Internasional   2020/09/29 10:32 WIB

Perang Sengit Armenia - Azerbaijan Masih Berlanjut

Perang Sengit Armenia - Azerbaijan Masih Berlanjut

INTERNASIONAL - Pertempuran sengit berlanjut antara Armenia dan Azerbaijan dalam konflik di kawasan Kaukasus dengan korban jiwa puluhan orang dan lebih dari 100 orang terluka. Puluhan orang dilaporkan meninggal dalam pertempuran antara kedua belah pihak di kawasan sengketa Nagorno-Karabakh.

Sejumlah helikopter dilaporkan ditembak jatuh dan tank-tank dihancurkan dalam perang dua negara pecahan Uni Soviet. Wilayah ini secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, tapi dikuasai oleh etnis Armenia sejak perang yang berakhir pada 1994. Ketika wilayah ini terpisah pada 1990-an, puluhan ribu orang tewas dalam pertempuran dan sejuta lainnya terpaksa mengungsi. Negara-negara lain khawatir perang sengit dapat melebar ke kawasan lain dan melibatkan negara lain, termasuk Turki, Rusia dan Iran.

Kawasan Nagorno Karabakh dipersengketakan pada akhir 1980a-an dan awal 1990-an. Walaupun kedua negara menetapkan gencatan senjata, mereka belum pernah menyepakati traktat perdamaian. Nagorno-Karabakh adalah bagian dari Azerbaijan namun penduduk mayoritas dari Armenia. Saat Uni Soviet ambruk pada 1980-an, Nagorno-Karabakh memilih untuk menjadi bagian dari Armenia, dan memicu perang dan menghentikan gencatan senjata yang ditetapkan 1994.

Sejak itu, Nagorno-Karabakh tetap menjadi bagian dari Azerbaijan, namun dikuasai separatis etnik Armenia dan didukung oleh pemerintah Armenia. Perundingan selama puluhan tahun, dan dimediasi oleh pihak internasional, belum pernah traktat perdamaian. Armenia adalah mayoritas Kristen sementara kawasan kaya minyak Azerbaijan adalah mayoritas Muslim. Turki memiliki hubungan dekat dengan Azerbaijan, sementara Rusia bersekutu dengan Armenia, walaupun memiliki hubungan baik dengan Azerbaijan.

Pemerintah di Nagorno-Karabakh, yang didukung oleh Armenia mengatakan 31 tentara mereka tewas dan sebagian tempat yang dikuasai, kembali diambil alih kembali. Azerbaijan mengatakan pasukan mereka menimbulkan "kerusakan besar" dan Armenia melakukan pengeboman dan melukai 26 warga sipil. Kedua belah pihak mengatakan memobilisir lebih banyak tentara dan menetapkan kondisi darurat di sejumlah tempat.

Pertempuran itu adalah yang paling parah sejak 2016 dengan korban jiwa lebih dari 200 orang saat itu. Turki telah menetapkan dukungan kepada Azerbaijan, sementara Rusia - yang memiliki basis militer di Armenia namun berhubungan baik dengan Azerbaijan - menyerukan gencatan senjata. Armenia menuduh Turki memberikan bantuan militer untuk Azerbaijan, klaim yang disanggah Azerbaijan. Hari Senin (28/09), Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan Armenia harus segera mengakhiri "pendudukan" di kawasan itu dan dikatakan Erdogan akan mengakhri krisis panjang.

Menteri Luar Negeri Armenia Zohrab Mnatsakanyan menuduh Azerbaijan mensabotase penyelesaian damai dan menekankan Armenia harus membela kawasan itu.
Darurat militer Pada Minggu (27/09), Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengatakan dirinya yakin akan memperoleh kembali kendali atas wilayah tersebut Darurat mliter telah diberlakukan di sejumlah wilayah Azerbaijan, di Armenia, serta di Nagorno-Karabakh. Konflik di pegunungan Kaukasus ini tak pernah berkesudahan selama lebih dari tiga dekade, dengan sederet pertempuran.

Bentrokan di perbatasan pada Juli lalu mengakibatkan 16 orang tewas, yang kemudian memicu unjuk rasa terbesar selama bertahun-tahun di ibu kota Azerbaijan, Baku. Konflik apa pun dapat mengguncang pasar karena wilayah Kaukasus selatan dilintasi jalur pipa yang membawa minyak dan gas alam dari Laut Kaspia ke pasar dunia. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, berjanji mendukung Azerbaijan selama krisis baru terbaru, sementara Rusia yang secara tradisional dipandang sebagai sekutu Armenia, meminta pemberlakuan gencatan senjata dan pembicaraan untuk mendinginkan situasi.

Pertempuran hari Minggu kemarin yang menggunakan senjata berat merupakan ketegangan paling serius dalam beberapa tahun terakhir. Sudah sangat umum, dalam konflik berkepanjangan ini, masing-masing pihak saling menuduh pelepas tembakan pertama. Apa yang kita lihat ini bukan hanya aksi militer tapi juga sebuah perang informasi. Sulit untuk memverifikasi informasi resmi secara independen. Klaim Azerbaijan bahwa mereka telah "membebaskan" wilayah yang dikuasai Armenia telah dibantah oleh pemerintah Armenia.

