Linkungan   2020/11/25 21:21 WIB

Rumput Laut Bisa Buat Kerusakan Lingkungan

Rumput Laut Bisa Buat Kerusakan Lingkungan

LINGKUNGAN - Rumput laut jenis sargassum berkembang tak terkendali di Samudra Atlantik dan menyebabkan kerusakan di pantai. Namun, penduduk lokal di Meksiko dan Karibia dengan cepat menemukan cara untuk mengubah invasi rumput laut untuk keuntungan mereka.

Pada musim panas 2018, rumput laut coklat muncul di Samudra Atlantik, suatu peristiwa yang sulit dipahami. Rumput itu membentang dari satu ujung pantai ke pantai lainnya, dari pantai Afrika Barat hingga Teluk Meksiko.  Lebarnya hampir sepanjang 8.850 kilometer, membuat rumput laut, yang dikenal sebagai sabuk sargassum Atlantik ini menjadi yang terbesar yang pernah tercatat.

Para peneliti yang menganalisis gambar satelit memperkirakan massa rumput laut ini lebih dari 20 juta ton - lebih berat dari 200 kapal induk yang terisi penuh. Meski peristiwa 2018 adalah rekor, mekarnya sargassum telah menjadi gangguan di Atlantik selama beberapa tahun. Tumbuhan ini merusak keanekaragaman hayati pesisir, perikanan, dan industri pariwisata di Karibia dan Meksiko.

Barbados mengumumkan keadaan darurat nasional pada Juni 2018 setelah garis pantainya dipenuhi sargassum. Ini adalah masalah yang tampaknya semakin parah di Atlantik. Setelah menganalisis data satelit selama 19 tahun, para peneliti di University of South Florida menemukan bahwa sejak 2011 sargassum muncul setiap tahun dan semakin besar ukurannya. "Tahun 2011 adalah titik kritis. Sebelumnya kami tidak melihat banyak sargassum. Setelah itu kami melihat tanaman sargassum besar yang berulang kali mekar di Atlantik tengah," kata Mengqiu Wang dari University of South Florida, salah satu tim yang menemukan mekarnya sargassum di Atlantik pada tahun 2018 dirilis BBC News

Ia mengatakan tanaman itu mekar paling besar bulan Juni dan Juli. Peneliti lain, seperti Elizabeth Johns dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS, setuju bahwa tahun 2011 adalah titik kritis sargassum di Atlantik. Peristiwa itu menunjukkan bahwa sargassum kemungkinan besar akan mekar lebih besar lagi di masa depan. Penelitian yang dilakukan dengan kapal Karibia pada musim gugur 2014 mencatat konsentrasi sargassum 10 kali lipat dari peristiwa 2011 dan 300 kali lebih besar daripada yang terjadi pada musim gugur dalam 20 tahun sebelumnya, menurut penelitian oleh ilmuwan kelautan Amy Siuda dan rekannya di Sea Education Association, Woods Hole di Massachusetts.

Meskipun penyebab pasti ledakan rumput laut tersebut belum diketahui, tim Wang percaya bahwa sejumlah faktor lingkungan berkontribusi terhadap ledakan sargassum. Diantaranya adalah arus laut yang tidak normal dan pola angin yang terkait dengan perubahan iklim. Rusaknya hutan hujan Amazon juga diduga memicu tumbuhnya sargassum. Saat sebagian besar hutan hujan ditebang, hutan itu berubah menjadi lahan pertanian yang sangat subur.

Pupuk dari lahan itu berakhir di sungai Amazon dan akhirnya di Atlantik, membuat lautan dipenuhi dengan nutrisi seperti nitrogen. Catatan menunjukkan selama rumput laut mekar tahun 2018, ada tingkat nutrisi yang lebih tinggi di wilayah Atlantik tengah tempat sargassum tumbuh dibandingkan dengan tahun 2010, kata Wang. Ketika bermekaran di perairan terbuka, sargassum - terkadang dikenal sebagai "hutan hujan emas terapung" - berfungsi sebagai tempat berkembang biak penting bagi penyu dan tempat perlindungan bagi ratusan spesies ikan.

