Nusantara   2023/03/11 13:8 WIB

Ribuan WNI Pupus Harapan Bekerja di Perkebunan, 'karena Sektor Hortikultura Asing Tidak Butuh lagi Tenaga untuk Musim Panen 2023'

Ribuan WNI Pupus Harapan Bekerja di Perkebunan, 'karena Sektor Hortikultura Asing Tidak Butuh lagi Tenaga untuk Musim Panen 2023'

JAKARTA - Tenaga kerja asal Warga Negara Indonesia (WNI) kini putus harapan untuk dapat bekerja di perkebunan Inggris, karena sektor hortikultura negara itu sudah tidak butuh lagi tenaga kerja untuk musim panen tahun 2023 ini.

Sebanyak enam perusahaan yang memegang lisensi mendatangkan pekerja musiman ke Inggris untuk sektor hortikultura telah menyatakan tidak mengambil tenaga kerja dari Indonesia untuk musim panen 2023, padahal setidaknya 1.100 orang menunggu diberangkatkan kembali sebagai bagian dari kontrak dua tahun.

Ketidakjelasan nasib para tenaga kerja Indonesia (TKI), atau sekarang sering disebut pekerja migran Indonesia (PMI) sebenarnya mulai mencuat setelah izin AG Recruitment - perusahaan yang berperan sebagai sponsor pekerja di Inggris dan penyalur mereka ke perkebunan yang memerlukan - dicabut pihak berwenang Inggris.

Dalam pengiriman perdana dari Indonesia pada 2022 lalu, sebanyak 1.422 TKI disponsori oleh AG Recruitment yang bekerja sama dengan perusahaan PT Al Zubara Manpower Indonesia (PT AMI).

Sekitar 250 WNI, tidak pulang ke Indonesia setelah kontrak enam bulan berakhir, sehingga yang menunggu diberangkatkan lagi kira-kira 1.100 orang.

Sebelumnya, telah tersiar kasus WNI kabur salah satunya mantan pemetik buah menjadi imigran gelap dan pencari suaka di Inggris, tetapi jumlahnya ketika itu belum selengkap data termutakhir ini. 

Sesuai perjanjian kerja selama dua tahun yang melibatkan PT Al Zubara dan AG Recruitment, para PMI tersebut seharusnya diberangkatkan kembali ke Inggris untuk musim panen 2023 mulai April ini. 

Lantaran pencabutan izin AG Recruitment, semua PMI yang sudah pulang tidak dapat diberangkatkan lagi ke Inggris oleh PT AMI melalui AG Recruitment. Artinya, PT AMI kehilangan mitra bisnis di Inggris.

Untuk mencari tahu apakah ada kemungkinan mereka disponsori oleh agen lain, BBC News Indonesia menghubungi enam perusahaan yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri Inggris sebagai sponsor atau operator visa pekerja musiman sektor perkebunan tahun 2023.

AGRI-HR, perusahaan yang baru mengantongi lisensi, tidak melirik Indonesia sebagai sumber tenaga kerja musiman.

"Tidak, kami tidak mempunyai rencana merekrut di Indonesia hingga waktu yang belum ditentukan," kata direktur AGRI-HR, Jan-Willem Naerebout menjawab pertanyaan BBC News Indonesia pada Senin (27/02). 

AGRI-HR utamanya merekrut warga negara-negara Asia Tengah seperti Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Uzbekistan dan juga Bulgaria, Belarus, Moldova, Makedonia Utara. Ada kantor cabang AGRI-HR di negara-negara itu.

Jan-Willem Naerebout mengatakan meskipun ada keinginan untuk merekrut dari Indonesia, terdapat dua alasan yang membuat perusahaannya memendam keinginannya.

"Dalam pertemuan dengan Kedutaan Indonesia baru-baru ini, dijelaskan bahwa undang-undang di Indonesia mewajibkan majikan menanggung seluruh biaya pekerja. Ini berarti mencakup biaya tiket dan visa," jelas Naerebout.

Sedangkan pada tahap ini perkebunan-perkebunan di Inggris tidak menanggung biaya yang dikeluarkan pekerja.

