Headline Artikel   2022/01/15 14:22 WIB

Kita Semua Pernah Salah, Tapi 'Menyayangi Diri Sendiri Jadi Kunci Sukses Lebih Baik'

Kita Semua Pernah Salah, Tapi 'Menyayangi Diri Sendiri Jadi Kunci Sukses Lebih Baik'
Kita semua pernah salah, namun menyayangi diri sendiri dapat membantu kita memaafkan diri kita sendiri dan mengatasi rasa malu dan kecewa dengan lebih baik.

BICARA tentang berbuat baik kepada diri sendiri barangkali terdengar seperti nasihat guru di taman kanak-kanak. Tetapi bahkan orang sinis pun harus peduli tentang menyayangi diri sendiri atau self-compassion - terutama jika mereka ingin menjadi tangguh.

Ingat terakhir kali Anda gagal atau membuat kesalahan besar. Masihkah Anda merasa malu, dan memarahi diri sendiri karena telah bersikap bodoh atau egois?

Apakah Anda cenderung merasa sendirian dalam kegagalan itu, seolah-olah hanya Anda manusia yang pernah salah? Ataukah Anda menerima bahwa kesalahan adalah bagian dari menjadi manusia, dan mencoba bicara kepada diri sendiri dengan lembut dan penuh perhatian?

Bagi banyak orang, penghakiman diri adalah respons yang paling alami. Bahkan, kita dapat merasa bangga karena keras kepada diri sendiri, menganggapnya sebagai pertanda ambisi dan resolusi kita untuk menjadi versi terbaik diri kita.

Namun banyak penelitian menunjukkan bahwa kritik-diri seringkali menjadi bumerang. Selain menambah level ketidakbahagiaan dan stres, ia dapat mendorong kita untuk menunda-nunda, dan mengurangi kemampuan kita untuk mencapai tujuan di masa depan.

Alih-alih menghukum diri sendiri, kita perlu mempraktikkan self-compassion atau menyayangi diri sendiri: lebih memaafkan kesalahan kita, dan usaha sengaja untuk merawat diri kita saat mengalami rasa malu atau kecewa.

"Kebanyakan dari kita punya sahabat yang selalu suportif," kata Kristin Neff, profesor madya psikologi pendidikan di Universitas Texas, Austin, yang memelopori penelitian ini. "Menyayangi diri sendiri adalah belajar menjadi sahabat yang hangat dan suportif itu bagi diri Anda sendiri."

Jika Anda orang yang sinis, Anda mungkin awalnya menolak ide ini. Namun bukti ilmiah menunjukkan bahwa menyayangi diri dapat meningkatkan ketahanan emosi dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan produktivitas. Yang lebih penting, ini juga membantu kita untuk belajar dari kesalahan yang menyebabkan kekesalan kita.

Menyayangi diri vs menghargai diri

Penelitian Neff terinspirasi oleh krisis dalam kehidupan pribadinya. Pada akhir 90-an, ia mengalami perceraian yang menyakitkan. "Kacau sekali, saya merasa sangat malu tentang beberapa keputusan buruk yang telah saya perbuat."

Mencari cara untuk mengatasi stres, ia mendaftar ke kelas meditasi di pusat agama Buddha terdekat. Praktik mindfulness membuat dirinya lebih tenang, namun ajaran tentang kasih sayang, khususnya, kebutuhan untuk mengarahkan kebaikan itu kepada diri sendiri, adalah yang paling memberi ketenangan. "Dengan cepat membuat perbedaan," ujarnya.

Sekilas, self-compassion mungkin terdengar mirip dengan konsep 'self-esteem', yang menyangkut seberapa besar kita menghargai diri sendiri, dan apakah kita melihat diri sendiri secara positif. Kuesioner untuk mengukur self-esteem meminta partisipan untuk menilai pernyataan seperti, "Saya merasa bahwa saya adalah pribadi yang bernilai, setidaknya sama nilainya dengan orang lain".

