Pekanbaru - Perusahaan Perkebunan sawit besar swasta seharusnya sudah bisa memastikan untuk menaati semua aturan yang berlaku soal kewajiban membangun atau bermitra dengan petani plasma.
"Aturan diterbitkan melalui Permentan Nomor 26 Tahun 2007 yang kini diganti dengan Permentan 98 Tahun 2013 untuk menyisihkan 20 persen dari luasan lahan perusahaan untuk plasma pada hal berasaskan saling menguntungkan," kata H Darmawi Zalik Aris SE dari Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Indonesia Corruption Investigation [ICI], Jumat.
Keharusan 20 persen dari luasan kebun buat petani plasma, untuk mendapatkan keistimewaan berupa harga tandan buah segar (TBS) yang lebih tinggi jika dibandingkan petani mandiri, kata dia.
Bakernas ICI melihat adanya dua perusahaan kebun sawit swasta PT Musim Mas (MM) dan PT Tunggal Perkasa Plantations (TPP) diperkirakan masih mengabaikan peraturan Kementerian Pertanian ((Kementan) RI itu.
Marinton dan Wandi dari pihak PT MM saat dikonfirmasi Kamis (17/6) tentang adanya aturan untuk menyisihkan luasan kebun sawit perusahaan 20 persen untuk membangun petani plasma, tak bisa menjelaskan secara rinci. Namun Wandi, sebelumnya menjawab melalui [WhatsApp [WA] perusahaan sudah melaksanakan aturan itu, sebutnya singkat.
Sementara Marinton Purba kembali menjawab melalui Whats APP nya, Jumat menjelaskan, kewajiban fasilitasi kebun kemitraan 20% adalah berdasarkan Permentan 26 thn 2007 yang sudah dibatalkan dengan Permentan 98 Tahun 2013. Sementara perizinan/HGU PT. Musim Mas terbit sebelum peraturan tersebut berlaku. Artinya kewajiban 20% tidak melekat terhadap PT. Musim Mas.
Akan tetapi PT. Musim Mas tetap berkomitmen dan berupaya untuk peningkatan ekonomi masyarakat melalui pembangunan kebun pola KKPA yang telah mencapai sekitar 2.200 Ha yang tersebar di Desa Tanjung Beringin, Desa Talau, Desa Betung, Desa Batang Kulim, Kelurahan Sorek Satu Kecamatan Pangkalan Kuras, Desa Pesaguan, Kelurahan Pangkalan Lesung Kecamatan Pangkalan Lesung.
Disamping itu juga PT. Musim Mas telah melakukan pembangunan Kebun Kas Desa untuk Desa Tanjung Beringin, Desa Batang Kulim, Desa Betung, Kelurahan Pangkalan Lesung masing-masing 5 Ha serta Kebun Kas Desa Talau baru realisasi 1 Ha.
Begitupun Hadi Sukoco, Humas/CDO PT TPP dikonfirmasi melalui via sms ke ponselnya juga belum bisa menjelaskan, saat dikontak juga tak ingin menjelaskan.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Achmad Mangga Barani dalam siaran pers nya belum lama ini menjelaskan secara tegas, bagi PBS, keuntungan yang didapat salah satunya ada kepastian pasokan TBS dari kebun plasma ke pabrik kelapa sawit (PKS) yang dimilikinya.
Achmad Mangga Barani memaparkan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 yang diganti dengan Permentan 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Poin penting dari permentan tersebut yakni kewajiban bagi PBS dan Perkebunan Besar Negara (PBN) untuk membangun kebun plasma sekitar 20 persen dari total konsesi yang dimilikinya. "Semangat dari regulasi ini agar rakyat juga menikmati keuntungan dari budidaya perkebunan sawit."
"Tapi perlu dicatat bahwa, kebun plasma yang dibangun PBS dan PBN tersebut tidak berasal dari HGU (hak guna usaha) yang dimiliki PBS maupun PBN. Artinya, kebun plasma itu, tanahnya milik masyarakat yang ada di sekitar kebun PBS maupun PBN,” jelas dia.
Dia menuturkan jika kewajiban PBS dan PBN membangun kebun plasma seluas 20 persen dari total konsesi itu ada sejak terbitnya permentan tersebut, yakni pada 2007.
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan menyebutkan, hingga akhir 2018 total kebun sawit di Indonesia mencapai 14.309.256 hektare (ha).
Kepemilikan kebun sawit tersebut terdiri atas perkebunan rakyat seluas 5.807.514 ha, PBN seluas 713.121 ha, dan PBS seluas 7.788.621 ha. Perkebunan rakyat ini terbagi menjadi dua, yakni kebun milik petani mandiri dan petani plasma yang luasnya sekitar 617.000 ha.
Sepintas, kata Mangga Barani, perkebunan swasta tidak taat aturan karena kebun plasma hanya 8 persen dari total kebun swasta. Namun perlu diingat bahwa budidaya perkebunan kelapa sawit itu ada sejak penjajahan Belanda.
Sementara itu, kewajiban membangun dan bermitra dengan plasma itu ada sejak tahun 2007 seiring dengan terbitnya Permentan No 26/2007.
Permentan tersebut diperkuat dengan UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang juga mengamanatkan PBS maupun PBN membangun plasma sebesar 20% dari luas konsesi. (rp.sdp/*)
Tags : Perkebunan Sawit Swasta, Riau, Peraturan Kementan, Membangun Plasma,