Sorotan   2020/12/27 20:27 WIB

Tahun 2020 adalah Menjaga Jarak, Tapi 'Tak Diperbolehkan Saling Menyentuh'

Tahun 2020 adalah Menjaga Jarak, Tapi 'Tak Diperbolehkan Saling Menyentuh'

"Bagi banyak orang di seluruh dunia, tahun 2020 telah menjadi tahun "jarak sosial" dan karantina wilayah (lockdown) bahkan ada yang siolasi mandiri. Namun saat ini semua orang menjalani hari-hari tanpa sentuhan dan interaksi seperti yang sebelumya"

dakah tidak rindu memeluk orang yang dicintai? Atau berjabat tangan dengan rekan kerja? Pernahkah terpikirkan apa dampak dari hal ini semua?. Sentuhan adalah indra pertama yang kita pelajari sebagai bayi, maka disebut 'sentuhan itu penting'. Begitulah cara kita berkomunikasi di usia dini dan sentuhan itu penting untuk perkembangan awal. "Sentuhan antarmanusia sangat penting, ini adalah perekat sosial," kata David Linden, penulis Unique: The New Science of Human Individuality dirilis BBC News.

"Sentuhan sangat kurang diteliti. Mungkin ada 100 makalah tentang penglihatan, namun terkait sentuhan ... kita cenderung meremehkannya," jelasnya.

Apa yang sebenarnya terjadi ketika kita menyentuh orang lain? Dalam studi yang ada, penelitian menunjukkan sentuhan bisa membuat seseorang merasa lebih baik dan dapat bertindak sebagai obat penghilang rasa sakit. Ketika menyentuh bayi, detak jantung mereka "dapat menjadi stabil" dan "berat badan mereka bisa meningkat", menurut guru besar ilmu saraf anak, Rebeccah Slater. "Beberapa penelitian untuk bayi yang lahir dengan berat badan rendah menunjukkan bahwa waktu mereka dirawat di rumah sakit dapat dikurangi jika mereka menerima banyak stimulasi sentuhan," katanya.

Sentuhan juga penting dalam menjalin hubungan

Psikolog evolusi Robin Dunbar berpendapat bahwa manusia sangat mirip dengan binatang dalam hal pentingnya sentuhan. Primata menghabiskan 10 hingga 20% dari kehidupan mereka untuk merawat dan menyentuh satu sama lain, yang menurutnya, adalah bagian utama dari persahabatan mereka. "Sentuhan tangan yang di bulu-bulu hewan mengirimkan sinyal ini ke otak yang mengatakan, 'Anda berada dalam kontak fisik yang dekat dengan sahabat Anda.' Hal itu memicu sistem endorfin di otak.Kita merasa sangat santai dan, yang paling penting, mempercayai orang yang melakukan aktivitas itu bersama Anda. Ini menciptakan rasa persahabatan."

Jadi, apa dampak tidak menyentuh?

Jika sentuhan dapat meredakan rasa sakit, menenangkan kita, membuat kita merasa lebih dekat satu sama lain, dan merupakan bagian penting dalam menjalin persahabatan, apa dampak jaga jarak terhadap kehidupan kita? "Tak berarti kehidupan kita langsung hancur," kata Linden.

"Tapi perasaan saling memiliki, empati dan kepercayaan perlahan akan berkurang," katanya.

"Jika Anda tidak menyentuh hewan piaraan, hewan-hewan itu benar-benar menjadi sakit, juga dalam pikiran mereka. Mereka jadi tak bersemangat dan menjadi mudah sakit dalam jangka panjang," kata Katerina Fotopoulou, seorang profesor psikodinamik ilmu saraf.

Pada awal pandemi, sebelum banyak negara menerapkan aturan jaga jarak sosial, lebih dari separuh dari kita mengatakan bahwa kita tidak mendapatkan cukup kontak dalam hidup kita, jadi bayangkan seperti apa proporsinya sekarang. Temuan tersebut adalah hasil dari studi terhadap 40.000 orang di lebih dari 110 negara dari 21 Januari hingga 30 Maret 2020, yang dilakukan oleh Goldsmiths University, Inggris, yang berkolaborasi dengan BBC Radio 4 dan Wellcome Collection.