"Kedua, AGRI-HR hanya melakukan perekrutan dengan menggunakan tim perekrut dan administrasinya sendiri. AGRI-HR belum mendirikan kantor cabang di Indonesia. AGRI-HR tidak akan pernah bekerja sama dengan agen pihak ketiga di negara lain karena khawatir adanya praktik perekrutan yang buruk atau bahkan eksploitasi calon pekerja," papar direktur Jan-Willem Naerebout.

Agen yang juga baru mendapat izin sebagai operator pekerja musiman 2023, HOPS menampilkan pengumuman di situsnya bahwa pihaknya tidak merekrut dari Indonesia. 

Concordia, perusahaan yang telah lama menyediakan tenaga musiman untuk sektor perkebunan dan pertanian terang-terang menyatakan tidak merekrut pekerja dari Indonesia.

"Kami tidak, dan tidak pernah merekrut dari Indonesia, dan tidak punya rencana," tegas direktur utama Concordia, Simon Bowyer kepada BBC News Indonesia.

Hampir sama dengan AGRI-HR, Concordia mendatangkan pekerja dari kawasan Asia tengah dan Balkan: Kazakhstan, Uzbekistan, Kirgistan, Tajikistan, Armenia, Azerbaijan, Rumania, Moldova, Serbia, Makedonia, Montenegro untuk menyebut sebagian.

Adapun operator pekerja musiman Fruitful Jobs mendatangkan tenaga kerja dari Polandia, Rusia, Ukraina, Bulgaria.

Pro-Force juga tidak merekruit dari Indonesia melainkan dari Ukraina, Tajikistan, Uzbekistan, Kirgistan, Makedonia. 

Perusahaan keenam yang kami hubungi adalah Ethero - juga dikenal dengan nama dagang TELPASC. Telah lama menyalurkan tenaga kerja untuk pertanian, tanaman hias dan pengepakan, konsorsium Ethero menjadi sponsor baru pekerja musiman dari luar Inggris tahun ini.

Pimpinan Ethero mengatakan pihaknya baru diberitahu Kementerian Dalam Negeri Inggris bahwa hasil tender izin sponsor pekerja musiman dikabulkan empat pekan lalu. Oleh karenanya, hingga kini timnya masih memfinalkan strategi perekrutan.

"Ketika kami pertama kali mendirikan konsorsium ini, sedari awal kami tidak berencana beroperasi di Indonesia. Malangnya, keadaan itu tidak terbantu dengan adanya kasus AG. Situasinya rumit. Kami paham ada banyak pekerja keras, orang baik di Indonesia yang ingin mengikuti skema ini," jelas direktur pelaksana Ethero, Gareth Hughes.

Yang dimaksud AG adalah AG Recruitment, perusahaan perekrutan yang kehilangan izin sebagai agen pekerja musiman. Pencabutan terjadi menyusul keluhan adanya beban biaya penempatan besar yang dikenakan kepada pekerja dari Indonesia dan Nepal sampai mereka terlilit utang. Di samping itu ada pula kasus pekerja kabur dan mencari suaka.

Pekerja kedua negara didatangkan oleh AG Recruitment, dan sama dengan PMI, banyak dari pekerja Nepal tidak pulang usai kontrak dan mencari suaka, bahkan jumlahnya lebih besar lagi.

Ditambahkan Gareth Hughes, karena baru mendapat lisensi maka website konsorsiumnya belum rampung sehingga data tentang negara mana saja yang menjadi tujuan perekrutan belum tersedia sampai akhir pekan ini atau pekan depan.

"Tapi yang jelas, kami tidak berniat merekrut dari Indonesia saat ini. Situasi itu mungkin bisa berubah di masa yang akan datang," kata Gareth Hughes pada Senin (06/03). 

Di luar enam agen penyedia tenaga kerja untuk sektor perkebunan, ada dua penyedia tenaga kerja musiman yang mengkhususkan diri pada sektor peternakan unggas.

Mereka adalah RE Recruitment dan Pro-Force yang juga merangkap sebagai pemegang lisensi operator pekerja musiman sektor hortikultura. Dalam situsnya, RE Recruitment mengatakan rekrutmen dilakukan oleh timnya di Rumania.

