PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Kementerian Pertanian (Kementan) menghapus salah satu syarat kawasan lindung gambut dalam Permentan Nomor 03/2022.
"Kementan bebaskan syarat kawasan lindung gambut agar petani sawit bisa mendapatkan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)."
"Kalau itu dihapuskan kita merasa bersyukur lah, karena memang di Riau ini umumnya lahan gambut. Kalau iya dihapuskan, perlu itu petani sujud syukur," kata Komisi II DPRD Riau, Zulfi Mursal pada media menanggapi aturan Permentan RI itu, Rabu (18/1/2022).
Dia menyambut baik penghapusan syarat yang selama ini menyulitkan petani sawit di Riau untuk mendapatkan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Salah satu syarat menyulitkan yang dihapus Kementerian Pertanian (Kementan), yakni bebas hutan gambut. Akibat aturan tersebut petani Riau pada tahun 2022 tak mendapatkan dana PSR.
Diketahui, melalui harmonisasi peraturan dalam Permentan Nomor 03/2022, tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, salah satunya menghapus syarat bebas kawasan lindung gambut dan mengembalikan kewenangan Ditjen Perkebunan berkaitan rekomendasi teknis untuk jalur kemitraan PSR.
Menurut Zulfi, dana PSR akan sangat bermanfaat bagi petani untuk melakukan peremajaan tanaman sawit sehingga kualitas dan kuantitas Crude Palm Oil (CPO) bisa terjaga.
"Dari BPDPKS itu sekitar Rp30 juta per hektar, kalau lahan satu pancang ada dua hektar kan lumayan itu Rp60 juta," ujar Zulfi.
Adapun pertimbangan menghilangkan surat keterangan bebas lindung gambut seperti dijelaskan Dirjen Perkebunan Kementan RI, Andi Nur Alamsyah, adalah karena hanya dua provinsi memiliki kawasan lindung gambut.
Menurutnya, dengan adanya syarat bebas lindung gambut ini menyebabkan provinsi lain terkena imbasnya, padahal daerah tersebut tidak ada kawasan lindung gambut.
'Petani sawit belum merdeka'
Pada umumnya petani sawit di Riau belum merdeka, karena biaya pengeluaran masih 'mencekik leher', walaupun Gubernur Riau sudah menyurati Menteri Pertanian (Mentan) untuk mengirim pupuk subsidi, petani sawit tetap saja tak kuasa menahan biaya pengeluaran yang semakin menyulitkan.
Petani sedikit lega setelah harga sawit terus alami kenaikan. Hanya saja harga tersebut masih dirasa belum sanggup menutupi biaya keluar untuk pupuk kimia yang harganya sangat mahal.
"Harga sawit mulai normal tapi biaya pengeluaran mencekik leher karena pupuk masih mahal."
Harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani umunya masih disekitaran Rp1.700 per kilogram di Pekanbaru sejak pada Minggu 14 Agustus 2022 kemarin, sebelumnya tiga hari lalu, harga di tempat pengepul yang berada di lintas Timur Pekanbaru masih Rp1.450 per kilogram (Kg).
Kenaikan harga sawit di Pekanbaru disebabkan pembelian di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terus naik.
"Naik terus ini memang harganya, sekarang sudah Rp1.700 per kilo ditingkat petani," sebut Yanto petani di Desa Pematang Jaya, Kecamatan Rengat Barat, Inhu.
Yanto menyebutkan, mulai sejak tanggal 13 Agustus 2022 harga TBS di PKS naik70 persen menjadi Rp1.930 perkilogramnya.
"Alhamdullillah, bahkan ini sudah mendekati Rp2000," sebutnya lega.
Pabrik tempatnya menjual TBS, terlihat peningkatan harga sawit cukup cepat terjadi. Makanya mereka juga harus menaikkan harga saat beli sawit petani.
Tetapi persoalan belum normalnya harga sawit masih dirasakan petani, sebab masih belum seimbang dengan biaya perawatan dan produksi.
Terutama harga pupuk kimia yang harganya mahal, sebagai penggantinya petani terpaksa beli pupuk kandang.
"Pemberian pupuk kandang belum dapat menggantikan kehebatan pupuk kimia. Apalagi harga pupuk kandang untuk kotoran hewan (Kohe) ayam murni, satu karung bisa dijual Rp14 ribu," katanya.
Jadi, biaya produksi masih mahal, sebab untuk satu hektare dibutuhkan sekitar 120 karung kohe ayam.
Satu batang sawit biasanya akan diberi satu karung kohe.
"Sebenarnya kurang bagus juga pupuk kandang ini ke sawit, tapi mau gimana lagi, harganya kimia belum bisa terjangkau dengan harga sawit yang sekarang," sebutnya.
Bagi petani harga sawit Rp1.700-Rp1.930 per Kg masih belum cukup untuk bertahan hidup dari penghasilan kebun. Idealnya harga sawit setidaknya di atas Rp3.000 per kg. Masalahnya tetap ada, yakni harga pupuk kimia tak bisa ditoleri.
Sebelumnya, Gubernur Riau sudah menyurati Menteri Pertanian (Mentan) agar petani sawit dapat jatah pupuk subsidi lagi.
Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar mengirimkan surat kepada Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengenai kondisi petani sawit yang makin kesulitan merawat kebun sawitnya. Sebab harga TBS yang tak sebanding dengan harga pupuk yang tinggi.
Dalam surat tersebut, Syamsuar memaparkan sejumlah persoalan yang terjadi pada petani sawit saat ini.
Dia juga meminta agar Menteri Pertanian kembali mengalokasikan pupuk subsidi untuk petani kelapa sawit. Karena diketahui, sejak harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tinggi beberapa bulan lalu, pupuk subsidi sudah tidak dialokasikan lagi untuk petani kelapa sawit. (*)
Tags : Kawasan Lindung Gambut, Kementan Bebaskan Syarat Kawasan Lindung Gambut, Riau, Petani Sawit dapat Dana PSR, Peremajaan Sawit Rakyat,