Seni Budaya   2023/01/31 14:57 WIB

Kisah Budaya Bakar Tongkang Masih Bertahan di Rohil, 'Merupakan Tradisi Tahunan yang Mampu Menyedot Wisatawan'

Kisah Budaya Bakar Tongkang Masih Bertahan di Rohil, 'Merupakan Tradisi Tahunan yang Mampu Menyedot Wisatawan'

KISAH bakar tongkang di Riau tradisi tahunan ini mampu menarik wisatawan dalam dan luar negeri yang meninggalkan sejarah, tujuan, dan prosesinya.

Bakar Tongkang merupakan tradisi masyarakat Tionghoa di Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Tradisi Bakar Tongkang merupakan acara tahunan terbesar di Kota Bagansiapiapi.

Bakar Tongkang merupakan acara tahunan yang mampu menarik wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pada saat festival diperkirakan terdapat ribuan wisatawan yang melihat tradisi tersebut.

Sejarah Bakar Tongkang

Tradisi Bakar Tongkang terkait dengan imigran dari Cina, dimana mereka meninggalkan tanah airnya untuk menetap di Riau.

Bakar Tongkang berupa ritual membakar kapal (terakhir) yang digunakan untuk berlayar para imigran dari Cina, yang pada akhirnya memutuskan menetap di Riau.

Para imigran Cina pertama kali menginjakan kaki di Riau sekitar tahun 1826.

Peristiwa tersebut menajadi akar festival Bakar Tongkang.

Daerah yang didiami para imigran Cina tersebut dikenal dengan nama Bagansiapiapi.

Dipercaya, leluhur masyarakat Bagansiapiapi adalah orang-orang Tang-lang keturunan Hokkien yang berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) di Xiemen, Provinsi Fujian, Cina Selatan.

Mereka meninggalkan tanah airnya menggunakan tongkang. Kapal yang biasa digunakan untuk mengangkut pasir dan mineral di tambang.

Awalnya, ada tiga tongkang yang melakukan ekspedisi, namun hanya satu kapal yang sampai ke pantai Sumatera.

Ratusan warga Tionghoa mengangkat tongkang (kapal) menuju vihara Ing Hok King di kota Bagan Siapiapi, kabupaten Rokan Hilir, Minggu 27 Juni 2010.

Tongkang tersebut nantinya akan di doakan kemudian dibakar pada esok hari, Senin (28/6). Ritual Bakar Tongkang tersebut juga dihadiri oleh puluhan ribu warga Tionghoa yang sengaja datang dari berbagai kawasan.

Ekspedisi yang dipimpin oleh Ang Mie Kui berhasil sampai Riau dengan mengikuti cahaya kunang-kunang, yang secara lokal dikenal sebagai siapi-api.

Mereka tiba di daerah tak berpenghuni yang terdiri dari rawa-rawa, hutan, dan padang rumput.

Kemudian peserta ekspedisi menetap di tempat tersebut dan memberi nama Bagansiapiapi atau Tanah Kunang-kunang.

Para imigran bersumpah tidak ingin kembali ke tanah airnya dan membakar tongkang. Hal ini karena adanya kerusuhan berkepanjangan di negerinya.

Bagansiapiapi dipandang sebagai tempat yang layak dan aman untuk bermukim.

Akhirnya, para imigran menjadi nenek moyang kelompok etnis Cina di wilayah tersebut.

Peristiwa ini dirayakan setiap tahun pada hari ke-16 bulan ke-5 berdasarkan kalender Cina.

Tradisi Bakar Tongkang juga dikenal sebagai Go Ge Cap Lak (dari kata Go berarti 5 dan Cap Lak yang berarti ke-16).

Tradisi dimeriahkan dengan aksi membakar replika kapal tradisional Cina pada puncak festival.

Tujuan Bakar Tongkang

Tradisi Bakar Tongkang atau Go Ge Cap Lak merupakan salah satu budaya yang bersifat religi untuk masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi.

Potongan kertas doa kuning dalam Tradisi Bakar Tongkang Riau

Potongan kertas doa kuning dalam Tradisi Bakar Tongkang Riau(wonderfulimages.kemenparekraf.go.id)

Ritual tersebut untuk mengenang para leluhur dan ekspresi rasa syukur kepada Dewa Kie Ong Ya dan Dewa Tai Sun, dengan cara membakar replika tongkang.

Prosesi Bakar Tongkang

Bakar Tongkang yang berupa membakar replika kapal tradisional Tionghoa merupakan puncak festival Bakar Tongkang.

Sebelumnya, prosesi Bakar Tongkanga dilakukan dengan berbagai ritual dan doa oleh para peserta di kuil utama.

Berbagai atraksi budaya yang bernafas oriental ditampilkan, seperti Barongsai maupun panggung hiburan untuk membawakan lagu-lagu Hokkien.

Tradisi Bakar Tongkang diikuti sekitar 100 kelenteng dengan peserta dari berbagai tingkatan usia.

Replika tongkang memiliki panjang sekitar 8,5 meter dan lebar 1,7 meter yang terbuat dari kayu dengan dinding kapal yang dilapisi kertas warna-warni.

Sebelum diarak, replika tongkang disimpan selama satu malam di Kuil Eng Hok King, diberkati, dan baru dibawa ke tempat prosesi dengan cara dipanggul sepanjang jalan di Kota Bagansiapiapi.

Replika tongkang dibawa menuju tempat pendaratan tongkang pertama kali.

Prosesi yang disaksikan ribuan pasang mata ini dimeriahkan dengan atraksi Tan Ki, dimana peserta menampilkan kemampuan fisik tidak terluka saat ditusuk dengan benda tajam.

Atraksi ini mirip Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat.

Sampai di lokasi, ribuan potongan kertas doa kuning akan melekat pada Tongkang. Pada saat replika Tongkang dibakar, doa-doa dalam kertas yang ikut terbakar akan terbawa asap ke angkasa untuk leluhur mereka, seperti yang dilansir dari kompas.

Kemudian, masyarakat akan melihat titik jatuh tiang saat tongkang terbakar. Jika tiang jatuh ke arah laut, maka diyakini masyarakat akan mendapat rezeki dari laut. (*)

Tags : Bakar Tongkang, Kisah Bakar Tongkang, Budaya Riau, Tradisi Tahunan Bakar Togkang Mampu Menarik Wisatawan,