Masalahnya muncul ketika sargassum terhempas ke pantai dan mulai membusuk. Tumbuhan itu kemudian mengeluarkan hidrogen sulfida - gas yang berbau seperti telur busuk. "Ini adalah vegetasi yang bagus di lautan, tapi di pantai tanaman itu berubah menjadi sesuatu yang buruk," kata Wang.

Bau yang menyengat dan pemandangan yang tak enak dipandang membuat wisatawan menjauh dari resor pantai di Karibia dan semenanjung Yucatan di Meksiko - pukulan bagi perekonomian kawasan yang sangat bergantung pada pariwisata. Pada tahun 2018, Laura Beristain Navarrete, walikota kota pesisir Playa del Carmen di Meksiko, mengatakan kepada surat kabar lokal bahwa jumlah turis di wilayah tersebut telah turun hingga 35% karena sargassum.

Membersihkan rumput laut dari pantai merupakan proses yang mahal dan memakan waktu. Pada 2019, presiden Meksiko, Andrés Manuel López Obrador, memperkirakan bahwa membersihkan semua sargassum tahun itu akan menelan biaya sebesar $2,7 juta dan meminta angkatan laut negara itu untuk membantu pembersihan besar-besaran. Selain merugikan pariwisata, sargassum juga berdampak pada kesehatan masyarakat, kata Wang.

Ketika membusuk, tanaman itu menarik serangga yang dapat menyebabkan iritasi kulit, sementara paparan hidrogen sulfida dari sargassum yang membusuk telah dikaitkan dengan gejala neurologis, pencernaan, dan pernapasan. Rumput laut yang terdampar juga menjadi ancaman serius bagi satwa laut.  Tumpukan besar rumput laut mencegah penyu bersarang dan bisa menjerat lumba-lumba dan ikan di terumbu karang. "Sargassum dapat mencekik terumbu karang dengan menutupinya dan menghancurkan tempat berkembang biak penyu," kata Mike Allen, ilmuwan kelautan dari University of Exeter yang telah mengembangkan cara murah untuk mengubah sargassum menjadi biofuel dan pupuk berkelanjutan.

Allen dan tim peneliti dari universitas Exeter dan Bath merancang proses yang disebut pencairan hidrotermal (HTL). Ia menggunakan tekanan dan suhu tinggi untuk membagi biomassa basah menjadi empat komponen: minyak bio yang dapat dijadikan biodiesel, senyawa organik yang digunakan untuk menghasilkan pupuk, karbon dioksida (yang menurut para peneliti akan dikumpulkan dan tidak dilepaskan ke atmosfer) dan arang, bahan padat yang mengandung semua logam yang ditemukan di rumput laut. "Saya menyamakannya dengan 'geologi dalam kaleng'," kata Allen.

"Karena tekanan dan suhu sangat tinggi, kami bisa memasukkan apa saja ke sana. Kami dapat mengubah plastik di samping biomassa [sargassum] dalam proses yang sama," katanya menambahkan jaring ikan berbahan nilon yang kusut di terumbu karang juga diubah menjadi pupuk.

Ditemukan kekurangan

Proses ini membutuhkan banyak energi dan menggunakan bahan bakar fosil, kata Allen, meskipun panas dari proses tersebut dapat digunakan kembali untuk meningkatkan efisiensi. Proyek ini masih dalam tahap penelitian dan para peneliti telah memproses 100kg sargassum hingga saat ini, tetapi Allen berharap dapat meningkatkannya dan bermitra dengan perusahaan dan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuannya untuk mencari solusi atas masalah sargassum dengan cara yang dapat memberi keuntungan bagi masyarakat sekitar secara ekonomi. "Apa yang kami coba lakukan adalah membuat pembersihan area yang terkontaminasi ini menguntungkan, sehingga ada insentif untuk mereka melakukannya. Kami berharap pembersihan ini juga meningkatkan kualitas hidup dan melindungi lingkungan," kata Allen.

