Nasional   2023/10/03 16:38 WIB

Kereta Cepat untuk Publik Jakarta-Bandung Diluncurkan, 'yang Sempat Beberapa Kali Tertunda'

Kereta Cepat untuk Publik Jakarta-Bandung Diluncurkan, 'yang Sempat Beberapa Kali Tertunda'
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (ketiga kiri) berbincang bersama Perdana Menteri China Li Qiang (kedua kiri) saat mencoba kereta cepat di Stasiun Kereta Cepat di Halim, Jakarta Timur, Rabu (6/9/2023).

JAKARTA - Kereta cepat pertama di Indonesia yang menghubungkan ibu kota Jakarta dan Bandung di Jawa Barat, akhirnya resmi beroperasi untuk publik setelah sempat beberapa kali tertunda.

Pembangungan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang juga proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara, molor hingga tujuh tahun dan menelan biaya yang membengkak hingga sekitar US$7,27 miliar, setara Rp112 triliun.

Pemerintah Indonesia berencana memperpanjang rutenya hingga ke Surabaya, Jawa Timur. Namun, pakar menyarankan pemerintah untuk “mengevaluasi” terlebih dahulu performa KCJB sebelum benar-benar memutuskan memperpanjang rute kereta cepat hingga ke timur Pulau Jawa.

Sementara pegiat lingkungan mengatakan, “kalau bisa tidak diteruskan” karena biaya dan dampak lingkungannya besar. 

Selain soal dana pembangunan yang membengkak sehingga membuat Indonesia masuk ke “jebakan utang China” – kata sejumlah pengamat, proyek kereta cepat juga sempat memicu isu lingkungan, termasuk banjir di Bekasi dan Bandung Barat.

Saat uji coba pada medio September lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan rencana perpanjangan rute kereta cepat hingga ke Surabaya itu sedang dalam tahap kajian.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan ada “kecenderungan” rute yang dipilih nanti melalui Jawa bagian Selatan.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan nantinya KCJB menuju Surabaya akan "mampir" di beberapa kota, seperti Kertajati Yogyakarta, dan Solo.

Pemilihan rute kereta cepat ke Surabaya nantinya akan mempertimbangkan potensi dampak ekonomi untuk wilayah-wilayah yang dilewati kelak.

Seperti apa kerumitan proyek kereta cepat sehingga beberapa ahli menyarankan untuk mengevaluasi yang sudah ada terlebih dahulu, alih-alih meneruskannya?
Evaluasi sebelum diteruskan

Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (Pustral UGM) Ikaputra menilai keberadaan kereta cepat di Indonesia merupakan sesuatu yang “luar biasa” bagi perkembangan perkeretaapian di Tanah Air.

Sebab, sudah sekian lama teknologi perkeretaapian di Indonesia tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Padahal di awal masa peradaban kereta api, kualitas perkeretaapian Indonesia sempat berada di nomor dua setelah India.

Meski menganggap kereta api bisa menjadi. solusi yang tepat untuk mengatasi masalah perubahan iklim, Ikaputra menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi proyek KCJB terlebih dahulu sebelum memperpanjang rutenya hingga ke Surabaya.

“Karena ini agak beda, kereta cepat itu punya pertimbangan yang tidak main-main…Sangat tergantung teknologinya, jadi tidak boleh main-main,” kata Ikaputra kepada BBC News Indonesia.

Bagaimanapun, dalam konteks transportasi, menurut Ikaputra “kereta api jauh lebih bagus dibanding yang lain”, hanya saja investasinya memang besar.

“Kalau menurut saya nanggung juga kalau cuma sampai Bandung, kan cuma setengah jam nanti balik lagi. Kalau sampai Surabaya cuma dua jam kan itu baru revolusioner,” ujarnya.

Senada dengan Ikaputra, pengamat pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pemerintah perlu mengevaluasi KCJB terlebih dahulu sebelum meneruskan rute kereta cepat hingga ke Surabaya.

