Headline Sejarah   2020/09/14 11:27:00 AM WIB

Ratu Juliana Minta Indonesia Bayar Hutang Perang

Ratu Juliana Minta Indonesia Bayar Hutang Perang
Ratu Juliana

PENANDATANGANAN Spenyerahan kedaulatan oleh Ratu Juliana tersebut adalah tindak lanjut dari Konferensi Meja Bundar (KMB), dua bulan sebelumnya. Selain soal penyerahan kedaulatan, KMB juga mengamanatkan agar Indonesia membayar utang perang kepada Belanda, pihak yang di mata rakyat Indonesia merupakan penjajah selama berabad-abad.

Saat itu, Negeri Belanda di Eropa Barat sana baru saja dikoyak Perang Dunia II. Kondisinya luluh lantak. Perlu dana besar untuk membangun kembali negeri pasca-Perang Dunia II, seperti negara-negara Eropa lainnya.

Politikus cum sejarawan, Lambert Giebels, menjelaskan soal hal ini dalam tulisannya di De Groene Amsterdamrer, 5 Januari 2000. Belanda mematok harga yang tinggi untuk mahar sebuah kedaulatan, kedaulatan yang sebenarnya tidak penuh untuk Indonesia karena mengecualikan Papua bagian barat.

Belanda menyuruh Indonesia membayar 6,5 miliar Gulden. Biaya sebesar itu akan digunakan Belanda untuk membayar aksi polisionil Belanda terhadap Indonesia. Aksi polisionil adalah istilah mereka untuk menyebut 'Agresi Militer Belanda', aksi yang membuat Indonesia menderita.

Utusan Komite PBB untuk Indonesia (UNCI), Merle Cochran, menilai 6,5 miliar Gulden terlalu tinggi untuk dibayar sebuah negara yang baru merdeka seperti Indonesia. UNCI menawar agar Belanda menurunkannya, Belanda akhirnya menurunkannya menjadi 4,5 miliar Gulden. Itu tetap tinggi.

Waktu berjalan. Tujuh tahun kemudian, yakni 1956, Presiden Sukarno menolak untuk membayar utang ke Belanda. Saat itu, sebenarnya utang Indonesia tinggal tersisa 650 juta Gulden dari total 4,5 miliar Gulden yang ditetapkan Belanda pada 1949. Indonesia sudah membayar sekitar 4 miliar Gulden antara 1950 sampai 1956.

Jadi, Belanda saat itu sudah menerima sekitar 4 miliar Gulden dari Indonesia. Di luar itu, masih ada hampir semiliar Gulden yang didapat Belanda dari perusahaan-perusahaannya di Indonesia. Meski banyak perusahaan Belanda dinasionalisasi oleh Sukarno, namun pendapatan perusahaan-perusahaan tersebut, uang pensiun, dan tabungan yang berasal darinya telah ditransfer dari Indonesia ke Belanda. Semua itu menyumbang perekonomian Belanda era 1950-an.

Di luar itu, Belanda juga menerima dana bantuan Marshall Plan dari Amerika Serikat untuk pembangunan pasca-Perang Dunia II di Eropa. Jumlah yang diterima Belanda dari dana bantuan Marshall Plan adalah 1127 USD. Saat itu, 1 USD setara dengan 3,80 Gulden. "Bantuan (Marshal Plan) itu tak terlalu jauh lebih banyak dari yang Indonesia bayarkan antara 1950 sampai 1956. Soalnya, banyak orang percaya pembangunan Belanda pasca-perang itu satu-satunya berkat Marshal Aid," tulis Lambert Giebels.

Ratu Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau (Den Haag, 30 April 1909-Soestdijk, 20 Maret 2004) ialah Ratu Kerajaan Belanda sejak 6 September 1948 hingga 30 April 1980. Ulang tahunnya yang ke-71 bertepatan dengan kenaikan takhta putrinya, Ratu Beatrix. 

Juliana menikah dengan Bernhard zur Lippe Biesterfeld (Pangeran Bernhard dari Belanda) pada 7 Januari 1937 dan mendapatkan empat anak, yaitu Beatrix (1938), Irene (1939), Margriet (1943), dan Marijke (1947) yang namanya kemudian diganti menjadi Christina.

Ratu Juliana diserahi takhta dari ibunya, Ratu Wilhelmina, antara 1947-1948. Ratu Juliana-lah yang menandatangani dokumen peralihan dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.Ratu Juliana pernah ke Indonesia pada 1972 sambil membawa oleh-oleh antara lain naskah manuskrip Kakawin Nagarakretagama yang termasyhur. Naskah lontar itu berasal dari Lombok pada 1894.Meski telah mengundurkan diri dari dunia politik sejak 1980, Juliana masih aktif di bidang sosial hingga 1995. Pada Sabtu dini hari, 20 Maret 2004, Juliana mengembuskan napas terakhir pada usia 94 tahun. (rp.usm/*)

Tags : Ratu Juliana, Ratu Belanda ,