JAKARTA - Modifikasi format debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjelang Pilpres 2024 disebut pengamat politik memunculkan dugaan masyarakat tentang adanya upaya melindungi kelemahan salah satu pasangan calon.
Polemik atas format debat ini juga disebut sebagai residu dari putusan MK yang kontroversial tentang batas usia.
Peneliti senior pusat riset politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menduga bahwa perubahan format debat capres dan cawapres sangat kental dengan nuansa untuk melindungi kelemahan cawapres nomor urut dua, yaitu Gibran Rakabuming Raka, yang disebut minim pengalaman.
Modifikasi format debat capres-cawapres bukan hal yang baru. Pada 2019, menurut pengamat pemilu Titi Anggraini, pelaksanaan debat tidak sesuai dengan UU Pemilu.
Namun, hal itu tidak menimbulkan polemik karena setiap pasangan calon (paslon) setuju dan publik tidak menaruh curiga.
Hal itu berbeda menjelang Pilpres 2024 karena, kata Titi, modifikasi debat memunculkan dugaan adanya upaya untuk menguntungkan paslon tertentu.
Sementara itu, Gibran mengatakan bahwa perubahan format debat tidak menguntungkan siapapun, termasuk dirinya.
"Enggak, enggak menguntungkan, sama aja," kata Gibran seusai blusukan di Pasar Rawasari, Jakarta Pusat, Minggu (3/12).
Senada, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, menegaskan bahwa “Prabowo-Gibran adalah satu-satunya paslon, baik capres maupun cawapresnya, yang pernah mengikuti debat kandidat dalam pemilihan umum langsung... Jadi, kalau ada yang menyebar hoaks atau kebohongan kami takut debat masing-masing, sepertinya salah arah.”
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan menyelenggarakan lima agenda debat, dengan rincian tiga kali debat untuk capres dan dua kali debat cawapres.
Masing-masing capres dan cawapres akan sama-sama naik ke panggung dalam setiap debat.
Perbedannya, kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, pada Kamis 30 November 2023, terletak pada agenda debat. Jika agenda debat capres, maka proporsi bicara capres akan lebih banyak dibanding cawapres, dan begitu pula sebaliknya saat debat cawapres.
Peneliti senior pusat riset politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan modifikasi format debat yang disusun oleh KPU memunculkan dugaan sebagian masyarakat bahwa ada upaya melindungi kelemahan salah satu calon saat berdebat calon lain.
”Modifikasi seperti ini sebenarnya sudah dianggap berlebihan juga oleh sebagian kalangan karena sangat terasa sekali nuansa melindungi kelemahan dari Gibran... Sebelumnya Pak Maruf yang sudah sepuh mau kok, dipersilakan berdebat. Masa ini yang katanya mewakili generasi muda kayak diduga dilindungi,” ujar Firman Noor di depan media, Senin (04/12).
Karena, kata Firman, dia adalah satu-satunya calon yang memiliki pengalaman terbatas.
“Karena publik juga sudah tahu bagaimana kualitas Gibran, sosok yang memang dipertanyakan kelayakannya untuk bisa memimpin bangsa yang besar ini, salah satunya karena kemampuan berpikir dia yang sangat terbatas,” tambah Firman.
Selain itu, Firman melihat modifikasi format debat itu juga akan membuat masyarakat, khususnya pemilih, jadi tidak mampu melihat program dan kapabilitas paslon secara utuh.
“Berbeda jika capres atau cawapres sendirian dalam sorotan panggung. Kita bisa melihat dia apa adanya, mulai dari gestur, cara penyampaian dan yang ditunggu adalah bagaimana dia harus mencerna suatu pernyatan yang tidak mudah dijawab. Di situ kelihatan mana yang berisi dan tidak. Momen-momen ini bisa hilang dengan modifikasi ini,” ujarnya.
Senada, analis politik dari Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, melihat bahwa perubahan format debat itu memunculkan kesan di ruang publik bahwa ada upaya untuk melindungi salah satu calon.
“Masyarakat melihat berbeda sekali dengan format sebelumnya, ada apa? Ada kesan di masyarakat formatnya seperti melindungi salah salah calon, agak kaku, tidak original. KPU harus mengakomodir kepentingan dan keinginan masyarakat yang ingin melihat sejauh mana gagasan, pikiran, narasi paslon. Jadi tidak boleh ada ditutup-tutupi apalagi ada format-format berubah,” ujarnya.
