JAKARTA - Empat perusahaan kelapa sawit, batubara, nikel, dan perkapalan, diduga melakukan kecurangan (fraud) dalam kasus dugaan korupsi terkait pembiayaan ekspor sebesar Rp2,5 triliun di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan hal itu dalam keterangan pers bersama di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (18/03).
"Perusahaan-perusahaan yang empat ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel, dan perusahaan perkapalan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Senin(18/03).
Keterangan pers bersama ini digelar setelah Sri Mulyani memberikan laporan dugaan korupsi di empat perusahaan itu kepada Jaksa Agung.
Disebutkan inisial empat perusahaan itu adalah RII (diduga merugikan negara sebesar Rp1,8 triliun), SMS (Rp216 miliar), SPV (Rp144 miliar), serta PRS (Rp305 miliar), seperti dikutip dari kantor berita Antara.
"Jumlah keseluruhannya adalah Rp2.505.119.000.000," kata Jaksa Agung Burhanuddin.
"Ini tahap pertama, nanti ada tahap keduanya," tambahnya, seraya menambahkan bahwa tahap kedua laporan dugaan korupsi ini melibatkan enam perusahaan dengan nilai kredit mencapai Rp3 triliun.
Enam perusahaan tersebut masih dalam proses audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP), Inspektorat Keuangan Kemenkeu, dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Saya ingin ingatkan yang sedang dilakukan pemeriksaan BPKP tolong segera tindaklanjuti ini daripada ada perusahaan ini nanti kami tindaklanjuti secara pidana," kata Jaksa Agung Burhanuddin.
LPEI adalah lembaga yang dibentuk pemerintah guna mendukung pelaksanaan kegiatan pembiayaan ekspor nasional.
Lembaga ini berwenang menetapkan skema pembiayaan ekspor nasional, melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional, hingga melakukan penyertaan modal.
Dan empat perusahaan di bidang kelapa sawit, batubara, nikel dan perkapalan itu disebut menjadi debitur di LPEI.
Di hadapan wartawan, Sri Mulyani mengatakan pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, BPKP, Jamdatun dan Inspektorat Kemenkeu. Tujuannya untuk meneliti seluruh kredit-kredit bermasalah di LPEI, katanya.
Sri Mulyani mengaku pihaknya telah menerima laporan hasil penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah di LPEI.
"Hasil pemeriksaan tim terpadu tersebut, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur tersebut," kata Sri Mulyani.
Dan, "hari ini kami sampaikan empat debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 Triliun," jelasnya.
Kejaksaan Agung janji menindaklanjuti
Dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit pada LPEI yang melibatkan empat debitur perusahaan, yang sudah terdeteksi sejak lama, yakni sekitar 2019.
Menurut Kapuspenum Kejagung, Ketut Sumedana, mengapa kasus ini baru dilaporkan sekarang, karena awalnya kasus diserahkan kepada Jamdatun Kejaksaan Agung. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ditemukan dugaan tindak pidana.
"Ternyata ada mengandung unsur fraud ada unsur penyimpangan dalam pemberian fasilitas ataupun pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga karena sudah macet dan sebagainya, makanya kami serahkan ke Pidsus (Pidana khusus) untuk recovery aset," katanya, seraya berjanji akan segera menindaklanjuti laporan itu.
Status kasus ini akan ditentukan usai penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan, katanya.
Setelah serangkaian penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung, pihaknya akan menentukan status hukumnya, tambahnya.
Pada awal Februari silam, dugaan korupsi di LPEI juga dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Kejagung.
Berdasar laporan hasil pemeriksaan BPK, ditemukan dugaan penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembiayaan ekspor oleh LPEI pada periode 2013-2019 kepada debitur yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp81 miliar, seperti dikutip dari Kompas.
Wakil ketua BPK Hendra Susanto mengatakan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara ini dilakukan pihaknya atas permintaan Kejagung. (*)
Tags : Ekonomi, Hukum, Indonesia, Korupsi,