Wisata   2022/02/19 21:32 WIB

Keterasingan yang Menghambat Perkembangan 'Pulau Surga Arkoi'

Keterasingan yang Menghambat Perkembangan 'Pulau Surga Arkoi'

KETERASINGAN yang menghambat perkembangan Arkoi menyelamatkannya dari nasib pulau-pulau Yunani lain yang lebih populer dan dimanjakan industri pariwisata.

Ketika menginjakkan kaki di Arkoi beberapa tahun lalu mencari pelarian dari hiruk pikuk wisatawan musim panas di Samos, sebuah pulau di Yunani di sisi timur Laut Aegea, pagi hari itu ada kapal yang hendak melaut menuju Arkoi.

Ini kejadian langka, jadi tidak melewatkan kesempatan tersebut. Saat Samos dipenuhi para pencari peruntungan bisnis dan kesenangan, Arkoi sang permata di kepulauan Dodecanese, tenang dan bernuansa pedesaan.

Berpopulasi 35 orang dan 450 domba, pulau ini mengingatkan kita pada gurun yang mistis. 

Arkoi terlihat seperti lanskap yang dikelilingi semak belukar dan pepohonan zaitun liar yang terhambat angin. Sederet pantainya yang tersembunyi dinaungi pohon tamariska dan lautan bercahaya.

Ini adalah obat penawar terhadap keramaian dan kebisingan kehidupan kota.

Namun surga liburan seseorang adalah rumah bagi orang lain, dengan semua kesenangan dan kerumitan yang menyertainya.

Saat mencari Pantai Limnari yang terpencil, saya bertemu laki-laki bernama Tasos Melianos di jalan yang mengarah melalui tanah milik keluarganya.

Jalan itu menuju jalur curam menyusuri lereng sisi timur pulau sebelum berakhir di teluk yang tersembunyi.

Melianos, si gembala domba berusia 45 tahun, tidak memiliki keinginan untuk tinggal di tempat lain, meskipun kekasihnya meninggalkan Arkoi karena tidak tahan dengan musim dingin yang berkecamuk di pulau tersebut.

Berdiri di bawah cahaya sore yang mencolok di dataran paling tinggi di Arkoi, Melianos berkata, "Saya suka pekerjaan saya, hewan dan tanah di pulau ini."

Saya baru memahami pemikiran Melianos ketika saya melihat panorama laut yang tenang. Gelombangnya dihancurkan batu-batu karang yang tampak seperti makhluk prasejarah.

Hari-hari di Arkoi ditandai suara-suara lonceng yang turun dari bukit. Melodi itu terdengar saat para gembala domba memberi makan ternak mereka pada waktu subuh dan matahari terbenam.

Menggembalakan domba adalah satu dari hanya tiga cara penduduk untuk bertahan secara finansial di pulau kecil yang luasnya kurang dari tujuh kilometer persegi ini. Opsi lainnya adalah terlibat dalam sektor perikanan dan pariwisata.

Walau pariwisata penting bagi perekonomian Arkoi, pulau ini membatasi jumlah kapal pesiar yang dapat bersandar beberapa malam di marina kecil pulau di Pelabuhan Augusta yang tersembunyi.

Tempat pemberhentian kapal itu tak jauh dari ruang publik yang menyediakan persewaan 30 kamar.

Situs bersejarah yang menarik di pulau ini adalah penjara militer Italia yang kini tak lagi terawat. Bangunan itu dibangun selama pemerintahan fasis di bawah kendali Benito Mussolini. Penjara itu terisolasi di tanah tandus di bagian utara Arkoi.

Ada pula gua Votsi yang spektakuler, sekitar satu jam perjalanan dari pelabuhan. Gua itu merupakan lokasi pengungian penduduk Arkoi untuk menghindari pemboman Jerman tahun 1943.

Tergoda pengalaman kunjungan pertama, saya kembali ke Arkoi Oktober lalu, ketika kapal pesiar terakhir musim ini berdatangan menuju dermaga musim dingin.

Saya menyewa sebuah kamar di rumah batu khas Arkoi milik Nikolas Kavouras, pemilik Taverna Nikolas, satu dari sedikit restoran di pulau itu. Kamar saya menghadap ke lapangan.

Saya tiba tepat pada waktu untuk mencicipi salad sayuran liar musiman. Sayuran itu ditaburi keju xynomizithra lembut yang baru dibuat.

