Kesehatan   2023/03/06 21:23 WIB

Usai Pandemi Covid-19 para Dokter dan Orang Tua Masih Kawatir, 'Penyakit Pernapasan yang Terus Meningkat'

Usai Pandemi Covid-19 para Dokter dan Orang Tua Masih Kawatir, 'Penyakit Pernapasan yang Terus Meningkat'

KESEHATAN - RSV, Strep A, flu: penyakit-penyakit ini dikawatirkan oleh para dokter dan orang tua dengan pola barunya yang aneh. Ada apa di balik wabah itu?

Ketika anak demi anak yang kesulitan bernapas dirawat di rumah sakit, Rabia Agha menggertakkan giginya.

Sebagai direktur divisi penyakit menular anak di Rumah Sakit Anak Maimonides di New York, dia pernah meyaksikan hal serupa sebelumnya.

Ini adalah wabah virus syncytial pernapasan (RSV), virus musim dingin yang seperti flu biasa pada orang dewasa, tapi bisa berbahaya bagi anak kecil.

Ada peningkatan kasus pada musim gugur 2021, disusul kenaikan kasus tidak terduga pada musim semi 2022.

Kemudian pada awal musim gugur 2022, penyakit ini kembali lagi.

"Kami harus melipatgandakan kapasitas ICU kami," katanya, mengacu pada unit perawatan intensif untuk pasien yang paling parah.

Beberapa anak di sana menggunakan ventilator mekanik untuk membantu mereka bernapas.

RSV biasanya paling parah menyerang anak-anak belia, tetapi pasien yang ditangani Agha dan rekannya akhir-akhir ini cenderung mendekati usia sekolah, sekitar tiga atau empat tahun.

Pada kelompok usia ini, RSV biasanya muncul sebagai penyakit seperti demam, disertai pilek dan batuk. Tapi kini, anak-anak tiga empat tahun tengah berjuang mengalahkan virus ini.

Bagaimana kita dapat mencegah penyakit anak?

RSV, strep A, flu dan penyakit infeksi lainnya muncul kembali di antara anak-anak, setelah selama ini ditekan akibat pembatasan Covid-19.

Inilah hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menjaga anak tetap sehat, menurut dokter dan otoritas kesehatan.

NHS dan otoritas kesehatan lainnya merekomendasikan mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik untuk membantu menghentikan penyebaran virus dan bakteri, termasuk strep A dan RSV. Mereka juga merekomendasikan untuk tidak berbagi cangkir, handuk, atau barang lain yang berpotensi terkontaminasi.

Orang tua disarankan menggunakan tisu saat anak batuk atau bersin, kemudian membuang tisu bekas dan mencuci tangan dengan sabun dan air hangat untuk menghentikan penyebaran.

Pastikan vaksinasi anak selalu mutakhir. Ini dapat melindungi mereka dari berbagai macam penyakit, termasuk flu dan banyak penyakit yang sangat menular dan berpotensi berbahaya seperti campak dan polio.

Pemberian antibiotik pencegahan, misalnya untuk melindungi anak-anak di tengah wabah strep A di sekolah atau tempat penitipan anak, perlu diperhatikan dengan seksama, kata dokter, agar tidak mendorong terjadinya resistensi antibiotik.

Superbug yang muncul akibat antibiotik secara berlebihan menimbulkan ancaman khusus bagi bayi baru lahir, sehingga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan antibiotik. Apalagi, antibiotik tidak berpengaruh pada virus seperti RSV.

"Semua orang khawatir, tentu saja, karena bisanya anak-anak yang lebih dewasa dapat mentolerir virus ini. Kenapa sekarang tidak?" kata Rabia Agha.

Ketika Covid-19 merajalela di seluruh dunia, banyak negara memberlakukan pembatasan ketat untuk memutus mata rantai penularan virus.

Anak-anak dijauhkan dari sekolah atau penitipan anak selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Sekarang anak-anak bermain bersama lagi, dan dokter menemukan lonjakan periodik pada penyakit lain, termasuk RSV, flu dan penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus Grup A, bakteri yang juga dikenal sebagai strep A.

Enam belas anak meninggal di Inggris sejak September akibat infeksi strep A.

Menurut Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), selama 2017-2018 yang merupakan musim tertinggi terakhir untuk strep A di negara itu, tercatat 27 kematian di bawah usia 18 tahun.

Mereka pun mengingatkan bahwa musim 2022-2023 belum berakhir.

Ahli epidemiologi terus menyelidiki apakah pembatasan sosial akibat Covid-19 meningkatkan kemungkinan lonjakan penyakit lain, mengingat infeksi pernapasan kurang lebih terhenti selama sekitar tahun pertama pandemi.

Ada juga kemungkinan bahwa tertular Covid-19 telah meningkatkan kerentanan anak-anak terhadap penyakit lain dengan merusak sistem kekebalan mereka.

Dokter mengatakan kemungkinannya kecil, karena tidak ada bukti untuk efek seperti itu. Tapi apa sebenarnya yang terjadi?

Selama berminggu-minggu, dalam konferensi rutin dengan sesama dokter di seluruh negeri, Ronny Cheung, konsultan dokter anak di London, telah mendengar laporan tentang infeksi strep A dan virus pernapasan yang menyebabkan masalah pada anak-anak.

"Sudah diketahui, " katanya.

