Artikel   2022/12/22 11:12 WIB

Makanan Ringan yang Memikat Mengembara Jauh dari Asalnya, Apakah akan Terjadi Kiamat Pisang?

Makanan Ringan yang Memikat Mengembara Jauh dari Asalnya, Apakah akan Terjadi Kiamat Pisang?

PISANG adalah makanan, kudapan, dan dessert favorit, mulai dari Asia, Afrika, Karibia, Amerika, hingga Eropa. Mengembara jauh dari asalnya, yang menurut para ahli kira-kira berasal dari Asia Tenggara.

Pisang menjadi buah favorit banyak orang. Kerap jadi makanan pertama bayi hingga teman minum kopi. 

Pisang juga ada di gerobak-gerobak paling sederhana di pinggir jalan, sampai cafe-cafe mewah yang memberinya taburan madu atau bubuk kayu manis. 

Pisang diolah dan jadi usaha, mulai dari pedagang kecil hingga anak presiden.

Lihatlah seperti salah satu pedagang pisang coklat (Piscok) yang membuka lapak kiosnya dipinggiran Jalan Adi Sucipto, Pekanbaru ini.

Umar berhasil memikat pembeli. Beberapa pembeli tampak silih berganti berdatangan di lapak gorengannya.

Beberapa pembeli tampak membeli dengan jumlah yang banyak. Tak heran jika lapak tersebut sanggup menjual hingga ribuan biji gorengan setiap harinya.

Menurut Umar, dalam sehari setidaknya ia bisa menjual gorengan hingga 1.500 biji dari mulai buka pukul 16.00 sore hingga pukul 22.00 WIB malam.

“Kalau pembeli macam-macam. Ya dari warga sekitar, pekerja pabrik, pekerja konveksi, dan pekerja proyek. Alhamdulillah saat ini pelanggan masih setia membeli di sini, walaupun banyak pesaing di sekitar sini,” beber pria yang selalu taat melakukan sholat lima waktu ini.

Pria yang berusia 41 tahun itu menjelaskan, ia memulai berjualan gorengan di lokasi yang padat penduduk itu sejak 2021 yang lalu. Awalnya menurutnya cukup sulit mendapatkan kepercayaan dari pembeli. Setidaknya butuh waktu 3 bulan, baru lapaknya bisa mulai berkembang dan meningkat.

“Awalnya sehari saya hanya bisa mendapat omzet Rp 70 ribu saja dan itu harus nombok, karena modal Rp 100 ribu. Itupun tenaga belum dihitung. Namun saya percaya, kalau penjualan tidak selamanya sepi, pasti akan ada ramainya juga,” tutur pria ini.

Di sana, ia menjual hanya piscok gorengan. “Kalau di sini paling banyak diminati itu bakwan sayur, bakwan jagung, mendoan, dan molen,” ujarnya.

Ia menambahkan, ia dulu menerima pesanan online ketika masih ada yang membantu. Namun karena pada saat ini hanya ada satu pekerja saja, ia pun tidak bisa mengantarkan pesanan ke lokasi pembeli.

“Pisang ini buah yang tak kenal musim. Rata-rata orang suka makan pisang goreng,” kata dia.

Usaha Umar meledak pada taun belakangan ini, tak lama setelah demam pisang yang diolah jadi piscok. 

Tetapi jika kita melihat sejarahnya pada seribu tahun sebelum masehi, pisang mengembara ke Afrika lalu melintasi Pasifik menuju ke Amerika Selatan. 

Aleksander Agung Sang Raja, membawa pisang ke Eropa setelah ekspedisi perangnya di India pada abad keempat masehi.  

Orang-orang Arab lalu membawa pisang ke Afrika Utara dan Semenanjung Iberia pada abad ke-12. Mereka menyebutnya bana’an alias telunjuk. 

Bana’an diserap dalam bahasa Inggris jadi banana. Pada abad ke-16, pisang dibawa para penjelajah Eropa ke Kepulauan Karibia dan Amerika Tengah.