Sayangnya, sikap ini seringkali disertai rasa kompetisi, dan dapat dengan mudah mengakibatkan narsisme rapuh yang roboh di hadapan potensi kegagalan. "Penghargaan diri bergantung pada kesuksesan dan penilaian orang lain terhadap Anda, jadi tidak begitu stabil. Kadang muncul pada hari yang baik namun hilang pada hari yang buruk," kata Neff.

Banyak orang dengan penghargaan diri yang tinggi bahkan berlaku kasar dan merisak ketika kepercayaan diri mereka dalam ancaman.

Menumbuhkan rasa sayang kepada diri sendiri, Neff menyadari, dapat membantu Anda menghindari jebakan itu, sehingga Anda dapat mengangkat diri sendiri ketika merasa terluka atau malu - tanpa turut menjatuhkan orang lain. Jadi, ia merancang skala psikologis untuk mengukur sifat itu, di mana partisipan menilai serangkaian pertanyaan dari skala 1 (hampir tidak pernah) sampai 5 (hampir selalu), misalnya:

  • Saya berusaha mengasihi diri sendiri ketika saya merasakan penderitaan emosional
  • Saya berusaha melihat kegagalan saya sebagai bagian dari kondisi manusia
  • Ketika sesuatu yang menyakitkan terjadi, saya berusaha melihat situasi secara berimbang

dan

  • Saya bersikap menolak dan menghakimi tentang kekurangan dan kelemahan saya sendiri
  • Ketika saya berpikir tentang kelemahan saya, itu cenderung membuat saya merasa lebih terpisah dari orang-orang lain di dunia ini
  • Ketika saya merasa jatuh, saya cenderung terobsesi dan terpaku pada semua kesalahan saya

Semakin Anda setuju dengan set pernyataan pertama, dan semakin tidak setuju dengan set pertanyaan kedua, semakin tinggi kasih sayang Anda kepada diri sendiri.

Penelitian-penelitian awal Neff mengamati kaitan menyayangi-diri dengan kesehatan jiwa dan kesejahteraan. Setelah menanyai ratusan mahasiswa S1, ia menemukan bahwa sifat itu berkorelasi negatif dengan laporan depresi dan kecemasan, dan berkorelasi positif dengan kepuasan hidup secara umum.

Hal yang penting ialah studi ini juga mengonfirmasi bahwa menyayangi-diri itu berbeda dengan penghargaan-diri. Dengan kata lain, Anda dapat menemukan seseorang dengan perasaan superioritas, namun tetap sulit memaafkan diri mereka sendiri - kombinasi yang jauh dari ideal.

Menarik minat banyak peneliti

Penelitian setelahnya mengonfirmasi temuan tersebut dalam sampel yang lebih beragam, dari siswa SMA sampai veteran AS yang berisiko bunuh diri, semuanya menunjukkan bahwa menyayangi-diri meningkatkan ketahanan psikologis. Bahkan, self-compassion sekarang menjadi bidang penelitian yang berkembang pesat, menarik minat banyak peneliti.

Beberapa hasil menarik dari penelitian berhubungan dengan kesehatan fisik, dengan sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dengan sifat menyayangi-diri yang tinggi cenderung lebih jarang melaporkan berbagai penyakit - seperti sakit punggung, sakit kepala, mual, dan masalah pernapasan. Salah satu kemungkinan penjelasannya ialah penurunan respons stres, dengan beberapa studi sebelumnya mengungkap bahwa menyayangi-diri mengurangi inflamasi yang biasanya menyertai penderitaan mental, dan dapat merusak jaringan tubuh kita dalam jangka panjang.

Namun manfaat kesehatannya juga dapat disebabkan oleh perubahan perilaku, dengan bukti bahwa orang-orang dengan rasa menyayangi-diri yang lebih besar merawat diri mereka dengan lebih baik melalui pola makan sehat dan olahraga.

