Headline Sorotan   2022/07/08 12:55 WIB

Peternak 'Menangis' Hadapi Idul Adha, 'Ditengah Meluasnya Virus PMK yang Sudah SOS'

Peternak 'Menangis' Hadapi Idul Adha, 'Ditengah Meluasnya Virus PMK yang Sudah SOS'

"Sejumlah peternak dan pakar menyebut penyebaran kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya sapi, sudah dalam situasi darurat atau SOS"

emerintah didesak menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) yang mengakui bahwa telah terjadi wabah secara nasional. Satu bulan menjelang Iduladha, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Robi Agustiar menuturkan bahwa penyebaran PMK "kian memburuk".

"Kita sudah SOS ini kalau boleh saya bilang. Kalau bisa dikatakan peternak menangis, ini peternak menangis saat ini," kata Robi, salah seorang peternak sapi.

Data Kementerian Pertanian per 2 Juni 2022 menunjukkan bahwa 57.732 hewan ternak mengalami sakit dengan gejala PMK di 127 kabupaten dan kota di 18 provinsi. Sebagian telah terkonfirmasi positif terinfeksi PMK, sedangkan sebagian lainnya masih berstatus suspek.

Di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat, sebanyak 1.194 sapi perah telah terinfeksi PMK maupun menjadi suspek sejak 17 Mei 2022 hingga saat ini. Sebanyak 37 sapi ternak mati, sedangkan 39 ekor lainnya dipotong paksa.

Pengurus KPBS Pangalengan, yang juga merupakan seorang peternak, Asep Rahmat Khaerudin, menuturkan mereka telah merugi lantaran produksi susu sapi ikut menurun usai diserang wabah.

Pakar dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Rochadi Tawaf, mendesak pemerintah menetapkan status KLB secara nasional, tidak hanya di empat kabupaten.

Selain itu, pemerintah perlu mempercepat pengadaan vaksin untuk melindungi hewan ternak yang belum tertular.

"Sayangnya [daerah] yang lainnya [yang ditemukan kasus PMK] tidak dianggap sebagai wabah. Ini kan persoalan administratif yang mempersulit birokrasi dan dana untuk pembelian vaksin, stamping out [pemusnahan] tidak ada," kata Rochadi.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh mantan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sofyan Sudrajat - yang pernah ketua Tim Nasional Pemberantasan PMK pada 1983 — juga menyerukan hal serupa.

Dengan situasi penyebaran yang sudah luas, ditambah stok vaksin yang belum tiba di Indonesia, dan perayaan Iduladha yang akan meningkatkan lalu lintas ternak, Sofyan khawatir wabah PMK "akan semakin merajalela".

Harga sapi anjlok, produksi susu sapi menurun

Asep Rahmat Khaerudin di KPBS Pangalengan mengatakan beberapa pekan terakhir ini selalu ada kasus baru PMK yang mereka temukan, bahkan jumlahnya bisa mencapai 100 kasus dalam sehari.

KPBS Pangalengan memiliki sekitar 14.000 ekor sapi perah. Asep bersama para peternak lainnya mengaku khawatir jumlah kasus akan terus bertambah. Saat ini saja, produksi susu sapi telah menurun hingga sekitar 3.000 liter.

"Ini sangat mengkhawatirkan karena sapi perah itu kan sumber income para peternak kan di situ. Kalau dibiarkan bahaya ini, bisa banyak kehilangan usaha peternaknya, kehilangan penghasilan harian," kata Asep.

Sejauh ini, para peternak merespons temuan kasus PMK dengan memberi vitamin, antibiotik, atau infus. Sebagian besar upaya penanganan itu mereka lakukan dengan biaya sendiri.

"[Bantuan] pemerintah sampai saat ini ya masih kecil-kecil lah. Baru support obat sedikit lah, paling juga baru berapa ekor, belum banyak," ujar dia.

Beberapa ekor sapi yang kondisinya sudah terlalu lemah terpaksa dipotong dan dijual dengan harga yang jatuh dari normalnya sekitar Rp25 juta, kini hanya berkisar Rp3 juta hingga Rp4 juta.