Menu itu juga memuat buah capers gemuk yang dipetik awal musim semi lalu di tebing pulau oleh ayah Kavouras. Capers itu diawetkan di air asin oleh ibunya, Maria, yang memegang kendali dapur.

Ketika kami berbincang di sore hari di beranda Taverna yang bermandikan sinar matahari, Kavouras memberi tahu saya perspektif kehidupan orang-orang lokal di pulau itu.

"Saat ini adalah momen indah dan Anda memiliki teman, tetapi ketika semua rumah tertutup dan angin mulai bertiup dari selatan, badai berhembus selama satu minggu dan tidak ada perahu, tidak ada dokter, tidak ada rokok, internet dan telepon turun, maka kita baru bisa membicarakannya," kata Kavouras.

Pada musim dingin ini, Kouvaras bersama istri dan anak-anaknya menghabiskan waktu di Polandia.

Banyak keluarga menjalankan bisnis selama musim kedatangan turis. Namun mereka meninggalkan Arkoi pada akhir musim panas.

Sebagian besar mereka menuju pulau-pulau sebelah yang berpenduduk lebih banyak seperti Patmos. Pulai ini berjarak 30 menit perjalanan perahu.

Hampir semua penduduk Arkoi memiliki kerabat do Patmos. Di pulau itu, terdapat lebih banyak peluang kerja. Fasilitas pendidikannya pun yang lebih mumpuni ketimbang di Arkoi.

Saat ini, sekolah bercat putih di Arkoi hanya memiliki satu siswa, yaitu Christos Kamposos. Anak laki-laki berusia 10 tahun itu adalah bungsu dari lima bersaudara.

"Beberapa perempuan datang pada musim panas, tapi mereka tidak ingin tinggal dan berkeluarga di sini," kata guru sekolah itu, Maria Tsialera seperti dirilis BBC.

"Saya tidak percaya bahwa pada tahun 2019 tidak ada dokter atau obat-obatan di pulau ini," sambungnya.

Populasi Arkoi telah berkurang hampir setengah sejak tahun 2001. Satu-satunya penghuni tetap Arkoi yang berusia di bawah 40 tahun adalah kakak-beradik Kamposos dan sepupu mereka yang berusia 20 tahun, Maria Hatzí.

Maria telah berencana pindah ke pulau Leros begitu dia menikahi tunangannya yang bekerja sebagai nelayan.

"Arkoi seperti tanah yang dari dimensi lain," kata ibu guru Tsialera.

"Kehidupan di sini sangat indah. Ini adalah tempat yang baik untuk tumbuh dewasa, tapi bagaimana Anda mengajar anak-anak Anda untuk berurusan dengan dunia di luar pulau?"

Kamposos sebenarnya bercita-cita menjadi guru. Namun, melanjutkan pendidikan setelah sekolah dasar berarti pindah ke pulau lain. Keluarganya tak mampu membiayai cita-citanya tersebut.

Hingga saat ini, tidak ada satu pun orang yang tumbuh dewasa di Arkoi yang pernah menuntaskan sekolah menengah.

"Anak-anak tidak ingin meninggalkan keluarga mereka, jadi mereka berhenti sekolah," kata Kavouras.

"Saya hanya menyelesaikan sekolah dasar. Saya selalu menunggu pelajaran selesai sehingga saya bisa segera melaut dan pulang membawa 10 kilogram gurita," ucapnya.

Saat ia duduk di bangku sekolah dasar, murid di sekolahnya berkurang dari 12 siswa menjadi enam orang saja.

Lapangan pekerjaan yang sempit telah dihadapi masyarakat Yunani satu abad terakhir.

Saat perekonomian Yunani bangkit pasca Perang Dunia II, bisnis yang menguntungkan seperti pertambangan dan pembuatan keramik terus menurun di pulau-pulau kecil, termasuk Arkoi. Penyebabnya, pemerintah Yunani fokus membangun industri yang tersentralisasi di pusat.

Sebagian besar masyarakat Yunani tewas dalam perang, sementara sebagian lainnya hijrah ke negara lain.

Di sisi lain, sektor pertanian dan perikanan tak menarik minat warga Yunani untuk berkecimpung di dalamnya, terutama seiring meningkatnya barang impor dari Uni Eropa dan lahirnya titik-titik pariwisata baru.

Namun baru sejak dekade 1960-an pariwisata menjadi sumber pendapatan sebagian warga Yunani, walau sifatnya musiman.