Di beberapa bagian Meksiko dan Karibia, penduduk setempat menangani masalah ini sendiri dan menemukan cara inovatif untuk mengubah bencana lingkungan di garis pantai mereka menjadi peluang ekonomi yang berkelanjutan. Ada yang mengubah sargassum menjadi bahan kertas hingga bahan bangunan. Di Playa del Carmen, misalnya - salah satu tujuan wisata paling populer di Meksiko - sebuah kelompok komunitas menangani invasi sargassum dengan mengubahnya menjadi sabun.

The Biomaya Initiative, sebuah organisasi yang didirikan untuk menangani kelebihan sargassum, mempekerjakan penduduk setempat untuk mengumpulkan rumput laut yang berbau busuk dari pantai, dan kemudian membersihkannya untuk menghilangkan logam dan plastik. Kemudian perempuan-perempuan yang tinggal di desa terdekat, yang berasal dari periode Maya, mencampur sargassum yang diproses dengan gliserin dan madu untuk membuat sabun yang mereka jual seharga $2 per batang ke hotel, rumah sakit dan toko di daerah tersebut. "Sebagai komunitas, kami memutuskan untuk melakukan ini untuk melindungi planet dan menjaga pantai kami," kata Gonzalo Balderas, pendiri Biomaya Initiative. 

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah wisatawan anjlok karena sargassum di Playa del Carmen, kata Balderas. "Pantai ini seharusnya menjadi pantai impian". Saat berada di St Catherine, komunitas pesisir di tenggara Jamaika, Daveian Morrison menggunakan sargassum untuk menghasilkan pakan ternak. Morrison mendirikan Awganic Inputs pada 2018 setelah menerima laporan tentang sargassum yang menumpuk setinggi 4,6m di pantai. "Peristiwa ini mempengaruhi pariwisata lokal dan kegiatan rekreasi dan mencekik tukik ikan dan penyu," kata Morrison. "Saya pikir sudah waktunya untuk bertindak."

Morrison ingin menyelesaikan dua masalah utama di Jamaika: sargassum dan kurangnya makanan kambing yang terjangkau. Kambing sendiri merupakan makanan yang digemari di wilayah itu. Negara tersebut saat ini mengimpor $15 juta daging kambing setiap tahun. "Kambing kami terlihat sangat kurus karena tidak mengonsumsi cukup mineral. Sargassum memiliki banyak nutrisi, mineral dan garam, "ujarnya.

Awganic Inputs membeli sargassum dari pengumpul lokal dan mengeringkan, membersihkan, dan mencabik-cabik rumput laut selagi masih segar, sebelum mencampurkannya dengan produk tanaman lain untuk menghasilkan pakan kambing. Sementara, sargassum yang busuk, diubah menjadi arang dan dijual untuk digunakan dalam kosmetik. Awganic Inputs baru-baru ini melakukan proyek percontohan, mengubah 544kg sargassum menjadi pakan kambing dan menjualnya ke peternak seharga $0,26 per kilogram.

Sementara pandemi virus corona telah menghentikan produksi saat ini, Morrison berharap dapat meningkatkan dan mulai menjual pakan sargassum murah di seluruh Jamaika tahun depan. "Banyak orang melihat sargassum sebagai gangguan," katanya. "Mereka senang ada sesuatu yang bisa dilakukan terkait tanaman itu". Upaya untuk mengatasi kelebihan sargassum tidak diragukan lagi memang terbilang kecil dibandingkan dengan gundukan besar yang membusuk di pantai Atlantik. Pembuatan pakan kambing, sabun, dan bahan bakar nabati tidak akan banyak berpengaruh terhadap timbunan sargassum dalam waktu dekat. Namun, ini menunjukkan ketahanan di pesisir dan ekonomi warga lokal yang beradaptasi untuk mengubah kekacauan menjadi sesuatu yang berguna. (*)


 

Tags : Rumput Laut, Samudra Atlantik, Kerusakan Lingkungan dan Pantai,