Asal muasal istilah ‘republik pisang’ 

Karena murah dan melimpah saban panen, para tuan tanah di benua Amerika  menanam pohon pisang untuk makanan para budak dan buat melindungi tanaman komoditas seperti kopi dan cokelat dari hama.

Pada abad ke-20, setelah ada teknologi pendingin dan kapal uap, pisang jadi komoditas global. Perusahaan-perusahaan Amerika jadi gurita raksasa yang mengatur bisnis pisang dari hulu ke hilir.

Di hilir, pisang dikonsumsi banyak orang hingga merasuk ke kebudayaan populer dalam film sampai lagu. Ingat adegan kepleset kulit pisang? Humor klasik yang masih terus lucu ditonton hingga era sekarang. 

Tapi di hulu, perusahaan-perusahaan Amerika – didukung oleh pemerintah dalam beberapa segi – leluasa membeli tanah, membikin kebun, menyewa tenaga kerja, hingga membuat jaringan transportasi sendiri di beberapa negara di kawasan Amerika Tengah. 

Kalau ada salah satu pemimpinnya yang dianggap mengesalkan, perusahaan tak segan melancarkan strategi kudeta dan mendirikan pemerintahan boneka. 

Inilah yang kelak kita kenal dengan istilah “banana republic” atau republik pisang.  

Negeri semacam Honduras atau Guatemala berdarah-darah karena kudeta dan penindasan, yang semuanya gara-gara pisang. 

Kiamat pisang setelah cavendish?

Jauh sebelum pisang jenis cavendish mendominasi, dunia tergila-gila dengan pisang yang disebut sebagai Gros Michel. Di Indonesia, kita mengenalnya sebagai pisang ambon.

Pisang inilah yang tampil di teve-teve Amerika hingga tahun 50-an, hingga datang penyakit yang disebut dengan Panama Disease. 

Penyakit ini menghancurkan industri pisang, mengantar pisang Gros Michel ke ambang kepunahan. 

Saat itulah cavendish datang sebagai ratu adil. Dia tahan penyakit Panama ini.  

Pisang cavendish direkayasa oleh botanis Inggris, William Cavendish, pada abad ke-19. Buahnya kuning nyaris sempurna dan mulus menarik mata. 

Bentuknya nyaris seragam, jadi gampang untuk dikemas dalam boks atau dipajang di pasar-pasar modern yang berpendingin. 

Paduan dari selera konsumen dan kemudahan dalam distribusi inilah yang bikin cavendish jadi rajanya pisang. Termasuk, menyeragamkan pisang di rak-rak supermarket. 

Mengtip seperti disebutkan Fenny Martha Dwivany, pakar genetika tanaman dan biologi molekuler dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung: “Setelah Gros Michel punah ada pisang yang resisten yang dikenal dengan cavendish. Tapi penyakitnya sama-sama berevolusi.”  

“Akhirnya ada [penyakit] Tropical Race 4. Tanaman-tanaman yang tadinya resisten, jadi tidak,” kata Fenny Martha Dwivany. 

Selain itu ada juga penyakit blood disease yang disebabkan bakteri. Pohon pisang yang terkena bakteri ini tampak baik-baik saja. 

“Tapi kalau dipotong pembuluhnya itu ada merah-merah, kayak darah. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Sulawesi, di Indonesia,” katanya lagi. 

Dengan ancaman-ancaman ini, bisa jadi pisang cavendish bernasib sama seperti pendahulunya: diserbu penyakit dan punah.

Problemnya, pisang sejenis cavendish ini diperoleh dari hasil persilangan dan sifatnya mandul. Tidak bisa diperbanyak, kecuali secara regeneratif. 

Anakan dari satu individu ditanam, dan terus-menerus begitu. Ini artinya, secara genetik pisang ini seragam. 

Berasal dari indukan yang sama yang memiliki karakter dan ketahanan yang sama. Kalau satu kena penyakit, sangat mungkin semuanya akan mati juga. 

Mengapa kita menilai pisang dari kulitnya? 

Pisang telah dikaitkan dengan banyak manfaat kesehatan. 

