Headline Linkungan   2020/10/16 13:11 WIB

Petani Selamatkan Teripang yang Lezat - Mahal Harganya

Petani Selamatkan Teripang yang Lezat - Mahal Harganya

LINGKUNGAN - Di sebagian kawasan di dunia, teripang adalah makanan lezat yang mahal harganya karena manfaat kesehatannya dipandang tinggi. Di Tampolove, sebuah desa kecil berangin dengan gubuk dari lumpur dan jalan berpasir yang terbentang di antara pantai dan hutan di Madagaskar barat daya, binatang ini telah membangkitkan ekonomi setempat dan lingkungan.

Desa itu adalah rumah bagi peternakan teripang lokal pertama Madagaskar, yang telah mengubah kehidupan penduduk yang sebelumnya hanya berpenghasilan satu dolar atau Rp14.000 per hari, meski pada saat yang sama semakin merugikan spesies laut.  Teripang berasal dari keluarga echinoderm, bersama-sama dengan bintang laut dan bulu babi. Bentuk dan ukurannya berbeda-beda. Mereka menghabiskan waktu membenamkan diri dalam lumpur dan muncul pada malam hari untuk mencari partikel untuk dimakan di lapisan sedimen - aktivitas yang memungkinkan terjadinya proses pernyaringan penting yang menguntungkan ekosistem yang lebih luas.

Tetapi dalam beberapa dekade terakhir, perburuan ikan yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan di Asia membuat cadangan teripang dunia menurun. Budi daya teripang di Tampolove adalah bagian dari skema untuk melindungi lingkungan dan memperbaiki kehidupan masyarakat di kawasan yang tak diperhatikan di Madagaskar. Pada tahun 2004, masyarakat setempat dengan dukungan LSM Inggris, Blue Ventures, bersama-sama memutuskan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi anjloknya cadangan teripang dan gurita di pantai.

Mereka membuat perkumpulan, terdiri dari wakil sejumlah desa di sepanjang pantai, yang bertanggung jawab untuk mengelola kegiatan nelayan dan lingkungan. Mereka menamakan wilayah yang dilindungi sebagai Velondriake dari bahasa Vezo yang berarti "hidup dengan laut". Teripang muda dibuat agar dapat hidup menyesuaikan diri dengan suhu air di Bay of Assassins, sebelum dilepaskan ke kandang. Mereka akan dipanen sebagai teripang dewasa dalam sembilan bulan.

Penduduk desa menentukan sejumlah "kawasan dilarang memancing" yang tidak boleh diakses aktivitas pemancingan dan membuat sejumlah tempat hidup sementara bagi gurita. Mereka melarang pengggunaan jaring halus, mengambil ikan dengan menggunakan dinamit dan sianida, dan berhenti menebang bakau di daerah dilindungi. Mereka juga menyatakan larangan penangkapan spesies tertentu seperti penyu dan lumba-lumba, dan membuat larangan musiman sejumlah spesies lainnya. 

TOMMY TRENCHARD

Petain Xavier Faralahi, 22 tahun, bekerja sebagai penjaga lapangan teripang di desa Tampolove. Dia bekerja selama 12 jam, memastikan teripang berharga tidak dicuri dari kandangnya. Faralahi bangga akan perannya sebagai penjaga 6.000 teripang. "Saya mencintai pekerjaan saya," katanya. "Saya mendapatkan penghasilan dan pada saat yang sama membantu masyarakat saya. Pencurian sudah sangat menurun".

Panen di malam hari, tripang muncul dari sarangnya di lumpur. Hanya teripang seberat di atas 400 gram yang akan dipanen. Sisanya dikembalikan. Salah satu orang yang memanen adalah Vinike Odette, 27 tahun, mantan pemburu gurita yang terlibat dalam perternakan teripang (atau zanga dalam bahasa setempat) sejak tahun 2010, ketika proyek ini diluncurkan. "Pekerjaan ini lebih mudah dari pada memancing atau menangkap gurita, dan saya sangat puas dengan harganya," kata Odette seperti dirilis BBC.

"Kita semua mampu membeli lebih banyak hal. Saya membeli banyak barang untuk rumah saya - kursi, piring, alat masak, banyak hal."