Dihubungi terpisah, Robi Agustiar mengatakan masifnya penyebaran PMK membuat para peternak tidak memiliki pilihan lain selain memotong paksa ternak mereka yang terinfeksi.

"Tidak hanya di Pangalengan, di Malang itu sudah tembus 3.000 ekor [yang terinfeksi] dan itu rumah potong hewan di Jawa Timur itu full diisi oleh sapi-sapi pasien yang siap dipotong," ujar Robi.

"Bahkan harga sapi perah yang biasanya Rp20 juta, sekarang anjlok karena sakit, dipotong di rumah potong hewan di harga Rp2 juta sampai Rp3 juta. Menangis semua peternak kita."

Padahal, Robi mengatakan Iduladha biasanya menjadi momentum para peternak mendulang untung. Tetapi wabah PMK justru membuat para peternak merugi.

Pemerintah didesak tetapkan KLB tingkat nasional

Rochadi Tawaf dari Fakultas Peternakan Unpad, menilai upaya penanggulangan wabah PMK tidak sebanding dengan kecepatan penularannya.

Pemerintah disebut tidak memiliki sarana yang memadai untuk mengawasi lalu lintas ternak secara ketat dari daerah wabah. Upaya lainnya seperti pemusnahan hewan ternak yang terinfeksi maupun pengadaan vaksin pun sempat terkendala dana.

Pemerintah, kata dia, harus lebih dulu menetapkan status KLB secara nasional sehingga anggaran untuk respons darurat penanganan wabah bisa berjalan dengan efektif.

Dari total 127 kabupaten yang melaporkan temuan kasus PMK, pemerintah sejauh ini baru menetapkan status KLB di beberapa kabupaten saja, seperti di Aceh Tamiang serta tiga kabupaten di Jawa Timur.

"Yang lainnya tidak dianggap sebagai wabah, ini kan persoalan administratif yang menyulitkan untuk pembelian vaksin, stamping out [pemusnahan], tidak ada anggarannya," jelas Rochadi.

"Pak Menteri [Pertanian] bilang 'kami bisa menyelesaikan dengan cara kami sendiri', tapi sampai saat ini yang mengeluh masyarakat. Faktanya di lapangan membesar. Oleh sebab itu, harapan saya pemerintah pusat harus segera mengeluarkan KLB sehingga dana tanggap darurat itu ada," ujar dia.

Keresahan yang sama juga disampaikan oleh peternak seperti Asep dan Robi, yang mengaku heran mengapa pemerintah belum menetapkan status wabah nasional.

"Peternak jelas lah menderita, dilanda kepanikan sampai saat ini. Tiba-tiba jatuh. Saya sudah laporan ke kabupaten dan provinsi supaya ditetapkan ini kejadian luar biasa, wabah, supaya ada bantuan tanggap darurat, kompensasi tapi belum ada jawaban yang pasti," jelas Asep.

Para peternak pun, kata dia, merasa pergerakan pemerintah "serba terlambat" dalam mencegah penyebaran luas wabah PMK.

Sedangkan menurut Sofyan Sudrajat, pemerintah tidak lagi bisa mengandalkan imbauan agar masyarakat tenang di saat fakta di lapangan menunjukkan penyebaran PMK kian masif.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI pada 23 Mei lalu, Menteri Pertanian Syahril Yasin Limpo meminta masyarakat untuk "tidak panik berlebih" agar tidak menimbulkan persoalan dalam tata niaga peternakan.

'Tanpa vaksin, sapi kami akan habis'

Para peternak, seperti Robi dan Asep, berharap pemerintah bisa mempercepat pengadaan vaksin PMK demi mencegah penyebaran lebih luas. Tanpa vaksin, mereka khawatir lebih banyak ternak akan terinfeksi dan kerugian yang diderita akan lebih buruk.

Pemeriksaan hewan ternak dari wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

"Kalau pemerintah mau bicara jangan panik, jangan panik, buktinya hampir seminggu ini rumah potong hewan penuh dengan sapi yang mau dipotong paksa. Jadi kalau kita tanpa ada vaksin, mungkin dalam waktu sampai Juli, akan semakin banyak, sapi kita akan habis," kata Robi.

