Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dukung kemitraan petani swadaya dengan perusahaan sawit yang juga akan dibentuk Peraturan Daerah (Perda) agar berjalan efektif.
PEKANBARU - Petani swadaya dinilai kian menunjukkan antusiasmenya bermitra dengan perusahaan kelapa sawit untuk memasarkan Tandan Buah Segar (TBS), menyusul efektifnya implementasi Permentan Nomor 1/2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
“Kita melihat animonya petani bermitra dengan perusahaan ini terus meningkat, terutama di beberapa tahun terakhir ini," kata Kepala Subdirektorat Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian RI, Normansyah Hidayat Syahruddin.
Ia mengatakan, setelah diberlakukan sejak lima tahun terakhir, kebijakan ini memberikan pengaruh positif kepada petani sawit rakyat dan perusahaan perkebunan.
"Kan kita lihat harga TBS itu semakin lama semakin baik dari hari ke hari. Ini makin mendorong minat petani itu untuk bermitra dengan perusahaan,” ujar Normansyah..
Sebelum adanya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun, jelasnya, perusahaan perkebunan umumnya hanya menyerap TBS milik petani plasma dan belum ada regulasi yang baku.
“Jadi tidak tertutup, jadi dulu ada asumsi petani swadaya tidak bisa bermitra dengan perusahaan. Itu salah sama sekali. Jadi yang benar adalah petani swadaya bisa mendapatkan harga penetapan atau bermitra dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit,” jelasnya.
Normansyah menambahkan, Direktorat Jenderal Perkebunan merupakan pelaksana Permentan Nomor 1/2018 yang mengatur tentang kemitraan antara perusahaan sawit dan petani.
Kebijakan ini telah memberikan keuntungan kepada perusahaan perkebunan karena adanya kepastian bahan baku untuk pabrik mereka dengan volume dan kualitas yang dibutuhkan. Namun, memang pada pelaksanaannya, perusahaan harus melakukan transfer teknologi.
Dari sisi petani swadaya atau pun petani plasma, kebijakan ini memberikan keuntungan kepada petani apalagi harga penetapan TBS di masing-masing provinsi terus membaik. Di samping itu, ada jaminan pasar bagi hasil panen petani rakyat.
“Sebelumnya, kami melihat banyak petani yang masih menggunakan sistem beli putus. Namun, sekarang banyak petani termasuk petadi swadaya yang mulai bermitra dengan perusahaan sawit untuk mendapatkan harga yang cukup baik dan remunerasinya itu cukup baik,” paparnya.
Dia melanjutkan, dari adanya standar kualitas produk maka akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan efisiensi petani dalam mengelola lahan sawitnya. Tuntutan untuk mendapatkan kualitas TBS yang baik, akan mendorong petani melakukan sistem budidaya yang baik pula.
Normansyah menjelaskan, para petani mau tidak mau akan termotivasi untuk menggunakan benih bersertifikat, pemupukan yang efisien, serta perawatan tanaman yang baik.
Pada akhirnya, kondisi ini akan meningkatkan produktivitas tanaman petani sawit yang selama ini memang relatif rendah dibandingkan dengan produktivitas tanaman sawit perusahaan swasta.
“Kemitraan juga mendorong tingkat produktivitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan."
"Ini sebenarnya combine, artinya tidak hanya sekadar Permentan 01/2018 yang menjadi trigger, tetapi juga ada beberapa program lagi yang dijalankan seperti program peremajaan sawit rakyat yang mengupayakan peningkatan produktivitas tanaman serta tanaman tua dan rusak yang selama ini tidak produktif lagi atau produktivitasnya rendah, diganti menjadi tanaman baru yang produktif,” papar Normansyah.
Menangapi kemitraan petani swadaya dengan perusahaan sawit ini, Wakil Ketua DPRD Riau, Syafaruddin Poti mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau membuat Perda tentang kemitraan antara petani sawit swadaya dengan pengusaha sawit yang tidak punya kebun, seperti pabrik kelapa sawit (PKS).
"Kami mendorong Perda segera dibuat, agar kemitraan petani swadaya dengan perusahaan sawit efektif. Di Riau yang tidak punya PKS dilakukan kemitraan dengan masyarakat yang pekebun swadaya," kata Poti, Selasa (4/10).
Menurutnya saat ini ada sekitar 1.500 hektare lahan petani swadaya yang tidak diakomodir untuk bermitra. Mereka menanam, memupuk, dan mendodos sendiri tanpa adanya bimbingan dari pemerintah daerah.
Tujuan pembentukan regulasi tersebut, kata Poti, agar harga TBS bisa ditetapkan pemerintah sesuai dengan standar mutu hasil CPO yang diolah oleh kebun masyarakat.
Langkah selanjutnya, kata dia, memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang berkebun yang baik yang produktif.
"Hari ini pola sawit yang produktif itu kemitraan, tapi kalau yang swadaya itu ada yang tanahnya tidak bagus, bibitnya kurang bagus, hasilnya juga kurang bagus," ujar Poti. (*)
Tags : Kemitraan Petani Swadaya dengan Perusahaan Sawit, Riau, Pemerintah Dukung Kemiteraan Petani, Perda Kemiteraan Petani dan Perusahaan,