“Kalau sampai Surabaya, PT Kereta Api [PT KAI] remuk redam. Nanti kalau BUMN-nya remuk redam akhirnya pakai APBN untuk nomboknya. Kan sayang uang APBN hanya untuk di Jawa semua,” kata Djoko

Jika tidak ada penyertaan modal nasional (PMN) yang disuntikkan kepada PT KAI sebagai pimpinan konsorsium dalam proyek kereta cepat, kata Djoko, perusahaan milik negara itu “sudah kolaps”.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu mengatakan “oke-oke saja kita punya kereta cepat”, tapi transportasi lainnya yang kualitasnya masih “buruk” juga harus diperbaiki agar tidak tercipta “kesenjangan yang terlalu jauh”.

Manajer Kampanye WALHI Nasional Dwi Sawung justru berpendapat proyek kereta cepat “mending tidak usah” diteruskan sampai ke Surabaya.

Selain karena biayanya mahal, Sawung menduga dampak lingkungan yang ditimbulkan akan lebih besar dari yang sebelumnya.

“Lebih baik cari opsi lain ya, upgrade jalur yang sekarang daripada harus membangun jalur baru,” kata dia.

Mengapa para ahli tidak serta merta menyetujui rencana pemerintah memperpanjang rute kereta cepat sampai ke Surabaya? Apa yang terjadi di proyek KCJB?
Awal pembangunan dan kontroversinya

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkap proyek kereta cepat sebenarnya sudah direncanakan sejak 2008 lalu dan saat itu mereka telah melakukan studi kelayakan dari Jakarta hingga Surabaya.

Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) juga pernah membuat studi kelayakan dan menawarkan proyek kereta cepat pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, realisasi proyek kereta cepat itu sempat terhenti dan baru dimulai lagi ketika Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai presiden.

Di 2015, wacana pembangunan proyek kereta cepat baru muncul lagi. Pemantiknya, kunjungan Presiden Jokowi ke China, di mana dia menjajal kereta cepat Beijing-Tianjin.

Ditambah lagi Singapura-Malaysia mengumumkan rencana proyek kereta cepat mereka.

"Jadi kalau kita tidak berani memulai itu, kapan pun itu nggak akan bisa kita mulai," kata Jokowi pada 2015, dikutip dari detik.com.

Namun, penolakan terhadap proyek ini meluas. 

Kala itu, mulai dari pegiat, ahli transportasi, pelaku bisnis, hingga masyarakat mempertanyakan prioritas rencana ini di antara target Presiden Jokowi membangun infrastruktur di luar Pulau Jawa.

Menurut Ketua Institut Studi Transportasi Darmaningtyas, pada 2015 kepada BBC Indonesia, pembangunan kereta tidak hanya akan menambah ketimpangan pembangunan infrastruktur, tapi juga menambah beban lingkungan terhadap Pulau Jawa yang sudah padat penduduk dan banyak mengalami alih fungsi lahan-lahan produktifnya.

Apalagi, kata Darmaningtyas, jalur Jakarta-Bandung sebenarnya sudah dilayani oleh jaringan kereta api dan memiliki jalan tol yang kondisinya relatif bagus.

Ignasius Jonan, yang pada masa itu menjabat sebagai menteri perhubungan, juga sempat beberapa kali mengungkapkan penolakannya, dengan alasan proyek ini memiliki sejumlah kekurangan, baik dari aspek bisnis maupun operasional.

Dia beralasan, membangun Kereta Cepat Jakarta Bandung yang jaraknya terbilang sangat pendek adalah bentuk pembangunan yang terlalu berorientasi Pulau Jawa.

Diberitakan Kompas.com, Jonan menolak menerbitkan izin trase pembangunan kereta cepat karena dinilai masih ada beberapa regulasi yang belum dipenuhi, terutama terkait masa konsesi.

"Baca dong Perpres No 107/2015. Di situ tercantum Kemenhub harus menegakkan perundangan yang berlaku. Saya dukung kereta cepat agar cepat terbangun. Jika semua dokumennya siap, dalam waktu satu minggu, izin akan keluar. Pokoknya Kemenhub tidak akan mempersulit, tetapi juga tidak akan mempermudah," kata Jonan.

Dia juga diketahui tidak menghadiri acara groundbreaking proyek pembangunan KCJB di Walini pada 21 Januari 2016.