Pengamat politik dari lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, menilai bahwa format debat menentukan strategi-strategi politik paslon guna meminimalisir blunder atau kesalahan yang dilakukan.
“Kesalahan terbesar dalam debat itu adalah salah ucap, maka diminamilisir dengan cara sebisa mungkin hanya menyampaikan pidato visi misi saja yang sudah jelas, sehingga saat menyampaikan pandangan pribadi itu blundernya mengecil. Jadi ini tentang strategi menjaga elektabilitas, ini yang sedang dimainkan,“ kata Hendri.
Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa perubahan format debat capres dan cawapres tidak menguntungkan siapapun, termasuk dirinya.
"Enggak, enggak menguntungkan, sama aja," kata Gibran di Jakarta, Minggu (03/12).
Gibran melanjutkan, dirinya akan mengikuti aturan yang ada tentang pelaksanaan debat. Dia juga menegaskan bahwa pelaksanaan debat akan sama saja, baik didampingi atau tidak oleh pasangannya, Prabowo Subianto.
"Sama aja, sama aja, enggak ada yang menguntungkan siapa-siapa," ujar Gibran.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, juga membantah bahwa perubahan format debat akan menguntungkan paslonnya.
“Prabowo-Gibran ini satu-satunya paslon, baik capres maupun cawapresnya, yang pernah mengikuti debat kandidat dalam pemilihan umum langsung. Jadi, kalau ada yang menyebar hoaks atau kebohongan kami takut debat masing-masing, sepertinya salah arah.”
“Yang pantas panik itu kalau surveinya terus di bawah atau ada yang surveinya turun terus. Masyarakat kan memang tidak suka dengan paslon yang jual-jual isu pecah belah bangsa ataupun menakut-nakuti rakyat dengan berbagai isu tak berdasar,“ kata Herzaky.
Dia menegaskan bahwa Prabowo-Giran siap dengan format debat apapun yang sesuai dengan aturan UU dan putusan KPU.
Residu proses pencalonan yang kontroversial
Pengamat politik dan pembina dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, melihat polemik tentang format debat di sebagian masyarakat merupakan residu dari proses pemilu yang diawali dengan sebuah kontroversi, yaitu adanya insentif yang dirasakan salah satu pasangan calon melalui putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia.
Putusan MK tentang batas usia memberi jalan bagi Gibran untuk menjadi cawapres Prabowo Subianto.
Padahal, ujarnya, pada Pemilu 2019, pelaksanaan debat juga tidak sejalan dengan UU Pemilu.
Pada UU Pemilu tertulis bahwa debat paslon dilaksanakan lima kali, yaitu tiga kali untuk capres dan dua kali untuk cawapres. Sementara, kata Titi, yang dilaksanakan di Pemilu 2019 adalah dua kali debat paslon, dua kali capres, dan satu kali cawapres.
Namun, tambahnya, setiap paslon di Pemilu 2019 tidak mempersoalkan modifikasi itu, dan ditambah lagi tidak ada keraguan di masyarakat.
“Kalau sekarang, Pemilu 2024, ada keraguan di masyarakat yang merupakan residu dari proses pencalonan yang kontroversial dengan melibatkan MK dan lalu ada putusan MKMK. Itu akan terus mewarnai dialektika pilpres dan tahapan-tahapan pemilu berikutnya. Jadi publik melihat dugaan ada keuntungan ataupun kerugian bagi pasangan calon tertentu dari format debat itu.“
“Lalu ketika disebut bahwa porsi cawapres lebih banyak saat debat cawapres, dan sebaliknya. Lebih banyak itu kan bisa 40: 60, 45:55? Itu yang bisa memicu spekulasi dan kontroversi baru di masyarakat karena lagi-lagi situasinya tidak sama,“ ujar Titi.
Titi menjelaskan bahwa tidak masalah bagi capres dan cawapres datang bersamaan saat debat karena itu hanya lah persoalan teknis.
“Yang penting pelaksanaan debatnya. Ini kan bisa diatur, misal ketika pemaparan visi-misi bisa saja bersama-sama. Tetapi ketika masuk sesi debat, menjawab pertanyaan, saling bertanya, itu harus sesuai dengan format debat yang sudah diatur UU. Ketika debat capres ya capres, ketika debat cawapres ya cawapres,“ tambah Titi.