"Orang dengan level menyayangi-diri tinggi umumnya lebih proaktif," kata Sara Dunne, psikolog yang mempelajari kaitan antara menyayangi-diri dan perilaku hidup sehat di Universitas Derby, Inggris. Dia membandingkannya dengan nasihat orang tua yang baik. "Mereka akan menyuruh Anda tidur, bangun lebih awal, dan kemudian atasi masalah-masalah Anda," ujarnya seperti dirilis BBC.

Demikian pula, seseorang yang mengasihi dirinya sendiri tahu bahwa mereka dapat memperlakukan diri mereka dengan baik - tanpa kritik yang terlalu menghakimi - tapi juga mengakui apa yang baik bagi mereka dalam jangka panjang.

Ini poin yang penting, kata Neff, karena beberapa kritik awal terhadap penelitiannya bertanya-tanya apakah menyayangi-diri dapat mengakibatkan perilaku malas dan lemah tekad. Dalam pandangan mereka, kita butuh kritik-diri untuk memotivasi kita membuat perubahan penting dalam hidup kita.

Sebagai bukti yang menentang ide tersebut, Neff menunjuk sebuah riset pada 2012, yang menemukan bahwa orang dengan rasa menyayangi-diri tinggi menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk mengoreksi kesalahan mereka. Mereka cenderung bekerja lebih keras setelah gagal dalam ujian penting, misalnya, dan lebih bertekad untuk menebus tindakan mereka yang dianggap melanggar moral, misalnya mengkhianati kepercayaan teman.

Menyayangi-diri, tampaknya, dapat menciptakan perasaan aman yang memungkinkan kita menghadapi kelemahan-kelemahan kita dan membuat perubahan positif dalam kehidupan kita, alih-alih menjadi terlalu defensif atau berkutat dalam keputusasaan. 

Intervensi cepat

Jika Anda ingin mendapatkan beberapa manfaat ini, sekarang ada banyak bukti - dari kelompok riset Neff dan banyak peneliti lainnya - bahwa menyayangi-diri bisa dilatih. Intervensi populer meliputi "meditasi menyayangi dengan baik hati" (kind-loving meditation), yang menuntun untuk fokus pada rasa memaafkan dan kehangatan kepada diri sendiri dan orang lain.

Dalam satu percobaan baru-baru ini, Tobias Krieger dan rekan di Universitas Bern, Swiss merancang kursus online untuk mengajarkan latihan ini bersama pelajaran yang lebih teoritis tentang penyebab kritik-diri dan konsekuensinya. Setelah tujuh sesi, mereka menemukan peningkatan signifikan dalam skor menyayangi-diri partisipan, beserta penurunan tingkat stres, kecemasan, dan perasaan depresi.

"Kami mengukur banyak luaran," kata Krieger, "dan mereka semua mengarah ke yang sudah diperkirakan."

Ada juga intervensi berupa tulisan, misalnya menulis surat dari perspektif seorang sahabat yang peduli, yang dapat memberi dorongan yang cukup besar, kata Neff. Bagi kebanyakan orang, kebiasaan kritik-diri tampaknya tidak tertanam begitu dalam sampai tidak bisa diperbaiki. (Website Neff menyediakan pedoman yang lebih terperinci tentang cara mempraktikkan ini dan meditasi.)

Neff mengatakan bahwa minat pada teknik-teknik ini bertambah selama pandemi. Bagi kebanyakan kita, kesulitan isolasi, bekerja jarak jauh, dan merawat orang-orang yang kita sayangi menjadi ladang yang subur untuk pertumbuhan kritik-diri dan keraguan.

Meski kita tak dapat mengeliminasi stres-stres itu, kita setidaknya dapat mengubah cara kita melihat diri sendiri serta memberi diri kita ketahanan untuk menghadapi tantangan secara langsung.

Sudah saatnya kita berhenti melihat self-compassion dan self-care sebagai tanda kelemahan, kata Neff. "Penelitiannya sudah sangat banyak, menunjukkan bahwa ketika hidup sedang berat, Anda perlu menyayangi-diri. Itu akan membuat Anda semakin kuat."

Tags : Kesehatan mental, Menyayangi Diri Sendiri, Kunci Sukses Lebih Baik,