Headline Riau   2021/11/05 12:49 WIB

Konflik Lahan Masih Tinggi di Riau, Pansus: Kita Mulai Bergerak Menginventarisasi

Konflik Lahan Masih Tinggi di Riau, Pansus: Kita Mulai Bergerak Menginventarisasi

Konflik lahan di Riau masih tinggi, itu sebabnya Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi mendukung dibentuknya Panitia Khusus [Pansus] untuk menginventarisasi permasalahan sengketa lahan.

PEKANBARU - Potret buram mengenai konflik lahan di sektor perkebunan kelapa sawit dan kehutanan telah menempatkan Riau sebagai provinsi peringkat pertama rawan konflik lahan di Indonesia. Lantas pemerintah pusat diminta segera menyusun regulasi terkait pembentukan Unit Resolusi Konflik yang akuntabel dan transparan di daerah.

"Kebijakan terkait penyelesaian konflik dapat digunakan sebagai salah satu indikator kinerja bupati dan wali kota dalam pelayanan publik," kata Direktur Lembaga kemitraan sosial Scale Up, Rawa El Amady kepada media belum lama ini.

Hal itu terkait masih tingginya jumlah konflik lahan di Riau sepanjang 2016-2018 yang mencapai 185 kasus dengan luas lahan sengketa sekitar 283.277 hektare (ha).

Data itu berdasarkan laporan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2017. Adapun, mayoritas penyelesaian konflik di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Riau pada periode 2016-2018 selalu diselesaikan oleh pemerintah pusat.

"Ini menunjukan lemahnya kreativitas dan kapasitas pemerintah daerah dalam menangani konflik yang terjadi di wilayahnya walaupun harus diakui ada hambatan otoritas penanganan konflik karena terbatasnya regulasi terkait hal tersebut," ungkap Rawa.

Scale Up, kata dia, mendorong pemerintah pusat untuk segera menyusun regulasi terkait pembentukan Unit Resolusi Konflik yang akuntabel dan transparan di setiap daerah di Indonesia. Terutama di kawasan perkebunan dan kehutanan di Provinsi Riau.

"Ranah konflik ini menjadi ranah kebijakan. Selama ini pemerintah daerah, kabupaten dan provinsi belum menjadikannya kebijakan. Segalanya diserahkan ke pusat. Hampir seluruh pengaduan konflik disampaikan ke pusat, KLHK. Sementara Dinas Kehutanan belum mempunyai suatu sistem menangani konflik," jelas Rawa.

Scale up telah menyelesaikan 17 kasus konflik lahan di Riau. Seluruh kasus konflik itu terselesaikan dengan baik lewat pendekatan mediasi dan negosiasi. "Semua akhirnya menjadi saudara. Namun apabila menyangkut perizinan dan tapal batas, kami serahkan kepada pengadilan dan lembaga hukum terkait agar tuntas," ujar Rawa mengungkapkan.

Scale up ingin ada unit akuntabel transparan menangani konflik yang berisikan multistakeholder dari birokrasi, seluruh perusahaan, instansi hukum, NGO dan masyarakat. "Sehingga masyarakat bisa menilai kinerja pemerintah daerah dalam kemampuan menyelesaikan konflik lahan sendiri," jelas Rawa.

Dari luas konflik lahan di Riau selama 3 tahun terakhir yakni 283.277 ha, Kabupaten Bengkalis adalah kabupaten yang memiliki konflik lahan paling tinggi mencapai 83.121 ha. Di urutan kedua adalah Kabupaten Siak dengan 70.320 ha, Pelalawan 52.091 ha, Indragiri Hilir 44.732 ha, dan Kampar 36.016 ha.

"Segalanya diserahkan ke pusat. Hampir seluruh pengaduan konflik disampaikan ke pusat, KLHK."

"Sementara Dinas Kehutanan belum mempunyai suatu sistem menangani konflik," jelas Rawa.

Scale up telah menyelesaikan 17 kasus konflik lahan di Riau. Seluruh kasus konflik itu terselesaikan dengan baik lewat pendekatan mediasi dan negosiasi.

"Semua akhirnya menjadi saudara. Namun apabila menyangkut perizinan dan tapal batas, kami serahkan kepada pengadilan dan lembaga hukum terkait agar tuntas," ujarnya.

Rawa mengungkapkan, Scale up ingin ada unit akuntabel transparan menangani konflik yang berisikan multistakeholder dari birokrasi, seluruh perusahaan, instansi hukum, NGO dan masyarakat.

"Sehingga masyarakat bisa menilai kinerja pemerintah daerah dalam kemampuan menyelesaikan konflik lahan sendiri," jelas Rawa.

Tetapi dalam laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan, 241 konflik agraria pecah sepanjang 2020. Perkebunan merupakan sektor dengan letusan konflik terbanyak.

Sektor tersebut mengalami 122 konflik, dengan 101 konflik di antaranya bermasalah dengan perkebunan kelapa sawit. Jumlah tersebut meningkat 28% dari tahun lalu. KPA menilai konflik agraria di perkebunan sepanjang 2020 adalah anomali. Semestinya angkanya menurun karena ekonomi sedang lesu yang berdampak pada rendahnya investasi dan ekspansi bisnis.