Tetapi menurut Sofyan Sudrajat, menyediakan vaksin pun bukan perkara mudah. Sebagai negara yang selama 30 tahun terakhir bebas dari PMK, Indonesia tidak memiliki stok vaksin. Sedangkan antibodi hewan-hewan ternak tidak lagi mengenali virus tersebut sehingga menjadi lebih mudah tertular.

Untuk memproduksi vaksin sendiri di dalam negeri pun, kata Sofyan, butuh waktu paling tidak enam bulan untuk menemukan isolat, mengembangkannya ke proses produksi, hingga melakukan uji klinis.

Satu-satunya cara untuk mempercepat pengadaan vaksin ialah dengan mengimpor dari luar negeri. Kementerian Pertanian dalam rapat kerja dengan DPR pada Kamis 2 Juni 2022 menyampaikan rencana untuk mengimpor tiga juta dosis vaksin dari Prancis, yang pada tahap awalnya akan tiba sebanyak satu juta dosis.

Tetapi sambil menunggu vaksin tiba, Sofyan mengingatkan penting untuk tetap memitigasi penularan wabah ini agar tidak meluas. Terlebih menjelang perayaan Iduladha, di mana mobilitas hewan ternak akan meningkat drastis. Tanpa pengawasan ketat, Sofyan khawatir wabah PMK akan "semakin merajalela".

"Kalau peternak membawa ternaknya untuk kurban kan kumpul di lapangan, itu bisa menularkan ke ternak lain yang sebetulnya sehat. Sudah pasti penularan PMK ini akan semakin merajalela," ujar Sofyan.

"Jadi sambil menunggu vaksinasi, di peternakannya jangan diliarkan, dikandangkan dan tidak boleh keluar masuk. Lakukan juga inspeksi rutin dan pengawasan lalu lintas ternak," tutur dia.

Sedangkan Rochadi menyarankan mobilitas hewan ternak dilakukan dengan sistem kompartemen, yang memisahkan subpopulasi bebas infeksi dengan yang rentan. Dengan demikian, perdagangan hewan ternak dapat berjalan secara aman.

Pemerintah klaim 'wabah bisa ditangani'

Biro Humas Kementerian Pertanian, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan beserta sekretarisnya saling lempar untuk menanggapi pertanyaan terkait penetapan status KLB tingkat nasional. Permintaan wawancara pun belum disanggupi.

Sementara itu, H. Darmawi Wardhana Bin Zalik Aris dari Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa (LKED) Nasional, mengatakan status KLB belum ditetapkan meski provinsi Riau telah mencatat 7.400 kasus terkonfirmasi maupun kasus suspek PMK.

"Hanya 4% wilayah di Riau yang telah mendeteksi PMK."

"Sejauh ini baru lima daerah yang telah menetapkan status KLB di Riau, yakni Kabupaten Kampar, Inhu, Inhil, Kuansing danPekanbaru dengan tujuan mencairkan dana tanggap darurat. Sedangkan di daerah lainnya, penetapan status belum perlu dilakukan," jelas Darmawi.

"Selama ini kita masih meyakini bahwa [wabah] ini masih bisa ditangani," kata Darmawi lagi.  

Pemprov Riau mengklaim telah merespons cepat temuan kasus PMK dengan mengobati hewan ternak yang menunjukkan gejala, salah satunya menggunakan vaksin. Namun khusus untuk memakai ramuan herbal dari lemon dan madu belum dilakukan.

Potensi penularan yang lebih luas jelang Iduladha pun, kata dia, akan dicegah dengan memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak.

"Kalau ada kendaraan masuk harus bawa surat kesehatan hewan, itu yang harus dilakukan. Kemudian juga dilihat gejala klinisnya," kata Darmawi.

Penerapan status KLB untuk saat ini, menurut Darmawi akan menyebabkan seluruh hewan ternak tidak boleh keluar masuk wilayah tersebut di tengah kebutuhan yang tinggi menjelang Iduladha.

"Riau itu kebutuhan hewan ternaknya masih minus 20.000 sampai 25.000 menjelang Iduladha, kan terbayang kalau kemudian kita melakukan penetapan status [KLB]."

Sementara itu, Kementerian Pertanian melalui siaran pers mengklaim stok daging sapi dalam negeri hingga saat ini sebesar 42.269 ton, mampu memenuhi kebutuhan hingga pasca Iduladha dan dipastikan terbebas dari PMK.

