"Pengendalian kasus aktif Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat, jumlah terinveksi virus corona bisa memengaruhi kepercayaan pelaku usaha"
emakin cepat pemerintah dapat menurunkan jumlah pasien terinfeksi virus corona, maka akan berimbas pada kepercayaan pelaku ekonomi. Otomatis pertumbuhan ekonomi terdorong khususnya di Riau.
Namun sebaliknya, bila kepercayaan terhadap pelaku usaha hilang, maka akan lahir resesi berkepanjangan, kata DR Viator Butar-butar, salah satu Pengamat Ekonomi Riau yang menyapa riaupagi.com dan ngopi bersama di Radja Kuffi Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru belum lama ini.
Dia juga menyinggung berkembang wacana bahwa pemerintah akan melakukan perubahan atas PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Perubahan ini, lantas Iapun mengkritiknya karena tidak tepat momentum di mana semua pihak sedang berjuang memperbaiki ekonomi di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat kecil.
Viator berpandangan agar Pemerintah Provinsi [Pemprov] Riau fokus terlebih dahulu dalam upaya penyelamatan rakyat yang terpapar Covid-19 maupun masyarakat yang kekurangan pangan. Adanya kebijakan PPKM, menurutnya, memberikan dampak pada penurunan pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor industri kecil.
"Pemerintah sebaiknya fokus pada penurunan angka penularan Covid 19, ya sekaligus melindungi kehidupan ekonomi masyarakat kecil yang terganggu karena adanya PPKM yang kini sudah masuk pada Level 4 dan 3,” ujar dosen di Universitas Riau [UR] ini.
Menurutnya, tekanan ekonomi yang muncul akibat pandemi belum mereda, dan dirasakan oleh pelaku usaha industri kecil dan menengah, "bahkan mengalami pertumbuhan negatif pada 2020," sebutnya.
Tapi ditahun 2021 ini mencatat ekonomi Riau tumbuh 0,41 persen pada kuartal I 2021, lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yang masih terkontraksi 0,74 persen. Riau berhasil keluar dari jerat resesi setelah kuartal sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,41 persen. Pada kuartal pertama tahun ini, ekonomi Riau berkontribusi sebesar 4,9 persen terhadap perekonomian nasional.
"Jika dihitung tanpa migas, ekonomi Riau kuartal I 2021 tumbuh 1,86 persen secara year-on-year, " sebutnya.
Sementara pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun lalu pada kuartal II/2020 turun 3,22 persen dibanding triwulan II/2019 (y-on-y). Meski ekspor naik sebesar 5,57 persen sebab permintaan luar negeri terhadap CPO dan turunannya, serta bubur kayu, tak mampu mengangkat ekonomi Bumi Lancang Kuning.
Penyumbang kontraksi ekonomi terbesar menurut lapangan usaha adalah perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 2,23 persen kemudian pertambangan dan penggalian sebesar 1,21 persen dari total kontraksi 3,22 persen.
Jasa Lainnya terkontraksi 43,06 persen. Ditutupnya 117 destinasi wisata akibat pandemi Covid-19, termasuk pembatalan kegiatan "Bakar Tongkang“, serta berkurangnya secara drastis kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum terkontraksi 42,19 persen, serta berkurangnya kunjungan wisatawan berdampak pada menurunnya tingkat penghunian kamar hotel serta omset usaha restoran.
Pertambangan dan Penggalian terkontraksi 6,92 persen. Terjadinya penurunan produksi minyak mentah karena penurunan alami (natural declining) dari sumur-sumur tua serta minimnya investasi pengeboran. Selain itu, terjadi penurunan penyerapan gas bumi akibat pengurangan kegiatan di kawasan industri. Hal ini sejalan dengan berkurangnya kegiatan operasional selama masa pandemi Covid-19.
Menyinggung soal dampak Pandemi COVID-19 yang sampai kini belum berakhir pada kemiskinan, Viator mengakui sejauh ini, pemerintah belum mampu mengendalikan pandemi COVID-19. Sejak diumumkan kasus COVID-19 pertama pada Maret 2020, jumlah kasus harian yang dilaporkan terus meningkat sepanjang 2020 hingga 2021. Dari kondisi terkini, secara kasat mata dapat terlihat bahwa kondisi kehidupan masyarakat di Riau belum pulih sepenuhnya seperti masa-masa sebelum pandemi.
Menurutnya, ada dua hal menjadi alasan utama di balik krisis ini. Pertama, semakin banyak populasi yang terinfeksi COVID-19 (termasuk populasi produktif). Situasi ini mengurangi kemampuan rumah tangga mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama bagi rumah tangga yang terdampak langsung oleh pandemi COVID-19 ini. Kedua, pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah membuat perekonomian tidak beroperasi 100% dari kapasitas optimalnya karena sebagian usaha harus ditutup dan sebagian pekerja terpaksa dirumahkan.
Lantas perekonomian tumbuh sebesar -0,74% pada triwulan pertama 2021. Kondisi perekonomian pada triwulan pertama 2021 tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum pandemi meski menunjukkan perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2020.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih berada di bawah laju kondisi normal sebelum terjadi pandemi. Pada saat yang sama, laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita (ukuran kesejahteraan rata-rata nasional) juga turun sebesar 3,15% pada 2020. Artinya, terjadi penurunan tingkat kesejahteraan rumah tangga Indonesia selama 2020 dibandingkan 2019. (data Merilis Badan Pusat Statisitik (BPS)
Namun Viator melihat tingkat kemiskinan secara nasional nyaris tidak berubah. Pada 15 Juli 2021, bahwa pada Maret 2021 sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Tingkat kemiskinan Maret 2021 ini sedikit turun dari September 2020 namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi pada September 2019.
Begitupun tingkat kesejahteraan rumah tangga (berdasarkan pengeluaran per kapita) menurutnya, juga terjadi penurunan yang menunjukan 75% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan selama pandemi. Sebanyak 66% rumah tangga yang memiliki usaha kecil juga mengalami penurunan jumlah pembeli dan omzet usaha. Selain itu, pada Agustus 2020 terjadi peningkatan angka pengangguran sebesar 2,7 juta orang. Pada saat yang sama, rata-rata upah nominal pekerja atau buruh mengalami penurunan sebesar -5,2% dari upah nominal sebelum pandemi, jelasnya. (rp.sdp/*)
Tags : Setahun Pandemi Covid-19, Riau, Sorotan, Pengamat Viator Butar-butar, Jumlah Terinveksi Bisa Memengaruhi Pelaku Usaha,