Buat orang dewasa, pisang juga punya benefit karena mengandung kalium yang bermanfaat buat kesehatan jantung. 

“Nah, yang menarik adalah orang mengatakan, banana is good for potassium. Maka yang Anda pikirkan, what kind of banana? Cavendish, pisang ambon! Yuk, kita lihat di daftar tabel komposisi bahan pangan RI, pisang ambon itu  kaliumnya nol,” kata Tan Shot Yen, dokter ahli tumbuh kembang anak dan ahli gizi masyarakat. 

“Pisang yang terbaik sebagai sumber kalium itu pisang mas bali,” katanya lagi. 

Tapi tentu saja yang paling sohor, apalagi di Indonesia, pisang adalah makanan utama yang dikenalkan kepada bayi. 

Pada usia enam bulan cadangan zat besi anak anjlok, kata dokter Tan, dan pisang bisa mengisi kebutuhan tersebut. 

“Pisang itu energinya cukup. Cukup mengandung banyak mineral,” sebutnya.

Tapi yang perlu diingat, katanya, makanan pendamping ASI perlu diperkenalkan kepada bayi secara lengkap. 

“Jadi harus ada karbohidrat, protein, kita utamakan protein hewan, lalu sayur.” 

Buah, tak mesti pisang, bisa diletakkan sebagai selingan. Pemilihan pisang juga mesti diperhatikan. Alih-alih bikin buang air besar bayi lancar, pisang malah bisa bikin sembelit. 

“Sebab kalau pisang belum ranum betul, biasanya ibu-ibu kalau belanja pisang kan kulit yang kuning, bagus, mulus, karena cakep gitu, tapi ternyata pisang yang seperti itu bikin bayinya sembelit. 

“Sementara pisang yang sudah berbintik, yang diberikan oleh penjualnya gratis, justru itu antioksidannya banyak dan bikin anak gampang buang air besar,” tutup dokter Tan. 

Jadi, pelajaran moralnya: janganlah nilai pisang dari kulitnya.

Mencari jawaban pada keragaman 

Di rak-rak pasar modern, pisang cavendish nyaris menjadi satu-satunya pilihan. Tapi di warung-warung sederhana dan di pasar-pasar tradisional, ceritanya tidak demikian. 

Kalau mau lihat sedikit saja gambaran keberagaman pisang, kita bisa mampir ke warung sederhana keluarga Sulihwati dan Muhammad Syafei di dekat Pasar Kranggan, Bekasi. 

Mereka telah berjualan pisang selama 15 tahun. Dalam sepekan, delapan ton pisang didatangkan dari Lampung dan Sukabumi, Jawa Barat. 

“Pisang itu ada dua. Ada pisang rebusan dan pisang buah. Pisang buah bisa langsung makan. Pisang rebusan harus diolah,” kata Sulihwati. 

“Pisang rebusan ada pisang nangka, uli, tanduk. Kalau yang buah itu ada pisang raja, ambon, rajasereh dan barangan.”  

“Kita bersyukur ada di Indonesia. karena kita adalah tempat penyebaran dan diversity-nya. Sekarang teman-teman di pusat buah tropika sudah mengidentifikasi sekitar lebih dari 300-an kultivar pisang,” sebut Fenny.

Mungkin di antara itu ada pisang yang lebih enak, punya nutrisi yang baik, juga tahan penyakit, tambah Fenny, “Mereka sangat potensial untuk dikembangkan.”

Namun para ilmuwan sedang berkejaran dengan waktu. 

Mencari kemungkinan-kemungkinan, agar pisang dan miliaran manusia yang bergantung padanya bisa selamat dari bananageddon alias kiamat pisang. 

Dan sekali lagi kita mesti menengok kepada keberagaman pisang - karena keberagaman itulah yang mungkin akan menyelamatkan kita sekali lagi. (*)

Tags : Pisang Makanan Ringan, Pedagang Pisang Coklat, Petani Pisang, Pedagang Pisang Memikat Pembeli, Pedagang Pisang Coklat, Piscok Laris Manis,