Sejumlah warga di Indonesia memutuskan tidak menjalani anjuran memotong hewan kurban pada perayaan Iduladha akhir pekan ini karena khawatir risiko penyakit virus penyakit mulut dan kuku, PMK.

Hal ini berdampak langsung terhadap pendapatan peternak dan pedagang hewan kurban sehingga memicu seruan agar pemerintah segera mengatasi penyebaran virus PMK.

Sementara pemerintah menjanjikan mendatangkan sekitar 28,8 juta dosis vaksin untuk mengatasi masalah PMK yang telah dua bulan terakhir menyebar cepat hingga 21 provinsi.

Laila, 26 tahun, warga Jakarta, memutuskan tidak membeli hewan ternak tahun ini karena kekhawatiran terhadap kesehatan hewan kurban.

"Banyak ternak yang terjangkit mulut dan kuku itu akhirnya, berpikirnya itu menjadi salah satu risiko untuk ber-kurban, jadinya memilih untuk menghindari risikonya," katanya.

Hal senada diutarakan Maliha Himmati, warga Solo, Jawa Tengah.

"Kita juga tidak bisa menjamin membeli hewan kurban itu ternyata hewan kurban yang kita beli itu sudah terpapar virus atau penyakit," kata Maliha.

Laila dan Maliha adalah sebagian dari Muslim di Indonesia yang menghentikan anjuran agama untuk menyembelih hewan kurban pada Iduladha mendatang. Daging dari hewan kurban ini biasanya akan dibagi-bagikan kepada mereka yang berhak menerima, termasuk orang miskin dan anak-anak yatim.

Jeritan peternak 

Alasan ini setidaknya diyakini sejumlah pedagang hewan kurban di sejumlah wilayah di Indonesia menjadi alasan terjadinya penurunan pembelian.

Maryono, pedagang hewan kurban dari Kota Pekanbaru, Riau juga mengaku terjadi penurunan pembelian dari tahun lalu, di mana ia bisa menjual penjualan hewan kurban hingga 50 ekor. Tapi tahun ini hanya berani mengadakan 20 ekor sapi.

"Peminatnya kurang. Stoknya enggak ada. Ada, cuma sedikit," katanya.

Sementara, Munahar peternak sapi asal Sleman, Yogyakarta, mengatakan tahun lalu, jelang Iduladha ia bisa menjual sampai tujuh ekor sapi. Tapi tahun ini "Cuma empat".

"Ini belum dikirim ke pembeli. Harus ada surat keterangannya ke dokter," katanya.

Sementara, Yatno, pedagang sapi yang juga asal daerah Riau mengaku, sudah menelan kerugian, bahkan sebelum hari-hari menjelang Iduladha.

Akibat penyakit tersebut harga jual sapinya menjadi turun drastis. Dari yang sebelumnya harga Rp 20 juta per ekor, kini dijual rugi dengan harga Rp10 juta - Rp11 juta per ekor.

Ia mengaku punya pinjaman hingga Rp300 juta di bank dengan agunan sertifikat rumah satu-satunya. Kini ia sedang berjuang untuk melunasi utang tersebut, salah satu caranya dengan menjual sapi yang tersisa dengan panggilan video.

"Ini harusnya panen tetapi kita prihatin," kata Yatno.

Tetapi di luar Jawa, tepatnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, salah satu pedagang hewan kurban, Ahmad mengakui minat masyarakat untuk membeli kurban masih rendah, bahkan pembelian kurang dari tahun lalu karena isu virus PMK.

"Tahun lalu H-4 (Iduladha) itu sudah seratusan sapi terjual, tapi sekarang baru 40an," katanya.

Ahmad menambahkan, meskipun sudah dipastikan sapi sehat, dan diawasi dinas Peternakan, masih sulit meyakinkan pembeli. Bahkan dengan jaminan hewan boleh ditukar jika tak sesuai.

"Isu itu yang masih berbekas di masyarakat, untuk mengedukasi mereka bahwa sapi kita sehat masih perlu waktu," katanya. 