Meskipun strep A, misalnya, biasanya tidak mengancam jiwa dan hanya menyebabkan sakit tenggorokan atau radang amandel, namun dalam kasus yang jarang terjadi, penyakit ini dapat menyebabkan infeksi invasif yang berpotensi mematikan, termasuk meningitis.

Cheung menekankan bahwa kematian baru-baru ini di Inggris yang terkait dengan strep A sangat tidak biasa.

"Ini tidak membuat situasinya kurang tragis, tetapi sangat penting untuk mengingatnya."

Menurutnya, ada "argumen yang cukup bagus" di balik pemikiran bahwa infeksi seperti ini melonjak sebagai semacam dampak tertunda dari karantina Covid-19. Tetapi sulit untuk melepaskannya dari variabel musim alami.

Apa yang tampak jelas berdasarkan data adalah, selama tahun 2020 dan memasuki tahun 2021, penyebaran virus pernapasan anjlok, kata Connor Bamford, ahli virologi di Queen's University, Belfast.

"Kami melihat berkurangnya penyebaran virus pernapasan yang nyata, kebanyakan RSV dan influenza," katanya.

Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris mengonfirmasi tren ini pada Maret 2021.

Angka dari Australia dan Jerman juga menunjukkan penurunan jumlah virus pernapasan selama periode yang sama.

Para peneliti kemudian menemukan kenaikan yang tidak biasa pada bulan-bulan berikutnya.

Sebuah studi di Jerman menemukan bahwa tingkat RSV di negara tersebut mencapai rekor tertinggi antara September dan Oktober 2021. Jumahnya 50 kali lipat prevalensi yang tercatat pada tahun pra-pandemi dari 2017 hingga 2019.

Peneliti medis di Selandia Baru juga melihat lonjakan besar dalam kasus RSV selama tahun 2021.

Nicole Maison dari Rumah Sakit Universitas Munich adalah penulis utama studi Jerman itu. Dia, seperti Agha, melihat kebangkitan RSV pada musim dingin ini.

"Saat ini kami melihat peningkatan yang signifikan pada infeksi pernapasan, terutama virus sinkronisasi pernapasan, di Jerman."

Dia sedang mengerjakan makalah baru tentang situasi tersebut.

Selain data klinis, para ilmuwan memiliki cara lain untuk memantau penularan penyakit.

Misalnya, sejak 2021, Bamford dan rekannya melacak prevalensi virus RSV dan flu di air limbah, untuk lebih memahami penularan patogen ini di Irlandia Utara.

Menurut dia, wabah terlihat jelas dalam data ini.

Apa yang terjadi sepertinya semakin jelas, tapi ada masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Termasuk, apakah infeksi Covid-19 benar-benar memengaruhi sistem kekebalan anak sedemikian rupa sehingga mereka kurang mampu melawan RSV, strep A, flu, dan patogen lainnya.

"Kami belum melihat data apa pun yang mendukung bahwa infeksi Covid sebelumnya menurunkan kekebalan, dan menyebabkan infeksi selanjutnya yang lebih parah dari virus atau bahkan bakteri lain," kata Agha.

Dia juga mengatakan bahwa secara umum, dia tidak akan berharap melihat dampak jangka panjang pada kesehatan atau kekebalan anak-anak sebagai akibat dari apa yang terjadi sekarang.

Meskipun, anak yang mengidap penyakit paru-paru parah ketika masih sangat muda mungkin mengalami efek berkelanjutan.

Bagaimanapun juga, tetap penting untuk melindungi anak-anak sebaik mungkin.

Bamford menyarankan untuk menjaga jarak sosial, menghindari tempat keramaian dan memakai masker dalam beberapa situasi.

Meningkatkan ventilasi di dalam ruangan juga bisa membantu.

Untuk strep A, dimungkinkan menggunakan antibiotik pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi di penitipan anak atau sekolah di mana terdapat risiko yang diketahui.

Tapi tindakan ini harus tepat sasaran untuk menghindari resistensi antibiotik, kata Clare Murray di University of Manchester.

"Memberikannya ke seluruh siswa sekolah mungkin berlebihan," kata dia.

"Kadang-kadang, kami akan memberikan profilaksis kepada seluruh kelas jika ada banyak kontak, ini bukan hal baru."

Baik Agha dan Cheung berharap bahwa lonjakan penyakit anak-anak yang kadang kita lihat pasca-lockdown akan berkurang. Mudah-mudahan semuanya akan kembali normal pada awal tahun depan, kata Agha.

Apakah semua ini berarti bahwa karantina wilayah Covid-19 adalah ide yang buruk, dan menempatkan anak-anak dalam risiko yang tidak perlu?

"Saya benar-benar membantahnya," kata Cheung, mencatat bahwa Covid-19 itu sendiri sangat berbahaya dan menyebabkan banyak kematian.

Lockdown, karena sangat mengganggu, kemungkinan besar akan selalu memengaruhi orang dengan cara negatif - mulai dari dampak ekonomi hingga efek pada kesehatan mental dan, tampaknya, mengganggu kekebalan terhadap virus lain.

"Ini adalah risiko kita sudah tahu, tapi tetap harus kita tempuh," kata Cheung.

"Itu masih tindakan yang tepat". (*)

Tags : penyakit yang dikawatirkan, penyakit pernapasan meningkat, usai pandemi timbul penyakit pernapasan, anak-anak, kesehatan,