Linkungan   2024/02/29 8:58 WIB

Kepiting Pertapa 'Patah Hati' karena Hdup dengan Sampah, 'Jadi Beralih Gunakan Limbah Plastik Sebagai Cangkang'

Kepiting Pertapa 'Patah Hati' karena Hdup dengan Sampah, 'Jadi Beralih Gunakan Limbah Plastik Sebagai Cangkang'
Kelomang kecil menggunakan ujung bohlam lampu yang patah sebagai cangkang alternatif.

LINGKUNGAN - Berbagai jenis kelomang atau kepiting pertapa di seluruh dunia, yang mencari cangkang untuk digunakan demi melindungi tubuh mereka, mulai beralih menggunakan sampah plastik sebagai alternatif.

Para peneliti sampai pada kesimpulan ini berdasarkan analisis beberapa foto, yang diambil oleh penggemar satwa liar dan dipublikasikan secara daring.

Para ilmuwan mengatakan mereka "patah hati" setelah melihat seberapa sering hewan itu hidup dengan sampah kita.

Mereka mengatakan dua pertiga jenis kelomang hidup dalam "cangkang buatan" – yakni berupa barang-barang yang dibuang manusia.

Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Science of the Total Environment.

Penelitian ini menggunakan gambar-gambar dari media sosial dan situs web berbagi foto, seperti yang dijelaskan oleh salah satu peneliti Marta Szulkin, seorang ahli ekologi perkotaan dari Universitas Warsawa:

"Kami mulai melihat sesuatu yang benar-benar tidak biasa."

"Bukannya dihiasi dengan cangkang siput yang indah, yang biasa kita lihat – hewan ini bahkan meggunakan tutup botol plastik merah pada punggung mereka atau sepotong bohlam lampu."

Szulkin dan rekan-rekannya, Zuzanna Jagiello dari Universitas Warsawa dan Łukasz Dylewski, dari Poznan University of Life Sciences, menemukan sebanyak 386 kelomang menggunakan cangkang buatan - terutama tutup botol plastik.

"Menurut perhitungan kami, 10 dari 16 spesies kelomang darat di dunia menggunakan jenis tempat berlindung [sampah plastik] dan itu terlihat di semua wilayah tropis di Bumi," jelas Prof Szulkin.

Meski begitu, masih belum diketahui jelas apakah penggunaan bahan-bahan plastik tergolong berbahaya - atau sebaliknya bermanfaat – untuk para krustasea kecil yang rentan.

"Ketika saya pertama kali melihat foto-foto ini, saya merasa itu memilukan," kata Profesor Szulkin.

"Di saat yang sama, saya pikir kita benar-benar perlu memahami bahwa kita kini hidup di era yang berbeda, sehingga hewan-hewan memanfaatkan apa yang tersedia bagi mereka."

Berebutan sampah plastik

Studi ekologi berbasis internet ini, menunjukkan bahwa penggunaan cangkang sampah plastik merupakan sebuah "fenomena global".

"Kami melihat [fenomena ini] terjadi pada dua pertiga dari semua spesies kepiting pertapa darat," kata Prof Szulkin.

"Itulah yang bisa kami identifikasi hanya menggunakan foto-foto yang diambil oleh wisatawan."

Para peneliti mengatakan temuan ini mengangkat pertanyaan baru tentang bagaimana hewan pesisir bercangkang berinteraksi dengan dan menggunakan plastik.

Selain mencari tahu apakah penggunaan sampah plastik dapat membuat kepiting terluka, para ilmuwan juga ingin mengetahui bagaimana hal itu dapat berdampak pada evolusi mereka.

Seluruh kelompok kepiting ini telah beradaptasi dengan mengais dan menggunakan cangkang siput bekas untuk melindungi tubuh mereka yang rapuh. Dan ketika mereka kekurangan cangkang, para kepiting akan memperebutkannya.

Namun, para ilmuwan belum mengetahui seberapa besar unsur baru ini dapat mempengaruhi mereka – dan apakah kepiting juga akan memperebutkan cangkang plastik buatan," jelas Prof Szulkin.

Peneliti mengatakan bahwa cangkang siput alami sedang berkurang, sehingga ia menduga hal itu membuat semakin mudah bagi hewan untuk mencari alternatif cangkang buatan.

Bahkan, 'cangkang' plastik yang lebih ringan bahkan dapat membantu kelomang yang lebih mungil dan lebih lemah untuk bertahan hidup karena lebih mudah dibawa.

Tentu saja ada banyak plastik berserakan di lingkungan laut yang dapat dipilih untuk digunakan hewan. Sebuah studi baru-baru ini, yang mencoba mengukur skala polusi plastik di laut, memperkirakan bahwa ada setidaknya 171 triliun keping plastik yang mengambang di lautan sekarang.

Para ahli telah memperingatkan angka itu bisa saja naik tiga kali lipat pada 2040 jika tidak ada tindakan yang diambil.

Tetapi, masih ada harapan bahwa pada 2024 negara-negara akhirnya setuju untuk menandatangani perjanjian global yang telah lama ditunggu-tunggu untuk mengakhiri momok plastik.

Mark Miodownik, profesor bahan-bahan dan masyarakat di University College London mengatakan kepada BBC bahwa ada pelajaran bagi manusia yang terkandung dalam gambar-gambar ini.

"Sama seperti kepiting pertapa," katanya, "kita harus lebih sering menggunakan kembali plastik, daripada membuangnya. (*)

Tags : Polusi, Hewan-hewan, Pencemaran laut, Kesejahteraan hewan, Lingkungan, Alam, Hak hewan, Sains,