Indonesia ‘penghasil teripang terbesar dunia’

Di antara keriuhan Petak Sembilan, di kawasan Glodok, Jakarta Barat, sebuah lapak menarik perhatian. Pada meja lapak itu, empat baki merah diletakkan berjajar. Selain beberapa bongkah es batu dan air, baki-baki itu berisi deretan makhluk kenyal dan berlendir menyerupai belatung raksasa. Warnanya ada yang kuning terang, coklat, hingga hitam. "Ini teripang, pak. Banyak khasiatnya. Untuk obat kuat, kolesterol, terus perempuan sehabis operasi Caesar dikasih teripang lukanya cepat kering," sahut pria di balik meja, seraya menerangkan bahwa dia mendapatkannya dari perairan Pulau Belitung. "Rp800.000 per kilogram, pak. Kalau mau satuan juga bisa, tapi hitungannya per ons. Satu ons-nya, Rp80.000. Ini ada yang kering, Rp2 juta sekilo," jelasnya. 

TOMMY TRENCHARD

Teripang sejatinya adalah hewan tak bertulang belakang, seperti kerang, siput, dan cacing. Meski masuk kategori hewan, teripang tidak punya organ mata, hidung, dan telinga. Satu-satunya kemampuan inderawi teripang adalah meraba. Masyarakat umum sering menyamakan teripang dengan timun laut, padahal itu salah kaprah, kata Ana Setyastuti—ilmuwan dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Masyarakat tahunya teripang, semua jenis dianggap teripang. Padahal, kelompok besarnya adalah timun laut. Kalau masuk perdagangan, dimakan, dikonsumsi, timun laut ini disebut teripang. Jadi tidak semua timun laut itu teripang," papar Ana. 

Ana—yang telah menerbitkan berbagai makalah ilmiah baik di Indonesia maupun mancanegara—menjelaskan bahwa ada 1.400 spesies timun laut di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 350 jenis timun laut ada di Indonesia. Adapun yang masuk kategori teripang, berdasarkan penelitian pada 2015, terdapat 54 jenis. Kekayaan keberagaman teripang di perairan Indonesia, menurutnya, mendorong penangkapan teripang sejak beberapa ratus tahun lalu.

Dalam risetnya, Ana merujuk catatan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) mengenai penangkapan teripang di Kepulauan kei dan Kepulauan Aru pada pertengahan 1600-an dan awal 1700-an. Mengutip hasil riset Ana yang dituangkan dalam artikel berjudul Sinopsis Teripang Indonesia; Dulu, Sekarang dan yang Akan Datang, pada pertengahan abad ke-18, tepatnya tahun 1850, ekspor teripang dari Kepulauan Kei ke Cina diperkirakan mencapai 36 ton, yang berarti sekitar 600.000 hingga 1.200.000 spesimen. Sedangkan dari Makassar mencapai sekitar 490-550 ton dalam setahun. 'Sebelum perang kemerdekaan Indonesia diperkirakan ekspor teripang ke China mencapai 640 ton per tahun. Puncak tertinggi ekspor mencapai hingga sekitar 2928 ton/tahun menjelang akhir abad-19', sebut tulisan itu.

Penjualanan tripang berlanjut

Tren penjualan teripang dari Indonesia terus berlanjut hingga masa modern. Berdasarkan data badan pangan dan pertanian PBB (FAO), pada tahun 2000 Indonesia merupakan penghasil teripang terbesar di dunia (2.500 ton) dengan tujuan utama Cina, Singapura, dan Taiwan. Kemudian, data Kementerian Kelautan dan Perikanan sepanjang 2012 hingga 2015 menunjukkan tren ekspor teripang meningkat dari 900 hingga 1.200 ton. Adapun Cina tetap menjadi pelanggan utama.

Kenyataannya, meski tren ekspor meningkat, teripang makin sulit ditemui di perairan Nusantara. "Saya telah mendatangi berbagai pulau di Indonesia dan bertanya kepada masyarakat setempat. Dulu, mereka mengatakan, masih mudah dapat teripang. Bahkan, teripang bagai sebaran karpet. Nah sekarang teripang harus dicari dengan menyelam ke dasar laut. Nyari satu aja setengah mati," paparnya.

Keterangan Ana diamini Hari Sambali, dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Menado. "Di Sulawesi Utara, sejak 15 tahun lalu, teripang hampir tidak ada lagi karena stok di alam jauh berkurang. Jadi jarang dijumpai," kata Hari.

