbia: kelompok etnis Slavia terkecil di dunia. Salah satu dari empat minoritas yang diakui secara nasional di Jerman, selain suku Danes atau Denmark, suku Frisia dan Sinti Roma (Frisians dan German Sinti) dan Roma.

Etnis Sorbia adalah keturunan suku Slavia yang tinggal di utara Pegunungan Karpatia (Carpathian) di Eropa Tengah dan Timur. Sekitar 1.500 tahun yang lalu, beberapa suku ini bermigrasi ke Lusatia, wilayah bersejarah yang kadang disebut Sorbia yang membentang di Jerman timur, Polandia barat, dan ujung utara Republik Ceko.

Seiring waktu, kerajaan dan negara-negara Eropa telah datang dan pergi, tetapi Sorbia tetap ada - etnis minoritas berbahasa Slavia yang ada di Jerman modern. Saat ini diperkirakan ada 60.000 etnis Sorbia di Jerman. Sepertiga tinggal di negara bagian Brandenburg, di mana Spreewald berada, dan sisanya tinggal lebih jauh ke selatan, di Saxony.

Selain bahasa Jerman, orang Sorbia berbicara dalam bahasa Slavia Barat milik mereka sendiri: sekitar 20.000 orang di Saxony berbicara bahasa Sorbia Atas (yang memiliki kesamaan dengan bahasa Ceko); sedangkan Brandenburg memiliki sekitar 5.000 penutur bahasa Sorbia Bawah (yang memiliki lebih banyak kesamaan dengan bahasa Polandia).

Kedua bahasa tersebut kini terancam punah, sehingga dilindungi dan dipromosikan secara lokal. Nama Desa Lehde, misalnya, adalah Ledy dalam bahasa Sorbia Bawah. Dan jika bertanya kepada penduduk setempat, banyak yang akan menulis nama dan gelar mereka dalam bahasa Jerman dan Sorbia. "Bagi banyak orang, bahasa itu sangat penting, itu adalah cara utama untuk mengidentifikasi dengan Sorbia pada umumnya," kata Fabian Kaulfürst, seorang ahli bahasa di Sorbian Institute, sebuah fasilitas penelitian yang berspesialisasi dalam sejarah dan budaya Sorbia, yang terletak di kota Bautzen, atau Budyšin di Sorbia Atas - yang umumnya dikenal sebagai jantung spiritual dan politik Sorbia hari ini.

Melestarikan budaya Sorbia

Saya bertemu Kaulfürst di kebunnya di desa kecil Saxon, Panschwitz-Kuckau, atau Pancicy-Kukow, salah satu dari lima desa di dekat Bautzen yang umumnya digambarkan sebagai benteng Sorbia, terletak sekitar 100 kilometer selatan Lehde. Di sini, seperti dijelaskan Kaulfürst, bahasa Sorbia tidak hanya dituturkan oleh generasi yang lebih tua, tetapi juga merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan di pasar dan di antara 7.000 penduduk kawasan itu. Sehingga umum mendengar orang saling menyapa dengan "Witaj" yang artinya "Halo". "Kami masih beruntung di sini bahwa ada orang yang merasa ini adalah bahasa komunikasi yang normal dan tidak perlu terlalu banyak memikirkannya, tetapi cukup berbicara tanpa basa-basi," katanya.

Salah satu faktor mengapa suku Sorbia ini mampu melestarikan budaya dan bahasa mereka adalah karena komunitas Katolik yang jarang penduduknya ini dikelilingi oleh ladang dan perbukitan yang sulit dijangkau dengan transportasi umum. Jaraknya hanya sekitar 50 kilometer dari Dresden, ibu kota Saxony, tapi seperti dunia yang jauh. Keunikan ini juga terasa di desa Crostwitz, yang secara lokal dikenal sebagai Chróscicy.

Di sini, sekitar 90% penduduknya adalah orang Sorbia, dan anggota dewan berbicara terutama dalam bahasa Sorbia Atas selama pertemuan politik bulanan mereka. Bahkan, dokumen resmi dicetak dalam kedua bahasa. "Ini biasa terjadi di sini; itulah mengapa ini penting," kata Marko Klimann, walikota Crostwitz yang merupakan etnis Sorbia. Ini bukan sesuatu yang dibuat secara artifisial dan sekarang kami berusaha untuk tetap hidup. Ini adalah kehidupan sehari-hari. Ini adalah bahasa sehari-hari," katanya.

Untuk tetap seperti itu, Sorbia berfokus pada generasi mendatang. Sekitar 5.000 murid belajar bahasa Sorbia di 41 sekolah dasar, serta di belasan sekolah menengah. Menurut Katharina Jurk, kepala Asosiasi Sekolah Sorbia, semua murid sekolah dasar lokal di Crostwitz belajar Sorbia sebagai bahasa ibu mereka dan bahasa Jerman sebagai bahasa kedua.

Tantangannya tentu besar, seperti mencari guru. Tapi, Jurk menekankan, keluarga muda semakin sadar untuk mewariskan tidak hanya bahasa, tetapi juga tradisi Sorbia lainnya kepada generasi muda. Sepanjang sejarah Jerman, Sorbia telah berhasil melestarikan warisan budaya mereka sendiri yang kaya. Mereka terkenal di seluruh negeri akan keindahan telur Paskah yang buat dengan sabar setiap tahun pada bulan Maret dan April.

Mereka juga menghargai kebiasaan karnaval Sorbia, acara mengusir roh jahat dan mengucapkan selamat tinggal pada bulan-bulan dingin dalam setahun. Bunar mengatakan ini adalah salah satu tradisi Sorbia yang sangat dia sukai untuk dipraktikkan bersama anak-anaknya di Spreewald. "Kami berjalan selama satu hari melewati desa," jelasnya. "Kami mengumpulkan telur, bacon, dan uang dan kemudian, seminggu kemudian, kami mengenakan kostum tradisional kami dan kemudian musim dingin berlalu dan kami merayakan musim semi."

Bunar mengatakan penting baginya untuk berkontribusi agar tradisi ini tetap hidup, "seperti mengantarkan pos dengan kapal". Ini adalah pengiriman yang diikuti "ketenangan" yang sering dia rasakan di atas air. Dia mengayuh secara berirama dari satu peternakan ke peternakan berikutnya di wilayah yang masih alami dan tradisi kuno. "Ini benar-benar indah, unik," katanya. (*)

Tags : Kehidupan Etnis Minoritas di Eropa, Melestarikan Budaya, Pulau Berawa ,