Artikel   2020/12/12 14:48 WIB

Nelayan Masih Sulit Memakai Aplikasi, Karena 'Tak Miliki Telepon Pintar'

Nelayan Masih Sulit Memakai Aplikasi, Karena 'Tak Miliki Telepon Pintar'
Nelayan masih sulit memakai sendiri aplikasi, karena tidak memiliki telepon pintar.

APLIKASI bisa membantu nelayan menjual komoditas laut bahkan dapat mengetahui harga jual, disesuaikan dengan harga di pasaran. Semua komoditas laut yang dijual lewat aplikasi dapat dipasarkan melalui online atau perdagangan daring, untuk pasar internasional ataupun pasar dalam negeri.

Salah seorang pendiri sekaligus Direktur Umum Aruna, Utari Octavianty menyatakan, sengaja memilih pemasaran melalui internet untuk membuka peluang pasar yang lebih luas. "Ini bermula dari perdagangan daring yang kami buat. Memancing orang yang bukan hanya di Indonesia, tapi juga dari luar Indonesia. Mereka yang mencari kata 'fish' atau 'beli ikan', akan langsung terhubung ke gerai daring kami, dari situ mereka sadar penjualan ikan di Indonesia sudah online," kata Utari dirilis BBC News Indonesia.

Aruna mengatakan telah memasarkan komoditas laut Indonesia --termasuk kepiting dan rajungan yang ditangkap Darhan di Berau-- hingga ke Amerika Serikat, Singapura dan Cina. Salah satu konsumen dari Amerika Serikat adalah distributor untuk supermarket Walmart. Sementara konsumen kepiting bakau di Cina, mayoritas berasal dari pemilik restoran. Pendapatan dari seluruh transaksi melalui aplikasi ini rata-rata bisa mencapai Rp690 miliar setiap bulannya. Mayoritas berasal dari transaksi ekspor, yakni 95%.

Dengan sistem penjualan melalui aplikasi ini, nelayan juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan, dari kupon 'hadiah' saat menjual hasil tangkapan mereka. Setiap penjualan hasil tangkapan 10 kilogram, nelayan mendapat satu kupon setara Rp20.000, yang mereka dapat tukar dengan kebutuhan pokok. "Kupon bisa ditukar jadi uang, sembako, atau bisa juga ditukar dengan alat tangkap, seperti jaring. Jadi uang pribadi di rumah tidak terpakai untuk beli jaring, karena bisa pakai uang dari kupon. Keuntungan adanya kupon ini besar sekali bagi saya," katanya.

Pemberian kupon juga membuat nelayan yang cukup rajin seperti Darhan, makin produktif. Dia pernah mendapat penghargaan karena hasil tangkapannya bisa mencapai 731kg dalam tiga bulan. Pembeli yang ingin mencari ikan dapat melihat beberapa produk melalui portal mereka termasuk pembeli internasional. "Konsumen internasional biasanya lebih suka proses transaksi yang keamanan datanya terjamin, makanya fokus Aruna di security data, tapi kami memastikan produk dari nelayan aruna tetap bisa dipasarkan."

Konsumen yang sudah memesan komoditas laut dari Aruna, akan diberi akses khusus memantau proses transaksi melalui aplikasi Nelayan E-commerce. "Ada dua aplikasi yang dikembangkan Aruna, pertama adalah Nelayan Aruna yang dipakai nelayan, dan aplikasi Nelayan E-Commerce yang dipakai oleh konsumen untuk melacak status transaksi," kata Utari.

Darhan salah satu nelayan mendorong kapal barunya menjauhi garis pantai di Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Barat. "Akhirnya impian saya terwujud punya kapal yang lebih besar. Sekarang saya bisa tetap melaut, meski gelombang agak besar," kata nelayan kepiting dan rajungan ini.

Kapal yang ia gunakan untuk mencari ikan ini, ia beli setelah pendapatannya naik hingga tiga kali lipat. Hasil laut tangkapannya dijual melalui apilikasi Android yang diciptakan tiga anak muda. "Pengepul yang lain itu kadang mempermainkan kita dalam hal harga. Tapi setelah ada Aruna, tidak seenaknya mempermainkan kita. Karena Aruna terbuka pada kita, berapa harga dari pembeli, dan berapa harga dari pengepul," kata pria yang akrab dipanggi Awal ini. 