Jenis teripang yang menjadi idola nelayan, menurut Hari, adalah Holuthuria scabra. Di Sulawesi Utara, teripang jenis tersebut dikenal dengan nama teripang susu. "Teripang susu di pasaran cukup tinggi harganya. Satu kilogramnya bisa dihargai Rp300.000 sampai Rp500.000. Nelayan masih mencari teripang jenis itu, tapi susah sekali didapatkan," ucapnya.

Sulitnya mendapatkan teripang 

Nicodemus Dahoklory, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Nusa Cendana, Kupang, menilai penyebabnya dipicu oleh dua kelompok nelayan. "Ada nelayan yang memang sengaja mencari teripang dalam jumlah besar dan ukuran besar untuk ekspor. Tapi, ada juga nelayan yang mendapatkan teripang untuk dimakan mentah. Di NTT, nama makanan itu adalah lawar," kata Nicodemus.

TOMMY TRENCHARD

"Nelayan jenis ini menangkap teripang dari berbagai ukuran, yang kecil juga diambil. Akibatnya, menurun populasi teripang," imbuhnya. 

Ekspor bisa meningkat

Jika teripang makin sulit didapatkan, lalu mengapa tren ekspor bisa meningkat? Ana Setyastuti dari LIPI menengarai bahwa penjualan teripang beberapa tahun terakhir juga mengeksploitasi jenis-jenis teripang yang selama ini tidak diambil. Situasi ini belum bisa ditentukan secara pasti, mengingat data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak menjabarkan secara detil jenis teripang apa saja yang diekspor. "Sepanjang 2016 hingga 2017 kami melakukan survei lapangan. Ada tambahan jenis-jenis lain yang masuk dalam perdagangan. Jadi 54 jenis itu masih nambah lagi ternyata. Sekitar empat sampai lima jenis tambahan yang masuk perdagangan," ujar Ana.

Temuan lainnya, jenis teripang yang dieksploitasi beberapa tahun terakhir juga merambah jenis yang selama ini dianggap nilai jualnya rendah. Ana mendapatkan fakta ini di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. "Holothuria rocio maculata yang dikenal masyarakat setempat sebagai teripang hitam ternyata juga dijual. Ini rekor untuk Indonesia loh. Ini tuh nggak masuk daftar teripang yang dieksploitasi secara global versi FAO," cetusnya.

Sebagai langkah awal perlindungan terhadap teripang, LIPI kini berupaya mendeteksi jumlah teripang, jenis-jenisnya, dan distribusinya dengan menggandeng berbagai peneliti dan pemangku kepentingan di Indonesia. "Kita men-training banyak orang dari Sabang sampai Merauke untuk menyamakan metode pemantauan stok teripang. Dengan metode ini diharapkan data itu bisa disampaikan ke kami, 'Ini loh jumlah teripang di Indonesia, jenis ini dan ini, distribusinya begini'," kata Ana.

"Data itu kemudian akan kami bandingkan dengan data jaman dulu," tambahnya. 

Berpijak dari data tersebut, Ana berharap bisa membuat rekomendasi perlindungan teripang di Indonesia. "Dokumen itu nantinya akan diberikan kepada pihak CITES untuk mengatur perdagangan teripang secara internasional," kata Ana, merujuk Convention in International Trade in Endangered Species of Wild Fauda and Flora. "Formulasinya bisa berupa perlindungan terbatas, apakah perlindungan terbatas berdasarkan ukuran, perlindungan terbatas berdasarkan lokasi saja, atau bagaimana," tambahnya.

Peran krusial teripang

Perlindungan tersebut dipandang penting lantaran ketiadaan atau kekurangan teripang akan berdampak buruk pada ekosistem laut. Ana menjelaskan bahwa teripang adalah bottom feeder, yaitu makhluk yang hidup dari memakan organisme di dasar laut. "Dia akan menyerap pasir laut. Lalu di dalam perutnya, organiknya diserap, dikeluarkan lagi pasir yang sudah bersih. Kemampuan seperti itu membuat area sedimen pesisir dan terumbu karang akan gembur. Efeknya di situ akan ada banyak mahkhluk , di situ akan ada banyak ikan."

TOMMY TRENCHARD

"Nah, kalau teripang tidak ada, sendimen tidak gembur, tidak banyak zat-zat organik, ikan-ikan berkurang, mata pencarian masyarakat juga berkurang. Itu efek jangka panjangnya," tegas Ana. (*)

Editor: Surya Dharma Panjaitan

Tags : Petani Selamatkan Teripang, Tripang di Ekspor, Tripang Makanan Lezat dan Mahal, Madagaskar,