Apa yang bisa kita lakukan?

Bagi kita yang tinggal sendiri atau mengisolasi diri mungkin tidak ada pilihan lain untuk saat ini dan efeknya bahkan mungkin terbawa ke masa depan. Profesor Slater lebih jauh mengatakan: "Saya rasa Anda tidak akan melihat orang-orang berinteraksi dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan sebelum pandemi". Tapi psikolog evolusi Robin Dunbar tidak begitu yakin, dia percaya sentuhan akan selalu menjadi bagian dari hubungan dan persahabatan, "kecuali ada cara lain yang lebih efektif dan efisien", katanya.

Dia berpendapat bahwa hal itu tidak mungkin terjadi kecuali kita "melepaskan semua gagasan untuk memiliki hubungan asmara". Jika kita berasumsi bahwa kita tidak akan melakukannya, maka jenis sentuhan apa yang paling dinikmati manusia, menurut psikolog evolusioner?. Ia mengatakan bagian luar lengan manusia memang diciptakan untuk dibelai dan paling efektif pada kecepatan tertentu, "gerakan ringan dan lambat, tepatnya 2,5 cm per detik". Ini adalah belaian yang seharusnya kita "sukai".

Jadi mungkin ketika Anda bisa dan Anda merasa nyaman (jujur ​​saja, menyentuh bukanlah hal favorit semua orang) untuk menyentuh orang yang dicintai, itu mungkin merupakan ide yang baik untuk kesehatan mental dan fisik Anda. Ketika Anda melakukan kontak fisik dengan seseorang yang sudah lama tidak Anda temui, Dunbar mengatakan itu dapat mengungkapkan banyak hal. "Jika Anda benar-benar ingin tahu bagaimana perasaan seseorang terhadap Anda… jangan dengarkan apa yang mereka katakan, rasakan saja bagaimana mereka menyentuh."

Covid-19 merasa tak berdaya, apa yang bisa dilakukan?

Covid-19 telah mengubah sejumlah besar aspek hidup kita tanpa kompromi. Kita benci merasa tidak berdaya seperti ini, jadi bagaimana kita bisa kembali memegang kendali atas hidup kita? Jika satu abad ilmu psikologi telah mengajarkan kita tentang kebutuhan dasar pikiran manusia, itu adalah tentang kebutuhan untuk merasa bisa memegang kendali. Apa pun latar belakang mereka, orang yang merasa bahwa mereka memiliki kekuatan untuk menentukan nasib mereka sendiri - dari keputusan kecil hingga peristiwa penting dalam hidup - cenderung lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih produktif. 

Bahkan keadaan yang paling menantang pun dapat diatasi jika kita merasa bahwa kita memiliki kontrol terhadap hasil akhir.  Sementara itu tantangan-tantangan kecil mungkin terlihat berlebihan jika kita merasa bahwa kita benar-benar tidak berdaya untuk mengubah situasi. "Rasa tidak berdaya pada dasarnya mengancam dan hal itu mendorong keinginan yang kuat untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan itu," kata Eric Anicich, asisten profesor manajemen dan organisasi di Sekolah Bisnis Marshall University of Southern California.

Di samping ketakutan akan virus itu sendiri, pandemi telah membatasi hidup kita secara pribadi, profesional, dan membawa ketidakpastian ekonomi. Tidak ada keraguan bahwa hilangnya kendali pribadi ini akan memengaruhi kesehatan mental kita, tetapi penelitian terbaru Anicich menunjukkan bahwa banyak orang telah mengatasi tantangan itu dengan lebih baik dibandingkan yang ia perkirakan. Bagi kita yang masih berjuang, Anicich memiliki beberapa saran tentang cara terbaik untuk memulihkan rasa otonomi atas diri sendiri baik saat ini atau di masa depan.