Sektor dengan konflik terbesar kedua adalah kehutanan. Ada 41 konflik yang terjadi pada 2020. Persoalan didominasi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga 34 konflik, ditambah dengan enam konflik hutan lindung (6 konflik), dan satu konflik dengan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Proyek infrastruktur turut menimbulkan 30 konflik. Angka tersebut menurun dibanding 2019 yang menyumbang 83 konflik. Konflik 2020 banyak disumbang proyek strategis nasional (PSN) dan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) sebanyak 17 konflik.

KPA melihat selama ini pemerintah daerah, kabupaten dan provinsi belum menjadikannya kebijakan untuk menyelesaiakn ranah konflik.

Gubernur Dukung Pembentukan Pansus

Gubernur Riau, Syamsuar mendukung dibentuknya Panitia Khusus [Pansus] DPRD Riau dan kerjanya mengatasi tentang konflik lahan masyarakat dengan perusahaan di Provinsi Riau.

Gubri berharap konflik lahan di Provinsi Riau dapat segera diselesaikan dengan baik. "Kami tentunya ini menyambut baik ya, kesepakatan dewan untuk membentuk pansus penyelesaian masalah konflik lahan, dan kami dari pemerintah turut mendukung," katanya, di DPRD Riau, Senin (1/11).

Gubri juga menyampaikan bahwa atas nama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau juga mensupport pembentukan pansus ini. Karena ini merupakan tugas bersama antara  Pemprov Riau dan DPRD.

"Kita tahu juga komisi II DPR RI juga sudah ada pansus yang mengurus ini (konflik lahan)," ucapnya.

Gubri mengungkapkan perlu sinergitas semua stakeholder agar titik persoalan terkait konflik lahan dapat diselesaikan dengan baik. Penyelesaian konflik lahan ini menjadi perhatian karena berdasarkan data dari Komisi II DPR RI konflik lahan paling banyak terdapat di Riau, demikian yang dikatakan Gubernur Syamsuar.

"Komisi II itu sampaikan kepada saya konflik lahan yang paling banyak di Riau. Oleh karena itu, Komisi II datang kesini (berkunjung ke Riau)," lanjut Gubri.

Kunjungan Komisi II DPR RI itu, jelas Gubri untuk memberikan solusi terhadap konflik lahan masyarakat masyarakat dengan perusahaan di Provinsi Riau, agar konflik ini secara bertahap dapat diselesaikan.

Sementara Ketua Panitia Khusus (Pansus) Sengketa Lahan DPRD Riau, Marwan Yohanis menyebut pihaknya sudah mulai bergerak melakukan menginventarisasi permasalahan sengketa lahan dalam dua bulan kedepan. 

"Rapat tadi baru menetapkan agenda kegiatan. Mulai bulan November kita menghimpun data sesuai dengan kebutuhan pansus, direncakanan dua bulan," jelas Marwan, Kamis (4/11).

Marwan menjelaskan, ketika ada konflik antara masyarakat dan korporasi, pansus akan mendata klaster dan kriteria konflik tersebut.

"Tugas Kami membuat klaster, kriteria konflik yang ada. Setelah itu, kita undang pihak-pihak yang kita butuhkan keterangannya. Akhir tahun ini kita sudah harus kantongi data dan susun prioritas," jelas Marwan.

"Pansus konflik lahan ini berbeda dengan pansus monitoring dan evaluasi lahan yang pada periode 2014-2019 sudah dibentuk."

Pansus monitoring dan evaluasi tersebut dikatakan Marwan hanya mendata saja.

"Ini beda, kalau kemarin kan pansus monitoring dan evaluasi. Tapi nanti akan kita gunakan datanya. Mereka punya datanya, tapi sebatas rekomendasi. Nanti diserahkan ke eksekutif," jelasnya.

Sesuai aturan, pansus ini hanya diproyeksikan enam bulan, sehingga tidak mungkin menyelesaikan seluruhnya.

Marwan menyebut terpenting memberi role model bagaimana penyelesaian lahan seharusnya dilakukan.

"Ada yang sudah lama dan tidak tuntas atau yang baru tapi dampak sosialnya luar biasa. Ini akan kita jadikan prioritas, kita akan selesaikan dulu terutama sebab-sebab penyebab konflik," ungkapnya.

Marwan menegaskan, pansus ini perlu dilakukan untuk memastikan investasi yang dilakukan melalui perusahaan-perusahaan tak membawa dampak buruk bagi masyarakat.

"Spirit pembentukan pansus ini agar pembangunan yang kita lakukan aman dan nyaman bagi kita semua. Bagaimana investasi bisa membawa dampak positif bagi kita," terangnya. (*)

 

Tags : Konflik Lahan di Riau, Konflik Lahan Masih Tinggi, Panitia Khusus DPRD Riau Atasi Konflik Lahan,