Saat ini terdapat sekitar 2.100 nelayan yang merasakan manfaat aplikasi ini, termasuk di Berau, Papua dan Sumatra. Tapi mayoritas dari mereka belum bisa memakai sendiri aplikasi di telepon pintar atau gawai lainnya. "Kita mau gimana? karena enggak punya ponsel yang bagus, ponsel kita itu ponsel titut-titut…ponsel yang ada senternya yang murah, yang kecil itu," kata Darhan sambil menunjukkan ponsel miliknya.

Darhan tahu betul, aplikasi Aruna bisa membantu dan menambah penghasilannya, tapi memakai aplikasi di telepon pintar, berlayar sentuh, lengkap dengan kata sandi dan password, masih terlalu rumit baginya. "Kita belum tahu apa itu yang namanya aplikasi, bagaimana menggunakannya. Itu yang membuat kita pusing. Kami orang biasa, bukan lulusan apa-apa. Dulu pernah dikasih tau cara pakainya, tapi pagi dikasih tahu, malam sudah lupa lagi," kata Darhan sambil terkekeh. 

Aruna mengajak para pemuda lain ikut membantu nelayan yang masih kesulitan memakai aplikasi. Paprada Ariyana salah satunya, direkrut menjadi manajer area, untuk membantu nelayan di Berau memanfaatkan aplikasi. Dia bertugas memasukkan semua data hasil tangkapan yang disetor nelayan ke Aruna, "Saya bikinkan mereka (nelayan) username, jadi setiap nelayan yang menimbang hasil tangkapan, saya masukkan datanya ke aplikasi sesuai data namanya," kata Paprada.

Data hasil tangkapan di Berau yang disusun Paprada melalui aplikasi, lalu diakses oleh tim Aruna di Jakarta. Hingga akhir tahun 2018, Aruna sudah memasarkan 86 jenis komoditas laut, termasuk kepiting, udang, dan beragam ikan. Utari menyatakan, Aruna berencana membuat sistem yang lebih sederhana untuk nelayan, berbasis sms. "Kami sedang siapkan satu teknologi, aplikasi ini akan menyebarkan pesan secara otomatis dalam bentuk sms ke nelayan. Karena ponsel mereka mayoritas hanya bisa dipakai untuk sms. Jadi setiap hari akan ada sms yang dikirim ke nelayan, berisi nama nelayan, jumlah poinnya, dan harga ikan yang diterimanya."

Kehidupan nelayan yang tak sejahtera

Utari dan dua rekannya dari Universitas Telkom di Bandung, mendirikan Aruna pada tahun 2016. Mereka sempat menjuarai Lomba Pemograman Hackathon Merdeka v1.0 yang diadakan pemerintah, lalu diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara untuk berkolaborasi dengan pemerintah. "Saya lahir dan besar di lingkungan pesisir, saya selalu malu dengan dengan tempat saya tinggal karena kehidupan nelayan ini tidak pernah sejahtera. Ada kegusaran dalam diri saya, kenapa industri ini tidak tersentuh dengan baik padahal potensinya besar sekali," kata Utari.

"Tapi kami tak mau memaksakan teknologi pada nelayan, yang lebih kami inginkan adalah mencari cara agar teknologi bisa membantu dan meningkatkan kehidupan nelayan," tambah Utari.

Impian Utari merancang pola pemasaran untuk membantu nelayan berbasis aplikasi, makin terbuka lebar, saat Aruna mendapat investor pada 2017. Aktifitas usaha yang semula berpusat di Bandung, berpindah ke Jakarta. Aplikasi untuk nelayan ini sudah dipakai di 15 kota dan kabupaten, seperti Aceh, Pasaman Barat, Balikpapan, Berau, Sebatik, Lombok Timur, Kendari dan Sorong. Aplikasi Aruna sudah membantu ribuan nelayan, tapi masih ada ratusan ribu nelayan lainnya yang belum tersentuh bantuan teknologi informasi. 

Tags : Aplikasi, Nelayan Ekspor Komoditas Laut,