Masa kerja di sektor peternakan unggas lebih singkat dibanding perkebunan karena hanya diperlukan menjelang hari besar Natal dan tahun baru, mulai Oktober hingga Desember.

Lampu hijau dari pemerintah Indonesia

Keputusan seluruh operator skema pekerja musiman yang tidak mencakup TKI ini membuat PT Al Zubara selaku pihak yang menangani perekrutan di Indonesia, tidak mempunyai mitra bisnis untuk tahap sekarang.

Padahal perusahaan tersebut mengaku telah melakukan pembenahan. Penataan antara lain menyangkut pemangkasan rantai percaloan. Semakin panjang rantai percaloan, maka biaya yang ditanggung calon pekerja semakin membengkak pula.

"Berkaitan dengan kelanjutan pengiriman kembali pekerja migran Indonesia, kami telah mendapatkan surat dari pemerintah tentang penempatan kembali pekerja seasonal worker (SW) di Inggris. Kami lagi mempersiapkan persyaratan salah satunya memiliki lisensi GLAA," kata Direktur PT AMI, Yulia Guyeni pada Sabtu (04/03).

GLAA merupakan badan yang menangani buruh dan pelanggaran hak-hak buruh. GLAA inilah yang mengeluarkan izin dan kemudian mengawasi seluruh perusahaan perekrutan, termasuk operator pekerja musiman. 

Yulia Guyeni mengatakan: "Banyaknya pekerja migran Nepal yang melarikan diri salah satu penyebab agency kami AG Recruitment distop sementara sampai waktu yang belum bisa ditentukan dan banyak pekerja migran yang mengajukan suaka. Untuk itu kami lagi berupaya untuk mengadakan kerja sama dengan agency lain salah satunya Ethero."

Keterangan tersebut diberikan dua hari sebelum kami mendapat kepastian dari Ethero. Dan, sebagaimana dikatakan direktur pelaksana Ethero Gareth Hughes, Indonesia tidak menjadi tujuan perekrutan, setidaknya sekarang.

"Pada saat ini kami tidak pernah melakukan negosiasi dengan siapapun dari Indonesia," Gareth Hughes kembali menegaskan.

Sementara itu, Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI (P2MI) Kementerian Ketenagakerjaan, Rendra Setiawan, mengatakan pengiriman kembali TKI ke Inggris sebenarnya telah mendapat lampu hijau dari pemerintah. Ini terbukti dengan dikeluarkannya surat edaran Kemnaker tertanggal 22 Februari 2023.

"Bisa dilanjutkan sepanjang P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) memenuhi persyaratan sesuai surat edaran Kemnaker," katanya pada Senin (06/03).

Di antara persyaratan yang dicantumkan dalam surat edaran adalah perusahaan penempatan pekerja yang akan mengirim PMI ke Inggris wajib memiliki perjanjian dengan mitra usaha di negara itu yang telah memiliki izin dari Gangmasters Labour Abuse Authority dan juga lisensi sebagai operator skema pekerja musiman.

Sejauh ini belum ada satu pun perusahaan Indonesia yang memegang sendiri lisensi GLAA, walau tadi dikatakan oleh Yulia Guyeni bahwa pihaknya sedang mengurusnya. Proses pengurusan biasanya memakan waktu lebih dari tiga bulan.

Ketiadaan izin itu sendiri menimbulkan kekhawatiran mendalam di antara pihak-pihak terkait di Inggris, mulai dari perusahaan perekrut, perkebunan, supermarket hingga otorita resmi, kata spesialis hak-hak pekerja migran asal Inggris, Andy Hall.

"Jika tidak ada agen yang mengantongi lisensi GLAA di Indonesia, siapa yang akan melakukan pemantauan? Tidak ada akuntabilitas dan tidak ada aturan hukum di Indonesia. Itulah yang ada di benak pikiran setiap orang sekarang. Saya pikir, itu terlalu berisiko tinggi bagi mereka," jelasnya.