Begitu juga, klaim Armenia bahwa mereka telah menyebabkan kerusakan besar terhadap pasukan Azerbaijan, telah dibantah oleh Azerbaijan. Selain itu, pemerintah Azerbaijan telah membatasi penggunaan internet di dalam negeri, khususnya akses pada media sosial. Dukungan Turki kemungkinan telah menguatkan Azerbaijan. Pada Agustus lalu, menteri pertahanan Azerbaijan mengatakan, dengan dukungan dari militer Turki, Azerbaijan akan memenuhi "tugas suci" - dengan kata lain, merebut kembali wilayah yang hilang.

Menteri pertahanan Armenia mengatakan sebuah serangan pada permukiman warga di Nagorno-Karabakh, termasuk di ibu kota daerah Stepanakert, terjadi pukul 08:10 waktu setempat (04:10 GMT) pada Minggu (27/09). Seorang perempuan dan anak dibunuh, kata para pejabat. Otoritas separatis di Nagorno-Karabakh mengatakan 16 prajurit mereka tewas dan 100 mengalami luka. Armenia mengatakan, telah menembak jatuh dua helikopter dan tiga pesawat tanpa awak, serta menghancurkan tiga tank.

Pemerintah Armenia menetapkan darurat militer dan mobilisasi militer secara total, sesaat setelah pengumuman yang sama dari otoritas di Narono-Karabakh. Darurat militer adalah sebuah langkah darurat yang memberi kewenangan pada militer untuk mengambil alih fungsi pemerintahan sipil. "Bersiap untuk mempertahankan tanah air kami yang suci," seru Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan setelah menuduh Azerbaijan melakukan "agresi yang telah dirancang sebelumnya"

Seraya memberi peringatan bahwa wilayah itu berada di ambang "perang berskala besar", dan menuduh Turki "berperilaku agresif", dia mendesak komunitas internasional untuk bersatu mencegah ketidakstabilan lebih lanjut. Menurut jaksa Azerbaijan, lima orang dari satu keluarga dibunuh oleh orang-orang Armenia di salah satu desa di Azerbaijan. Menteri pertahanan Azerbaijan mengonfirmasi telah kehilangan satu helikopter, tapi mengatakan kru-nya selamat.

Kemudian melaporkan bahwa 12 sistem pertahanan udara milik Armenia telah dihancurkan. Tapi hal ini dibantah oleh Armenia. Presiden Aliyev mengatakan telah memerintahkan operasi kontra-ofensif berskala besar sebagai respon dari serangan pasukan Armenia. "Sebagai sebuah hasil dari operasi kontra-ofensif, sejumlah area pemukiman warga Azerbaijan yang dikuasai, telah dibebaskan," katanya melalui sebuah siaran televisi dirilis BBC.

"Saya percaya diri bahwa kesuksesan operasi kontra-ofensif kami akan mengakhiri penguasaan, untuk keadilan, dari penguasaan selama 30 tahun."

Setelah penolakan awal oleh militer Armenia, presiden Nagorno-Karabakh yang tidak diakui, Arayik Haruyunyan, membenarkan sejumlah posisi telah hilang diambil alih pasukan Azerbaijan. Presiden Erdogan menyebut Armenia "dalam ancaman terbesar untuk perdamaian dan ketenangan di wilayah". Organisasi untuk Kerja Sama dan Keamanan di Eropa (OSCE) sudah lama berupaya menengahi konflik dengan melibatkan diplomat dari Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat - yang membentuk OSCE Minsk Group - yang mengusahakan gencatan senjata pada 1994.

Penduduk Azerbaijan sebagian besar adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan negara Turki. Meski demikian, tidak seperti orang Turki, kebanyakan orang Azerbaijan adalah Muslim Syiah bukan Sunni. Turki tidak memiliki hubungan dengan Armenia, negara yang kebanyakan penduduknya adalah penganut Kristen Ortodoks yang secara sejarah mendapat dukungan dari Rusia. Iran, sebagai negara Syiah, memiliki banyak komunuitas etnis Azerbaijan tapi tetap memelihara hubungan yang baik dengan Rusia.

Sejak Uni-Soviet runtuh pada 1991, perpecahan etnis di Armenia dan Azerbaijan menjadi lebih kentara: berdasarkan laporan Armenia pada 2004, hanya 30 orang di Armenia (populasi 3,1 juta) diidentifikasi sebagai orang Azerbaijan, sedangkan sensus 2009 di Azerbaijan (populasi 9,7 juta) mencatat ada 183 orang Armenia tinggal di daerah selain Nagorno-Karabakh. Pada sensus 2015, "Republik Arsakh" yang tidak diakui - atau Nagorno-Karabakh (populasi 145.053 orang) - mencatat tidak ada orang Azerbaijan yang tinggal di sana. Padahal, ketika rezim Soviet berkuasa, orang-orang Azerbaijan mencapai lebih dari seperlima populasi wilayah itu. (*)
 

Tags : Armenia - Azerbaijan, Perang sengit, Pertempuran Armenia - Azerbaijan, Kawasan Kaukasus ,