Jonan juga menjadi bagian dari pihak yang mengharamkan dana APBN digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Jepang vs China

Lelang proyek pun dibuka. Jepang bukan satu-satunya pihak yang tertarik untuk menggarap proyek kereta cepat di Tanah Air.

China juga membawa proposal pada Agustus 2015 dan masuk sebagai tandingan Jepang, yang kala itu harus merevisi proposalnya karena kurang diminati pemerintah Indonesia. Sebab, Jepang meminta jaminan pemerintah Indonesia jika terjadi sesuatu dengan proyek tersebut.

Dalam revisi proposalnya, Jepang menawarkan jaminan pembiayaan dari pemerintah Jepang dan meningkatkan tingkat komponen produk dalam negeri Indonesia.

Negeri Sakura menawarkan investasi sebesar US$6,2 miliar dengan masa waktu 40 tahun dan bunga 0,1%.

Ketika Jepang tengah merevisi proposalnya, China masuk dan langsung mendapat dukungan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Mereka menawarkan investasi US$5,5 miliar, jauh lebih murah dibandingkan Jepang, dengan skema investasi 40% kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi itu, sekitar 25% akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun.

China juga mengatakan proyek mereka tidak akan menguras dana APBN Indonesia dan bakal terbuka soal transfer teknologi.

Akhirnya, pemerintah Indonesia memilih China sebagai penggarap proyek kereta cepat.

Waktu itu, Menteri BUMN Rini Soemarno mengungkap alasan pemerintah mantap memilih China adalah tawaran pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

Jepang lantas menyampaikan kekecewaan dan penyesalannya secara terbuka.

Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanizaki mengatakan pihaknya menyesal karena sudah menggelontorkan dana yang besar untuk studi kelayakan dan mereka kecewa tawaran proyek dengan teknologi terbaik dan standar keamanan yang tinggi tidak terpilih.

Dalam proposalnya, China memang menawarkan investasi sebesar US$5,5 miliar, tapi setelah itu biayanya naik.

Biaya proyek sempat diestimasi membengkak menjadi US$5,8 miliar, hingga akhirnya disepakati biaya pembangunan sebesar US$6,07 miliar

Jelang akhir proyek pembangunan, Indonesia dan China sepakat ada pembengkakan biaya sampai US$1,2 miliar.

Akibat pembengkakan biaya itu, PT KCIC harus mengajukan utang baru ke China.

General Manager (GM) Corporate Secretary PT KCIC Eva Chairunisa mengatakan beberapa faktor yang membuat biaya proyek kereta cepat membengkak antara lain pembebasan lahan dan pandemi.

“Pada proses pembebasan lahan ini banyak sekali hal-hal yang tidak sesuai dengan penghitungan karena seperti yang kita tahu lahan di Indonesia ternyata ada masalah kepemilikan surat-surat, dan lain-lain,” kata Eva.

Diungkap oleh GM corporate secretary sebelumnya, Rahadian Ratry, proses pengadaan lahan yang memakan waktu membuat harga tanah yang akan dibebaskan juga mengalami kenaikan.

Pandemi juga menyebabkan kenaikan biaya karena pembatasan-pembatasan membuat proyek sempat melambat dan berhenti sehingga memakan waktu yang lebih lama.

Masalah lainnya meliputi kondisi geografis di tempat pembuatan terowongan yang ternyata di luar dugaan, Penggunaan frekuensi GSM-R yang ternyata di Indonesia berbayar, dan instalasi listrik PLN.

Tidak hanya soal biaya, kenaikan juga terjadi pada suku bunga pinjaman, dari yang awalnya 2% menjadi 3,4%.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan angka itu masih lebih murah dibandingkan bunga pinjaman di tempat lain yang mencapai 6%.

Tenor pinjaman pun berubah, dari yang tadinya 40 tahun, kini menjadi 30 tahun.

Butuh waktu kurang lebih tujuh tahun dari peletakan batu pertama sampai publik bisa benar-benar bisa menggunakan moda transportasi ini.

Padahal dalam proposalnya, China menargetkan proyek garapannya selesai pada 2019.

Peresmian dijadwalkan pada 18 Agustus 2023, tetapi dibatalkan karena izin operasionalnya belum keluar.