“Lagi pula setiap paslon mengatakan siap berdebat. Jadi kembali ke koridor aturan main saja karena itu akan juga akan menyelamatkan KPU dari dugaan-dugaan soal keberpihakan, atau kemudian dugaan memberikan keuntungan atau kerugian pada peserta pemilu tertentu,” katanya.
Untuk itu, Titi mengatakan, KPU harus menempatkan diri secara proporsional, profesional, dan kredibel. Setiap keputusan yang dibuat harus solid dan ditopang oleh argumentasi hukum yang kokoh.
“Jangan sampai justru membuka ruang spekulasi dan blunder di masyarakat karena akan rentan dihubung-hubungkan dengan residu pencalonan yang pernah terjadi,” ujarnya.
Debat kandidat capres dan cawapres telah diatur dalam Pasal 277 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kemudian, agenda debat diturunkan dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampaye Pemilihan Umum.
KPU menyampaikan rencana untuk membuat debat capres dan cawapres pada Pemilu 2024 berbeda dari yang sebelumnya.
Dalam debat Pemilu 2024, KPU menyatakan pasangan capres dan cawapres harus selalu hadir di setiap panggung debat.
"Mengapa kedua-duanya harus hadir, ini juga untuk menunjukkan kepada publik bahwa beliau-beliau berdua masing-masing pasangan calon kan, capres dan cawapres. Sehingga kemudian supaya publik makin yakin lah teamwork antara capres dan cawapres dalam penampilan di debat," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Kamis (30/11).
Hasyim melanjutkan, nantinya setiap capres dan cawapres memiliki proporsi bicara masing-masing, tergantung dari agenda debat, apakah debat capres atau debat cawapres.
Dari lima kali debat tersebut akan diadakan tiga debat untuk capres dan dua debat untuk cawapres.
Senada, Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengatakan bahwa dalam debat capres maka proporsi bicara akan lebih banyak diberikan kepada capres daripada cawapres, dan begitu pun sebaliknya.
"Di setiap debat, rencananya akan didampingi oleh pasangan masing-masing. Misalnya pada saat debat capres, aktor utamanya adalah capres itu sendiri dalam menyampaikan pendalaman materi visi, misi, dan program pencalonan. Dalam debat ini, cawapres hanya mendampingi saja," ungkapnya.
Selain itu, dalam kesempatan terpisah, Idham juga menegaskan bahwa format debat yang baru itu bukan berarti meniadakan debat capres maupun debat cawapres.
"Jadi, kalau ada isu-isu di luaran bahwa tidak ada debat kampanye, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden di masa kampanye, saya pikir itu bisa misinformasi dan bahkan bisa mengarah disinformasi," kata Idham.
Debat pertama akan berlangsung pada 12 Desember 2023 dengan tema hukum, HAM, pemerintahan, pemberantasan korupsi, dan penguatan demokrasi.
Debat kedua diselenggarakan pada 22 Desember 2023 dengan fokus pada isu pertahanan, keamanan, geopolitik, dan hubungan internasional.
Kemudian debat ketiga dilakukan pada 7 Januari 2024 dengan tema ekonomi (kerakyatan dan digital), kesejahteraan sosial, investasi, perdagangan, pajak (digital), keuangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur.
Debat terakhir akan dilangsungkan pada 21 Januari 2024 yang meliputi bidang energi, SDA, SMN, pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, dan masyarakat adat.
Selain jadwal dan tema itu, debat capres dan cawapres akan dilangsungkan selama 150 menit, di mana 120 menit untuk segmen debat dan 30 menit untuk jeda iklan. Model debat dengan format kandidat-moderator, dengan pendalaman materi yang dipandu oleh moderator.
Kubu pasangan capres dan cawapres nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) mengaku terkejut mendengar keputusan KPU tentang format debat.
"Maka itu kita terkejut. Belum berbicara bersama tapi sudah ditetapkan. Nah, nanti pada waktunya surat itu juga akan disampaikan [pandangan tim Anies-Muhaimin Amin] [ke KPU]," ujar Anies di Jakarta, Sabtu (02/12).