"Ada masalah demografi yang serius di pulau-pulau kecil itu. Masyarakat hanya produktif saat musim panas ketika pulau kami menjadi tujuan wisata," kata Anna Mavroudi, presiden Federasi Asosiasi Wanita Kepulauan Cyclades.

Namun, perubahan kini berada di depan mata. Sejak krisis keuangan yang melanda Yunani tahun 2010, yang menyebabkan pengangguran besar di masyarakat, sejumlah muda-mudi memutuskan pindah dari perkotaan ke pulau-pulau kecil untuk mencari cara hidup alternatif.

"Banyak orang kembali untuk tinggal di rumah kakek-nenek mereka dan mengubah bangunan milik keluarga menjadi hostel, lokasi pembuatan madu dan kebun zaitun," kata Mavroudi.

"Siapa yang tidak ingin menjalani kehidupan seperti itu? Itu adalah impian semua orang," ujarnya.

Mavroudi, yang pindah ke Pulau Kea, pulau leluhurnya, menilai banyak orang akan hidup bahagia di pulau-pulau paling terpencil.

Syaratnya, kata dia, ada jaminan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pembuangan limbah, pendidikan dan jaringan transportasi yang menghubungkan mereka dengan daerah lainnya.

Menurutnya, konektivitas dan komunikasi dengan seluruh dunia sangat penting. Penggunaan teknologi yang efektif disebutnya dapat memberi perbedaan besar bagi penduduk di kepulauan.

"Pulau-pulau harus berada di garis depan dalam kemajuan teknologi seperti pembelajaran berbasis teknologi informasi. Daerah-daerah terpencil ini adalah tempat yang paling membutuhkan teknologi itu," ujarnya.

Dalam upaya mengubah situasi, Tsialera menggagas pelajaran bahasa Inggris melalui internet. Ia juga melobi pemerintah untuk menyediakan transportasi harian bagi anak-anak untuk bersekolah di Patmos atau di Lipsi, tempat ia tinggal dan kembali saat akhir pekan.

"Saya kira kita bisa membuka kelas SMA untuk Christos di Arkoi," kata Tsialera.

"Pemerintah wajib mengirim guru, bahkan hanya untuk satu siswa. Mata pelajarannya sangat sederhana: bahasa, penjaskes, matematika, dan fisika," tuturnya.

Suatu malam, saat makan di restoran Taverna O Trypas, tempat nongkrong malam hari di pulau itu, saya mengajukan pertanyaan tentang perubahan kehidupan pulau selama bertahun-tahun kepada Christos Melianos.

Melianos adalah nelayan berusia 65 tahun yang dibesarkan di Arkoi. Ia kembali ke kampung halamannya ini setelah sempat merantau dan membangun rumah tangga di Lipsi.

"Sebelumnya kami tidak memiliki jaringan air bersih atau listrik, tetapi kehidupan kami lebih baik dibandingkan sekarang," katanya.

"Saat ini kami dikenakan pajak dengan perhitungan yang sama dengan semua orang di Athena, tapi kami dibiarkan berjuang sendiri untuk hidup di atas batu," ucapnya.

Bagaimanapun, ternyata ada pula manfaat menjadi entitas yang teraabikan. Saat Kavouras masih kanak-kanak, terdapat setidaknya enam polisi yang ditempatkan di Arkoi. Namun akhirnya pemerintah memutuskan tidak menugaskan satu pun polisi di pulau itu.

"Saat di sini ada polisi, muncul banyak masalah karena orang-orang mendapat beragam alasan untuk mengeluh, 'Mengapa kambing Anda melompati pagar saya dan memakan rumput saya? Ayo kita lihat apa kata polisi'," kata Kavouras.

"Sejak polisi pergi dari pulau ini tahun 1982, semuanya baik-baik saja," tuturnya.

Menurut Angeliki Mitropoulou, kandidat doktor studi kepulauan di University of Aegean, banyak akademisi dan pejabat pemerintah lebih gemar menggunakan terminologi terasing ketimbang terabaikan.

Pemilihan istilah itu disebutnya lebih menekankan pada 'keunikan' dan 'sisi positif' dari budaya yang berbeda dari masyarakat yang terisolasi secara fisik.

"Hubungan antara orang-orang yang tinggal di kepulauan berbeda dengan pola di perkotaan, terutama soal anonimitas dan isolasi," kata Mitropoulou.