Pada 26 September 2023, akhirnya Kementerian Perhubungan menerbitkan izin operasional KCJB melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 114 Tahun 2023.

Artinya, kereta cepat bisa diresmikan dan beroperasi secara komersial sesuai tanggal yang dipilih pemerintah, yaitu 2 Oktober, setelah awalnya dijadwalkan pada 1 Oktober.

Kini, publik mulai bisa menggunakan kereta cepat dari Jakarta menuju Bandung dan sebaliknya.

Operasional KCJB akan dilakukan "secara bertahap" agar operator bisa melakukan evaluasi sampai dengan skenario 68 perjalanan kereta per hari, kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Pembengkakan biaya atau yang dikenal dengan istilah cost overrun dalam proyek pembangunan kereta cepat akhirnya mengarah pada disentuhnya APBN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penjaminan APBN bisa dilakukan. Itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 dan juga dalam aturan pelaksananya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023.

Dalam perpres yang mengatur soal percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung itu disebutkan jika terjadi pembengkakan biaya, pembiayaan dari APBN bisa berupa penyertaan modal negara dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN, dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Kata Sri Mulyani, berdasarkan hasil rapat Komite KCJB, PT KAI dinilai memiliki kemampuan untuk membayar kembali penjaminan yang diberikan pemerintah dengan pendapatan tambahan yang berasal dari pengiriman batu bara PT Bukit Asam di Sumatera. 

Jauh sebelum keputusan itu diambil, sebenarnya China sudah menyaratkan APBN dijadikan jaminan untuk proyek kereta cepat.

Menteri Luhut mengatakan waktu itu China menginginkan kelangsungan pembayaran pinjaman pokok maupun beban bunga dari proyek kereta cepat bisa dijamin APBN pemerintah Indonesia.

Menurut pengakuan purnawirawan jenderal TNI AD itu, pemerintah tidak langsung menuruti permintaan China. Luhut menawarkan alternatif dengan penjaminan utang melalui BUMN penjamin kredit PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman mengatakan, dengan pertimbangan pembengkakan biaya dan bunga pinjaman yang naik menjadi 3,4%, konsorsium Indonesia bakal kesulitan membayar utang dan pada akhirnya mengandalkan APBN.

"Kalau sudah pakai APBN ya bukan business-to-business lagi. Prinsip itu yang harus dipegang. Tapi China ingin kepastian bisa terbayar enggak utangnya? Kalau dianggarkan di APBN kan jelas pasti dibayar,” kata Rizal pada April 2023 lalu.

Selain soal pendanaan, masalah lainnya juga sempat membelit proyek kereta cepat.

WALHI Jawa Barat mencatat ada 23 kasus terkait langsung dengan proyek kereta cepat, yang meliputi masalah perizinan, lingkungan, sosial, hingga kecelakaan kerja.

Manager Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur WALHI Nasional Dwi Sawung menyebut pembangunan proyek kereta cepat “serampangan, yang mengabaikan tata ruang” sehingga menimbulkan masalah.

Pada 2019 lalu, warga Kompleks Tipar Silih Asih di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat, mengeluh karena rumah mereka mengalami keretakan setelah pihak proyek melakukan pengeboman untuk membuat terowongan, tidak jauh dari permukiman.

Ahmad M Sutisna mengatakan retakan muncul di rumahnya setelah terdengar suara keras dari lokasi proyek. Retakan itu kemudian meluas dari atap hingga lantai.

15 rumah lainnya juga mengalami kondisi serupa.

"Rumah kami berada di lereng dan sering hujan. Kami khawatir struktur geologi akan menambah kerusakan dan khawatir akan runtuh di masa depan,” ujarnya.

Kajian Badan Geologi juga menemukan retakan tanah memanjang di area kompleks, yang berpotensi longsor ketika hujan.

Warga menuntut kompensasi, tetapi pihak perusahaan hanya memperbaiki dinding rumah yang retak.

Di tahun yang sama juga terjadi kebakaran pipa milik Pertamina di Cimahi, Jawa Barat, dilaporkan terjadi karena terkena pengeboran alat berat di lokasi proyek kereta cepat. Padahal kata Sawung, biasanya ada tanda khusus yang menunjukkan keberadaan pipa minyak.