Mengingat banyak kasus PMI yang terpaksa meminjam uang dalam jumlah besar, menggadaikan sertifikat tanah atau menjual aset untuk membiayai keberangkatan mereka dalam pengiriman tahun pertama, pihak-pihak terkait di Inggris khawatir para pekerja rentan dimanfaatkan.

"Dalam sistem di Inggris, itu sangat berisiko menyebabkan korupsi dan ada masalah tata kelola pada orang-orang yang semestinya tidak dilibatkan," tambah Andy Hall.

Pekerja kebingungan dan putus harapan

Keputusan keenam perusahaan Inggris yang mempunyai izin mendatangkan pekerja asing dalam skema visa pekerja musiman sektor perkebunan untuk tidak mengambil tenaga kerja dari Indonesia membuat banyak PMI kebingungan. Padahal sebagian dari mereka telah menerima panggilan dari perusahaan perkebunan yang mempekerjakan mereka pada musim panen 2022.

"Bingung, mau bagaimana lagi? Kalau dibilang rugi, ya rugi karena biaya sudah terlalu mahal," kata Candra Septiana, salah seorang PMI yang telah menerima panggilan dari pihak perkebunannya di dekat kota Norwich, sekitar 158 km dari London.

Tanpa agen resmi di Inggris, Candra tetap tidak bisa bekerja kendati sudah ditawari lowongan di perkebunan. 

Di perkebunan itu, Candra bertugas sebagai tenaga kebersihan di fasilitas-fasilitas yang ada dan mengaku menikmati bekerja di sana.

Sebagai bagian dari kontrak dua tahun dengan PT Al Zubara, Candra berharap tetap dapat diberangkatkan walaupun berbeda negara tujuan.

"Meskipun tidak bisa ke sana (Inggris) setidaknya dialihkan ke negara lain, misalnya Australia. Setidaknya jangan sampai putus harapan. Minimal buat sisa kontrak saya yang tidak bisa berangkat ke Inggris. Jadi ada tempat untuk bekerja. Kalau begini, saya lontang-lantung, bingung," ungkapnya.

Candra mengaku telah mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Awalnya, dia mendaftarkan diri untuk bekerja di Polandia dan Slovakia. Dia mengalihkan tujuan setelah ada kesempatan bekerja di Inggris pada 2022.

Di samping 1.100 TKI yang sudah sempat bekerja di Inggris seperti Candra Septiana, ada sekurang-kurang 4.000 orang baru yang mendaftarkan diri ke PT Al Zubara sebelum pendaftaran ditutup tahun ini, menurut direktur PT Al Zubara, Yulia Guyeni.

Di Bali, Robby Cahyadi turut berminat bekerja di sektor perkebunan di Inggris setelah melihat lebih dari 100 orang diberangkatkan melalui sebuah lembaga pelatihan kerja (LPK) di provinsi itu pada 2022.

Robby sudah menghabiskan uang puluhan juta guna mengikuti pelatihan di LPK tersebut. Pada saat yang sama, dia juga telah menerima surat pemberitahuan dari PT Al Zubara cabang Bali bahwa pemberangkatan pekerja ke Inggris belum dapat dilaksanakan hingga waktu yang belum ditentukan.

"Saya dijanjikan pihak LPK kami bahwa akan diberangkatkan bulan Maret," ungkap Robby seraya menambahkan dia merasa putus asa.

Berdasarkan peraturan ketenagakerjaan, LPK sejatinya tidak boleh melakukan perekrutan, melainkan hanya melaksanakan pelatihan.

Peneliti masalah tenaga kerja migran, Andy Hall menyarankan agar pemerintah Indonesia menempuh pendekatan diplomatik, seperti dilakukan oleh negara-negara lain.

"Menteri tenaga kerja harus berkunjung ke Inggris, sebagaimana dilakukan oleh menteri-menteri tenaga kerja lainnya, jika ingin menyelesaikan masalah ini. Setiap minggu, banyak menteri tenaga kerja pergi ke Inggris untuk berusaha agar pekerja mereka direkrut dalam skema pekerja musiman."