Pernyataan itu mendapat respon dari Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo yang mengatakan bahwa pasangan AMIN lah yang mengusulkan agar format debat cawapres diubah saat rapat di kantor KPU pada Rabu, 29 November lalu.
"Perwakilan Anies-Muhaimin menyampaikan beberapa masukan/usulan. Salah satunya berbunyi kira-kira sebagai berikut: 'agar dalam setiap sesi debat, capres dan cawapres hadir bersama, pembagian waktu/porsi berbicara silakan diatur oleh KPU'," kata Dradjad, Minggu (03/12).
Wakil Kapten Timnas Pemenangan AMIN, Nihayatul Wafiroh membantah tudingan itu. Ia mengatakan pihaknya hanya mengusulkan agar capres-cawapres selalu datang bersamaan dalam setiap debat. "Namun, bukan menghilangkan debat cawapres," ujar Nihayatul dalam keterangannya, Minggu (03/12).
Di sisi lain, Nihayatul justru mengatakan bahwa perwakilan Prabowo-Gibran lah yang sempat mengusulkan agar format debat hanya pemaparan visi-misi.
"Menurut tim paslon nomor 2, debat dengan model saling menanggapi antar paslon akan menghabiskan banyak waktu tanpa ada kesempatan menjelaskan visi dan misi masing-masing," kata Nihayatul.
Pengamat politik KedaiKOPI, Hendri Satrio, mengatakan debat antara paslon di pilpres 2024 memiliki peran yang sangat penting dalam menaikan ataupun menurunkan elektabilitas.
Di tengah jadwal kampanye yang cukup pendek yaitu 75 hari, katanya, debat paslon juga menjadi sarana yang ditunggu-tunggu bagi pemilik suara, khususnya anak muda yang kritis, untuk menentukan pilihan mereka.
“Kalau misalnya capres atau cawapres selama ini mengandalkan gimik-gimik dan kemudian saat debat tidak cukup untuk membuat kalangan muda ini terkesan maka otomatis elektabilitas mereka akan berpengaruh,” kata Hendri.
Hendri mencontohkan pada Pilkada Jakarta tahun 2017 di mana Anies Baswedan mampu memanfaatkan momentum kesalahan debat lawan-lawannya dan mendapat tambahan momentum sehingga akhirnya menang.
Lalu di Jawa Barat, Sudrajat-Ahmad Syaikhu juga, kata Hendri, mampu memanfaatkan momentum ganti presiden saat debat sehingga mendongkrak elektabilitas dari urutan empat menjadi dua.
“Jadi memang sangat besar pengaruh debat ini. Makanya bila ada yang tidak siap terhadap kegiatan debat, harus berhati-hati,“ kata Hendri.
Analis politik Pangi Syarwi Chaniago menambahkan, debat merupakan ruang bagi pemilih untuk mengetahui karakter, visi, misi, dan program masing-masing paslon.
“Lalu bisa mempengaruhi mereka yang belum menentukan pilihan, seperti undecided dan swing voters, setelah menonton debat jadi punya preferensi politik,“ ujar Pangi.
Titi dari Perludem mengatakan, wapres memiliki peran penting dalam jalannya sistem pemerintahan presidensial di Indonesia.
Walaupun presiden menjadi kepala negara dan juga pemerintahan, wapres memiliki peran penting ketika presiden berhalangan.
Itu sebabnya, katanya, persyaratan capres maupun cawapres adalah sama, dengan tujuan untuk menghasilkan kapasitas pemimpin yang memiliki kompetensi juga sama baiknya.
“Sewaktu-waktu presiden berhalangan tetap, seperti sakit, meninggal dunia, menyatakan berhenti, atau hambatan lain dalam melaksanakan tugas kenegaraan, wapres yang menggantikan. Dalam kondisi berbeda sebagai contoh ketika Habibie menggantikan Soeharto, atau ketika Gus Dur dilengserkan dan Megawati melanjutkan jadi presiden. Itu mengapa persyaratan capres dan cawapres sama, dan pentingnya debat cawapres,” ujar Titi. (*)
Tags : Modifikasi Format Debat, Capres-Cawapres, Modifikasi Format Debat Timbulkan Polemik, Modifikasi Format Debat timbulkan Polemik, Modifikasi Format Debat Melindungi Kelemahan Paslon, Pilpres 2024, Pemilu 2024,