Seorang pekerja China bernama Li Xuanfeng, yang merupakan operator alat berat, meninggal dunia.

Masih berkaitan dengan keselamatan kerja, pada Desember 2022 terjadi kecelakaan yang melibatkan kereta teknis Kabupaten Bandung Barat. Dua pekerja asal China meninggal dunia dan empat lainnya mengalami luka berat.

Saat itu, Corporate Secretary PT KCIC Rahadian Ratry mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh atas SOP pemasangan rel, dan SOP pekerjaan lainnya.

Kembali ke masalah lingkungan, proyek kereta cepat juga memicu banjir di Bekasi.

Sejumlah ruas Tol Jakarta-Cikampek terendam banjir. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan proyek kereta cepat yang ada di sebelah ruas tol Cikampek menutupi saluran pembuangan air. Proyek pun ditutup sementara.

Banjir juga terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Sebuah sekolah dan fasilitas umum di Desa Cilame dilaporkan mengalami kerusakan. Warga dan siswa pun protes.

Merespons hal itu, PT KCIC beserta pihak kontraktor meninjau ulang lokasi banjir dan kerusakan untuk melakukan langkah penanganan.

Sawung mengatakan sudah menaruh kekhawatiran terhadap proyek ini sejak Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) keluar.

“Ini kan AMDAL tercepat dalam sejarah, 14 hari, 10 hari kerja kalau tidak salah… Biasanya proyek yang sebesar ini, yang melewati bentang wilayah yang berbeda-beda dan tidak semua tempat ada datanya, paling sedikit enam bulan sebenarnya,” ujarnya.

Kekhawatiran aktivis lingkungan itu tidak hanya sampai di situ saja. Pembangunan kota baru yang rencananya akan dibangun di dekat stasiun kereta cepat dikhawatirkan akan menimbulkan dampak lingkungan.

Misalnya, rencana pembangunan kota baru di kawasan Tegalluar, yang merupakan lahan basah.

“Kita tidak tahu nanti akan memperparah banjir di Gedebage atau tidak. Kalau menurut perkiraan dampak, itu pasti ada pengaruhnya,” kata Sawung.

Deputi Bidang Kebijakan Strategis di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dessy Ruhati, mengatakan harga tiket kereta cepat Jakarta-Bandung berkisar antara Rp250.0000 hingga Rp350.000, sesuai dengan kelas kereta.

"Untuk first class, Rp350.000, kemudian untuk bussiness class Rp300.000 dan premium economy Rp250.000 rupiah," kata Dessy saat uji coba KCJB, Jumat (29/09) seperti dikutip dari detik.com.

Tarif ini sesuai dengan tarif yang diusulkan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yakni sebesar Rp250.000 - Rp350.000.

Jika dibandingkan dengan harga tiket Kereta Api Argo Parahyangan yang dibanderol Rp150.000 untuk kelas ekonomi dan Rp200.000 untuk kelas bisnis, tarif kereta cepat jauh lebih mahal.

Namun, waktu tempuh Jakarta ke Bandung dengan kereta cepat lebih singkat yaitu hanya sekitar 45 menit, sedangkan waktu tempuh Argo Parahyangan bisa sampai 3 jam.

Sementara itu, Direktur Keselamatan PT KAI, Sandry Pasambuna menargetkan jumlah penumpang kereta cepat sebanyak 30.000 penumpang dalam sehari.

"Kita secara bertahap, tetapi untuk peaknya di 32 ribu per day dalam 64 perjalanan," kata Sandry.

Dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir Desember 2022, Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan bahwa target penumpang harian sebesar sekitar 30 ribu penumpang itu turun dari semula 60 ribu penumpang per hari.

Selain target penumpang harian, target perjalan harian juga ikut diturunkan. Dari yang sebelumnya 68 perjalanan per hari, di awal operasional nanti hanya 28-40 perjalanan saja.

Dengan pola operasi pada Oktober-November 2023 hanya 28 perjalanan, lalu Desember naik menjadi 40 perjalanan, serta Januari 2024 menjadi 68 perjalanan. (*)

Tags : Bisnis, Ekonomi, Transportasi kereta, Cina, Teknologi, Transportasi, Indonesia,