Teknologi   2024/02/19 21:33 WIB

Startup 'Berdarah-darah' yang Kini di Ambang Kehancuran, 'Pendapatan Rp 78 T Bakal Ludes'

Startup 'Berdarah-darah' yang Kini di Ambang Kehancuran, 'Pendapatan Rp 78 T Bakal Ludes'

TEKNOLOGI - Satu dekade lalu, startup pendidikan (ed-tech) '2U' melantai di bursa AS. Investor optimis dengan masa depan perusahaan, sebab potensi pertumbuhan pendidikan berbasis teknologi kala itu tengah booming.
Saat IPO pada 2014, harga sahamnya dijual US$ 13 per lembar. Empat tahun kemudian, 2U memecahkan rekor harga saham tertinggi senilai US$ 98,58.

Di masa kejayaannya, 2U memiliki nilai kapitalisasi pasar lebih dari US$ 5 miliar atau setara Rp 78 triliun. Pendapatannya kala itu melonjak 44%.

Namun, masa kejayaan itu kini tinggal kenangan. Harga saham 2U kini diperdagangkan di bawah US$ 1, dikutip dari CNBC International, Jumat (16/2/2024).

Salah satunya karena banyak universitas yang telah mengakhiri kontrak kerja sama dengan 2U. Pekan ini, 2U memberi kabar buruk kepada para investor.

Manajemen memprediksi masa sulit untuk setahun ke depan. Bahkan, perusahaan mengaku ragu bisa mempertahankan kelangsungan bisnisnya tanpa tambahan modal atau pengurangan utang.

Setelah pengumuman tersebut, saham 2U anjok 59%. Pada Rabu (15/2) kemarin, 2U menutup perdangangan dengan nilai saham 34 sen per lembar. Nilai kapitalisasi pasarnya merosot ke US$ 27,5 juta.

Para analis di Needham menurunkan rekomendasi untuk membeli saham 2U setelah laporan tersebut. Mereka mengaku skeptis dengan masa depan 2U.

"Kami tak ingin berspekulasi dengan potensi ke depan," kata juru bicara 2U.

"2U berharap untuk terus melanjutkan kerja sama yang konstruktif dengan para pemberi pinjaman dan otoritas keuangan lainnya. Kami juga akan mengevaluasi berbagai opsi untuk memperkuat neraca keuangan dan beradaptasi dengan lanskap binsis saat ini," ia melanjutkan.

2U didirikan pada 2008 dan awalnya dinamai 2Tor. Model bisnisnya menyasar entitas universitas, dengan menawarkan kelas online agar lebih banyak mahasiswa yang bisa mendaftar.

Pada 2017, 2U meraup setengah pendapatannya dari University of Southern California, Simmons College di Boston, dan University of North Carolina.

Perlahan, 2U mulai melakukan diversifikasi bisnis dan pada 2021 mitra universitasnya hanya berkontribusi kurang dari 10% dari total pendapatan.

Masalah terbesarnya, model bisnis 2U selama ini tak pernah terbukti menghasilkan profit. 2U terus-terusan merugi sebagai perusahaan publik. Selama tiga tahun terakhir, total keruginannya sudah lebih dari US$ 830 juta atau sekitar Rp 12,9 triliun.

Sebagian besar pendapatan 2U dialokasikan untuk inisiatif sales dan marketing. Perusahaan juga harus menambah sumber daya teknologi dan produksi untuk menyokong pertumbuhan pengguna. Hal itu disampaikan pada laporan tahunan 2021.

Lalu, 2U juga dinilai tak berhati-hati dalam mejaga modal yang dimiliki. Pada 2019, 2U membayar lebih dari US$ 600 juta untuk mencaplok Trilogy Education. Tujuannya agar 2U mendapat lebih banyak mitra universitas.

Lalu, pada 2021, 2U kembali mengumumkan pembelian platform edukasi online edX senilai US$ 800 juta. Akuisisi tersebut memberikan 2U lebih dari 230 mitra edukasi, termasuk 19 universitas di seluruh dunia.

Namun, rencana besar 2U tak memberikan hasil seperti yang diharapkan. 2U mengambil pinjaman untuk akuisisi edX dan membuat neraca keuangannya terganggu. Sebab, bunga pinjaman lebih besar ketimbang pendapatan dari edX, menurut analis di Cantor Fitzgerald.

Pada awal 2022, pertumbuhan penjualan merosot ke angka 1 digit. Lalu pada pertengahan tahun mulai minus. Pendapatan perusahaan anjlok selama 5 kuartal berturut-turut dan berdampak pada PHK dalam beberapa gelombang.

Q3 2023 menjadi puncak kehancuran 2U. Perusahaan mengatakan kepada investor pada November lalu bahwa USC yang merupakan klien terbesarnya memutuskan mengakhiri kontrak dengan membayar US$ 40 juta ke 2U.

Sahamnya langsung anjlok 57% dalam satu hari. Ditambah lagi, CEO Chip Paucek mengundurkan diri beberapa hari setelahnya. Ia digantikan CFO kala itu, Paul Lalljie.

Sebagai informasi, nilai saham di bawah US$ 1 selama 30 hari berturut-turut terancam akan terhapus dari Nasdaq. Namun, Lalljie mengaku masih optimis. (*)

"Kami butuh tenggelam untuk bertumbuh," ujarnya.

Tags : startup bangkrut, startup tutup, startup pendidikan, startup kasus phk, startup, startup berdarah-darah,