Headline Artikel   2022/08/23 8:39 WIB

Kinerja Perekonomian Nasional tak Bisa Dilepaskan dari Performa Sektor Pertanian

Kinerja Perekonomian Nasional tak Bisa Dilepaskan dari Performa Sektor Pertanian

KINERJA perekonomian nasional tak bisa dilepaskan dari performa sektor pertanian. Di tengah transformasi struktur perekonomian nasional yang cukup pesat beberapa dasawarsa terakhir, sejumlah indikator makro ekonomi mengonfirmasi peran strategis sektor pertanian itu.

 

Antara lain tecermin melalui kontribusi pada PDB, penerimaan devisa negara melalui ekspor komoditas pertanian, penciptaan lapangan kerja khususnya di pedesaan, dan stabilisasi harga pangan yang berdampak pada pengendalian inflasi dan kondisi makro ekonomi nasional.

Menurut data BPS, hingga saat ini sektor pertanian yang mencakup subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian adalah leading sector perekonomian nasional selain industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi.

Pada triwulan II 2022, pangsa sektor pertanian terhadap PDB 12,98 persen. Nilai ekspor barang hasil pertanian 4,24 miliar dolar AS pada 2021 (BPS, 2021). Sektor pertanian dalam arti luas yang mencakup subsektor perikanan dan kehutanan, penyerap utama tenaga kerja. 

Jumlah penduduk bekerja di sektor pertanian dalam arti luas 40,63 juta orang atau sekitar 29,96 persen dari total penduduk bekerja pada Februari 2022 (BPS, 2022). Sayangnya, kesejahteraan petani, masih menjadi isu yang harus diselesaikan hingga saat ini.

Ini tecermin dari perkembangan nilai tukar petani (NTP) yang cenderung stagnan beberapa tahun terakhir meski profitabilitas usaha pertanian cenderung membaik yang tergambar dari tren peningkatan nilai tukar usaha pertanian (NTUP).

Ini mengindikasikan, peningkatan pendapatan dari usaha tani belum optimal mengimbangi peningkatan biaya hidup di pedesaan.

Jika dilihat lebih jauh, perkembangan NTP dan NTUP subsektor tanaman pangan yang menyerap sebagian besar tenaga kerja di sektor pertanian juga masih belum memuaskan. Sektor pertanian tetap menjadi pusat kemiskinan.

Data BPS memperlihatkan, kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena sektor pertanian-perdesaan. Persentase penduduk miskin pedesaan 54,82 persen dari total penduduk miskin pada Maret 2022 (BPS, 2022). 

Mayoritas penduduk miskin perdesaan menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sekitar 61 persen kepala rumah tangga miskin di perdesaan memiliki lapangan pekerjaan utama pertanian (BPS, 2022). Maka, kinerja sektor pertanian kunci pengentasan kemiskinan.

Kondisi ekonomi petani diukur melalui perkembangan nilai NTP dari waktu ke waktu. NTP adalah indeks yang dapat digunakan sebagai proksi untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Hal mendasar yang memengaruhi penerimaan petani adalah hasil produksi.

Maka, peningkatan nilai produksi faktor utama pendorong kenaikan NTP. Ini domain Kementerian Pertanian (Kementan) dengan berbagai instrumen kebijakan dan program bantuan untuk meningkatkan produksi.

Baik melalui intensifikasi yang berfokus pada peningkatan produktivitas maupun ekstensifikasi yang berfokus pada perluasan dan optimalisasi lahan pertanian. 

Salah satu isu krusial terkait peningkatan kapasitas produksi komoditas pertanian berbasis lahan adalah skala usaha pertanian yang tidak memenuhi skala ekonomi yang menguntungkan akibat sempitnya lahan garapan.

Hasil Survei Pertanian Antar Sensus oleh BPS pada 2018, rumah tangga petani gurem dengan lahan garapan kurang dari setengah hektare mencapai 15,81 juta rumah tangga atau sekitar 58,08 persen dari total rumah tangga pertanian.

Isu ini juga harus menjadi pertimbangan Kementan ketika merumuskan kerangka kebijakan guna menaikkan NTP. Dukungan terhadap harga produk pertanian pun krusial untuk melindungi petani baik sebagai produsen maupun konsumen.

Mencegah jatuhnya harga produk pertanian dalam negeri akibat serbuan komoditas impor perlu pula dilakukan. Selain itu, tata niaga pertanian mesti dibenahi untuk mereduksi margin perdagangan komoditas pertanian dari tingkat petani hingga konsumen akhir. 

Jadi, petani memperoleh harga optimal. Dalam konteks NTP, petani harus dilihat dari dua sisi, sebagai produsen dan konsumen akhir. Dalam kasus beras, misalnya, hasil Survei Konversi Gabah ke Beras oleh BPS pada 2015 memperlihatkan, sekitar 41 persen rumah tangga tanaman padi di Indoneria merupakan konsumen neto beras.

Karena itu, stabilitas harga produk pertanian seperti beras pada tingkat konsumen akhir sangat penting terkait upaya meningkatkan NTP. Hal lainnya, perbaikan infrastruktur pertanian, misalnya jaringan irigasi, dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Untuk komoditas pertanian, keberadaan tempat penyimpanan untuk memastikan produk pertanian yang pada dasarnya bersifat cepat busuk, dapat disimpan dalam waktu cukup lama untuk memenuhi permintaan pada waktu cukup jauh dari saat panen dilakukan.

Kebijakan umum berorientasi kesejahteraan masyarakat di perdesaan tak kalah penting terkait peningkatan NTP. Targetnya, menjaga pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dapat dikurangi. Ini bisa dilakukan melalui berbagai program bantuan sosial.  

Ridho Ilahi, Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik

Tags : Petani, Kesejahteraan, Sawah, Pertanian, Kinerja Perekonomian Nasional, Performa Sektor Pertanian,