Bagi banyak orang, termasuk pengunjung seperti saya, daya tarik Arkoi justru terletak pada keterasingannya dan tidak adanya dorongan untuk melakukan banyak hal.

Hampir tidak ada kendaraan bermotor di pulau itu, karena hanya ada beberapa jalan untuk dilalui.

Sya dan anjing saya butuh setidaknya satu jam untuk mendaki jalur penggembalaan kambing ke sisi utara pulau. Kami berjalan ke sana untuk berenang di air pantai yang kristal di seberang Nisaki yang berbatu.

Nisaki secara harfiah berarti pulau kecil. Satu-satunya bukti peradaban di tempat itu adalah sebuah kapal pesiar kayu yang elegan yang tampak dari kejauhan.

Dan yang terpenting, Arkoi mendorong hubungan erat antarpenduduk, sesuatu yang makin hilang di kota besar.

Karena secara geografis terputus dari seluruh wilayah di dunia, bahkan terisolasi oleh laut dan cuaca buruk, penduduk Arkoi harus bergantung satu sama lain dan sumber daya yang tersedia.

Setelah terkena sengatan matahari sehari penuh dalam penjalajahan saya, penduduk setempat bersatu untuk mencari solusi dan mengirim makanan ke kamar saya.

Setiap penduduk Arkoi saling kenal. Mereka seperti berasal dari satu keluarga besar. Setiap orang di pulau ini setidaknya adalah sepupu jauh. Mereka dikenal dengan nama panggilan karena sebagian dari mereka memiliki nama keluarga yang sama.

Setiap orang di Arkoi memainkan peran penting. Misalnya, Lefteris 'Si Obeng' Iliou. Ia dikenal sebagai tukang yang memiliki bengkel lengkap dengan berbagai perkakas.

Dia menyewakan kamar, menawarkan wisata perahu dan mengoperasikan generator listrik.

Walau mereka berbicara tentang berbagai kesulitan hidup di Arkoi, jelas mereka juga memiliki rasa bangga terhadap kampung halaman mereka itu.

Pada pagi terakhir saya di Arkoi, saya menyeruput kopi di Taverna dan menyaksikan hari bergulir. Saya mencatat nyaris tidak ada perubahan sejak kunjungan terakhir saya ke pulau ini beberapa tahun lalu.

Kucing-kucing pulau berkumpul di sekitar perahu yang baru saja berlabuh memawa tangkapan ikan segar, menunggu bagian mereka.

Sementara itu seorang nelayan secara hati-hati memutus jaringan listrik dari jala berwarna kuning cerah. Beberapa orang dari kapal pesiar memandang dengan kagum.

Dan ketika saatnya tiba, Trypas (panggilan Manolis Melianos, sang pemilik Taverna) melemparkan tas saya ke angkutan sepeda roda tiga. Dia mengantar saya ke dermaga, menuju feri.

Kapal adalah jalur kehidupan pulau. Kedatangannya ibarat sebuah perayaan, terutama pada musim dingin ketika laut lepas menghambatnya bersandar.

Penduduk Arkoi berkumpul untuk menonton ketika perbekalan diangkut keluar kapal. Pacar salah seorang gembala juga muncul untuk kunjungan akhir pekan dari Patmos.

Apakah Arkoi bakal berkembang dan menawarkan lebih banyak peluang bagi warga lokal? Akankah pulau ini akan mandiri secara ekonomi di masa depan?

Tentu kita harus menyaksikannya sendiri untuk menemukan jawaban atas beragam pertanyaan itu.

Namun, untuk saat ini, tampaknya keterasingan yang menghambat pertumbuhan Arkoi telah menyelamatkannya dari nasib pulau-pulau Yunani lain yang lebih populer dan dimanjakan industri pariwisata.

Apakah Arkoi berkembang untuk menawarkan lebih banyak peluang bagi penduduk setempat dan menopang dirinya sendiri secara ekonomi ke masa depan masih harus dilihat.

Namun, untuk saat ini, tampaknya isolasi yang telah menghambat pertumbuhannya telah menyelamatkannya dari nasib pulau-pulau Yunani lain yang lebih populer yang dimanjakan oleh pariwisata.

Sementara bagi mayoritas penduduk Arkoi, menetap di pulau ini memberi lebih banyak manfaat daripada kesulitan. (*)

Tags : Pariwisata, Yunani, Industri pariwisata dan hiburan,