Langkah hukum

Karena menunggu dalam ketidakpastian, puluhan PMI telah menyerahkan surat kuasa kepada Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi). Tujuan surat kuasa itu ada dua, sebagaimana dikatakan ketua bidang hukum dan advokasinya, Abdul Rahim Sitorus, yang juga merangkap kordinator Tim pengacara kasus PMI pertanian Inggris.

"Kami menuntut pengembalian biaya penempatan yang berlebih yang ditanggung PMI, sesuai Peraturan BP2MI Nomor 9 Tahun 2020 bahwa pekerja migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya dalam proses penempatan.

"Kami juga menuntut ganti rugi PMI atas gaji, sisa kerja enam bulan sesuai kontrak yang dibuat antara PT AMI, AG Recruitment dan pekerja," jelasnya.

Mayoritas PMI yang meminta bantuan hukum, menurut Abdul Rahim Sitorus, adalah mereka yang sudah tidak dipekerjakan lagi sebelum kontrak enam bulan berakhir.

Direktur PT AMI, Yulia Guyeni, menanggapi rencana gugatan dengan mengatakan langkah hukum itu merupakan hak pekerja "tetapi alangkah bijaknya kita melihat dari semua sisi timbulnya masalah karena bukan yang diakibatkan oleh kesalahan dari PT AMI, melainkan timbulnya masalah adalah dengan tingginya tingkat pekerja migran yang melarikan diri yang tentunya kita belum tahu maksud dan tujuan untuk bekerja di Inggris."

Direktur Bina P2PMI Kemnaker, Rendra Setiawan, sebelumnya mengakui bahwa peluang kerja di Inggris potensial dikembangkan yang bisa dimanfaatkan oleh para pencari kerja Indonesia.

Gaji minimum untuk pekerja musiman di Inggris baru saja dinaikkan menjadi £10.42 atau sekitar Rp190.000 per jam. Besaran itu merupakan upah kotor, sebelum dipotong pajak penghasilan dan sumbangan asuransi nasional (NI).

Menteri Muda Urusan Pangan, Pertanian dan Perikanan, Mark Steven Spencer, mengatakan kenaikan upah berlaku bagi pekerja musiman mulai April. Dalam konferensi Persatuan Petani Nasional (NFU) pada 21 Februari, Spencer juga mengumumkan pekerja musiman mendapat jaminan kerja minimal 32 jam per minggu.

Pemerintah Inggris menyediakan kuota 45.000 visa bagi pekerja musiman dan kuota cadangan hingga 10.000 jika diperlukan untuk musim panen 2023. Kuota visa kemudian dibagi di antara enam operator visa pekerja musiman. Di tahun pertama, pekerja mendapat visa selama enam bulan kemudian pulang ke negara asal, dan kembali lagi bekerja selama enam bulan di tahun kedua.

Di samping jumlah itu, terdapat kuota terpisah sebanyak 2.000 visa kerja di sektor peternakan. Baru kedua sektor itulah yang terbuka bagi pekerja musiman sejauh ini.

Petani telah lama tergantung pada pekerja dari luar negeri, utamanya untuk merawat, memanen buah dan sayur. Kebutuhan pekerja musiman tinggi akibat Brexit atau Inggris keluar dari Uni Eropa.

Sebelum Brexit, banyak pekerja datang dari negara-negara Eropa timur. Demikian juga sebelum pecah perang Ukraina, banyak warga negara itu mengisi lowongan di sektor-sektor padat karya.

Di samping kendala tenaga kerja, sektor perkebunan juga terpukul akibat lonjakan biaya produksi.

Perkebunan-perkebunan apel di Kent, wilayah yang menjadi lumbung pangan di Inggris tenggara, dibiarkan mangkrak. Ini dikarenakan ongkos panen, tarif listrik, transportasi dan pengepakan melonjak 23%, tidak sebanding dengan kenaikan harga yang diterima petani dari supermarket, yakni hanya 0,8%, kata Asosiasi Petani Apel dan Pir. (*)

Tags : tenaga kerja indonesia, ribuan WNI tak bisa bekerja di perkebunan, sektor hortikultura di inggris, tenaga kerja musiman, pertanian, Pekerja migran,