Baik para pedagang dan peternak hewan kurban ini menginginkan momentum jelang Iduladha kali sebagai seruan kepada pemerintah untuk "secepatnya bisa mengatasi adanya wabah penyakit PMK ini."

"Karena sapi bagi kalangan petani istilahanya harta besar sehingga jangan sampai mati hewan ternaknya," kata Maryono.

Sapi 'hanya akan ada di kebun binatang'

Menurut catatan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) secara umum terjadi penurunan pembelian hewan kurban tahun ini.

Sekjen PPSKI, Robi Agustiar mengatakan jika dibandingkan tahun lalu, harga hewan kurban naik sekitar 20%, karena keterbatasan pasokan dari daerah.

Sejak wabah PMK merebak setidaknya pemerintah daerah tingkat provinsi mengambil kebijakan untuk membatasi mobilitas hewan ternak.

"Penjualan rata-rata normal. Tapi barang sulit," katanya.

Momentum Iduladha menjadi peringatan, agar pemerintah segera mendistribusikan vaksin kepada hewan-hewan ternak yang masih sehat, kata Robi.

"Mungkin dalam waktu dua atau tiga tahun, saya kira akan habis kebutuhannya, dipotong semua untuk menjadi pangan. Ternak sudah tidak ada lagi, ya mungkin [sapi, kambing] hanya akan ada di kebun binatang," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Tetap Bidang Peternakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Yudi Guntara Noor mengatakan, meskipun wabah sudah berjalan lebih dari dua bulan, akan tetapi "Belum ada titik terang untuk solusinya."

Yudi mengatakan sejauh ini program vaksin untuk hewan ternak yang masih sehat masih belum jelas.

"Ini sudah dua bulan, tapi pemerintah belum menentukan vaksin untuk private sector," katanya.

Selain itu, ia juga mendorong adanya kompensasi dari pemerintah bagi peternak yang terdampak vírus PMK serta pengawasan terhadap lalu lintas barang atau orang yang kemungkinan membawa vírus ke daerah lain.

"Penularan ini tidak hanya ternak - bukan bahan asal ternak, bisa lalu lintas orang, lalu lintas barang. Ini harus diperhatikan sama menularnya," katanya.

Sebelumnya, Kadin sempat mengestimasi jika pemerintah melakukan karantina wilayah total maka kerugian yang akan ditelan oleh peternak bisa mencapati Rp9 triliun.

"Tapi ternyata yang pulau jawa ini masih bisa bergerak antar kabupaten, di satu provinsi," kata Yudi, yang mengatakan kemungkinan kerugian akan di bawah angka tersebut.

Yudi juga menantang data pemerintah terkait dengan tingkat kematian ternak yang terinfeksi virus PMK. 

Berdasarkan situs siagapmk.id per Kamis 7 Juli 2022, kasus virus PMK tercatat sudah tersebar di 235 kabupaten dan kota. Total hewan ternak yang sakit sebanyak 334.213 ekor, dengan kematian 2.126 ekor dan dipotong bersyarat 2.923 ekor.

Dengan demikian, tingkat kematian hewan ternak yang terinfeksi virus PMK sekitar 0,6%.

"Pengalaman teman-teman yang kena, peternakannya, itu totalnya 30% [jumlah yang mati]. Itu pasti korban," kata Yudi.

Yudi juga memperingatkan jika penanganan wabah PMK tak ada kemajuan, maka akan ada ribuan " orang-orang miskin baru karena kehilangan daily income-nya".

Dampak yang lebih luas

Guru besar dari Fakultas Kedokteran Hewan, Profesor Wasito juga memperingatkan dampak penyebaran vírus yang tak terkendali akan merambah ke hewan-hewan liar lainnya, seperti kijang, rusa babi hutan, sampai banteng.

"Nanti merambah ke taman-taman nasional. Nanti merambah ke kebun-kebun binatang. Jadi kita tunggu saja," katanya.

Ia juga mempertanyakan kebijakan pemerintah untuk tetap mengizinkan masyarakat mengkonsumsi daging dari hewan ternak yang terinfeksi PMK. "apakah bapak tega memberikan makan daging, berasal dari sapi yang sakit?"

"Nutriennya itu sudah tidak bagus lagi, karena virus makan protein, vitamin, mineral dan sebagainya," katanya, yang menambahkan jika tetap dilanjutkan sama saja dengan membiarkan masyarakat "makan sampah".

"Kalau gratis, tetap makan sampah. Apalagi beli," tambah Prof Wasito.

Langkah pemerintah

Virus PMK yang pertama kali ditemukan April lalu di Gresik, Jawa Timur kini telah menyebar di 21 provinsi Indonesia.

Sejak itu, Kementerian Pertanian telah mengambil langkah pencegahan penyebaran virus dengan melakukan karantina wilayah bagi daerah zona merah dan vaksinasi.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah mengatakan sejauh ini sudah dilakukan vaksinasi hampir mencapai 800.000 dosis. Ke depan, kata dia, pemerintah akan mendatangkan 28,8 juta dosis melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN.

"Mudah-mudahan ini segera disetujui agar seluruh ternak-ternak yang sehat dapat kita lakukan vaksinasi," katanya dalam jumpa pers Kamis (07/07).

Ia menambahkan, vaksin juga direncanakan diproduksi dalam negeri melalui Pusat Veteriner Farma. "Karena kita punya pengalaman produksi sendiri vaksin sebelum 1990 untuk pengendalian PMK pada saat itu," katanya.

Tak semua rugi dan khawatir

Seorang peternak sekaligus pedagang sapi asal Bima, Nusa Tenggara Barat, Faturrahman, sudah empat tahun terakhir berjualan di Jakarta jelang Iduladha.

Saat itu, wajahnya nampak kebingungan karena dia dihadapkan dengan seorang calon pembeli yang berani membayar sapinya yang berbobot hampir 700kg seharga Rp34 juta.

Tapi di sisi lain, sapi tersebut sudah ada yang memesan sebelumnya dengan harga yang sudah disepakati Rp31 juta.

"Karena stok sapi nggak ada, jadi banyak yang rebutan sapi," kata Faturrahman sambil mengacak-acak rambutnya sendiri, yang kemudian memutuskan untuk tetap memberikan sapinya kepada pembeli pertama.

Faturrahman bersama sekitar delapan peternak asal Bima membawa sebanyak 54 sapi dari daerahnya ke Jakarta. Kini tersisa tiga ekor sapi. 

"Ini sudah ada yang tanda (pesan) sebenarnya, cuma ini malas kirim ke sana saja. Jual di sini saja, karena ramai," katanya.

Dampak virus PMK sejumlah daerah melakukan karantina wilayah. Hal ini yang membuat persediaan sapi atau kambing terbatas di daerah tertentu, termasuk Jakarta.

Antisipasi virus PMK

Faturrahman berkata, penjualan tahun ini lebih baik dari tahun kemarin.

Ia juga mengatakan proses pengiriman, pemeriksaan, serta tambahan vitamin untuk sapi-sapinya telah menjadi biaya tambahan tahun ini. Rata-rata harga sapi meningkat dari tahun kemarin hingga Rp4 juta.

"Kalau tahun kemarin harga sapi Bima Rp12 juta (per ekor) karena pandemi. Sekarang paling murah Rp16 juta," katanya.'

Minat warga yang tetap melakukan kurban juga masih tinggi. Wabah vírus PMK masih bisa disiasati dengan pembelian hewan kurban yang langsung dikelola di tempat.

"Artinya, hewan kurban itu tidak melintasi wilayah, dan dipastikan memang hewan itu sehat, karena ada pemeriksaan dan segala macam," kata Desi, warga Jakarta, yang tetap menjalankan anjuran untuk kurban Iduladha tahun ini.

Sementara itu, Wijayanti, warga Sukoharjo, Jawa Tengah yakin langkah pembatasan mobilitas dan keterangan sehat yang diterapkan pemerintah pemerintah sudah cukup menjamin kesehatan hewan kurban yang dijual.

"Tidak khawatir karena adanya pengawasan yang ketat dari dinas terkait sehingga membuat yakin untuk tetap membeli hewan kurban berupa kambing," kata Wijayanti. (*)

Tags : Islam, Muslim, Indonesia, Vaksin, Kesejahteraan, hewan, Ekonomi, Indonesia, Hewan-hewan Tertular Pentakit Mulut Kuku, Kesehatan,