Kehilangan kebebasan

Keinginan mendasar untuk menentukan nasib sendiri mungkin telah muncul jauh di dalam sejarah evolusi kita. Meskipun kita mungkin tidak sering memikirkan makhluk lain yang menjalankan kehendak bebas mereka, banyak spesies menderita ketika otonominya direnggut. Selama hampir satu abad, para ilmuwan telah mencatat bahwa membatasi pergerakan hewan akan menghasilkan respons stres yang nyata. Meskipun tidak ada ancaman cedera fisik, ketidakmampuan untuk bergerak dan bertindak dengan bebas menyebabkan pelepasan hormon seperti adrenalin dan kortisol, detak jantung yang lebih cepat dan pembentukan tukak lambung. 

Bahkan kebebasan kecil pun dapat berdampak besar: panda raksasa yang diberi 'kamar tidur' di kandangnya, yang memungkinkan mereka memilih di antara dua ruangan berbeda, keadaanya lebih baik daripada panda yang hanya memiliki satu ruang untuk menjelajah. Meskipun ada masalah etika yang jelas terkait penempatan manusia dalam situasi yang sangat membuat stres, sejumlah penelitian yang dirancang dengan cerdik menunjukkan bahwa persepsi kendali atas keadaan kita sangat memengaruhi cara kita menghadapi tantangan. 

Pada tahun 2008, misalnya, peneliti Belgia dan Inggris meminta partisipan untuk bermain kartu. Di tengah permainan, mereka diberikan sengatan listrik kecil. Di awal permainan, para peserta dapat mempelajari kapan mereka diberikan sengatan listrik itu, hal yang membuat mereka memiliki kendali atas rasa sakit. Namun, pada titik tertentu, pola itu lenyap dan sengatan listrik datang secara teratur tanpa ada kaitan apa pun dengan perilaku peserta. Meskipun listrik diberikan dengan intensitas yang persis sama, hilangnya kendali peserta atas rasa sakit membuat pengalaman tersebut menjadi jauh lebih tidak menyenangkan.

Hal itu mengakibatkan ketakutan yang lebih besar, yang menyebabkan mereka sulit berkonsentrasi. Pola yang sama telah diamati di banyak skenario lain, termasuk studi jangka panjang yang menganalisis kesehatan mental dan fisik orang selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Yang terutama, persepsi kita tentang kendali itu subyektif dan para ilmuwan telah menemukan bahwa hal ini dapat memengaruhi kesehatan mental kita secara independen dari banyak faktor lain yang menentukan kendali yang kita miliki atas hidup kita.

Orang-orang yang mengatakan merasa tak berdaya di hidup mereka cenderung menunjukkan risiko penyakit dan kematian yang lebih besar, bahkan ketika Anda melakukan kontrol faktor-faktor lain, seperti status sosial ekonomi mereka. Seperti yang ditunjukkan dari penelitian hewan, efek kesehatan jangka panjang ini sebagian mungkin muncul dari peningkatan respons fisiologis terhadap stres, tetapi juga dapat muncul dari perbedaan perilaku. Ketika orang merasa tidak berdaya, mereka cenderung tidak menjaga kesehatan mereka sendiri melalui olahraga dan makan makanan sehat.

Jika meragukan kemampuan untuk mengendalikan suatu situasi, maka upaya apa pun akan tampak sia-sia, dan persepsi tersebut dapat menjadi terpenuhi dengan sendirinya. Perbedaan dalam pola pikir ini dapat menjelaskan cara orang menanggapi peristiwa, seperti kehilangan pekerjaan dengan berbeda. Setiap kehilangan pekerjaan sulit untuk ditangani, tetapi orang-orang yang percaya mereka tidak berdaya merasa lebih sulit untuk mencari pekerjaan baru di kemudian hari. 

Ketahanan individu

Studi sebelumnya cenderung melihat krisis individu, bukan peristiwa global. Namun berkat sebuah kebetulan, Anicich dapat menangkap gambaran tentang perasaan sejumlah orang selama hari-hari awal pandemi. Timnya menyiapkan survei psikologis online untuk mengukur pengalaman kerja orang Amerika secara umum ketika krisis mulai terlihat pada bulan Maret. Survei itu memungkinkan mereka merekam reaksi langsung orang-orang terhadap pergolakan Covid-19. "Kami beruntung karena memiliki kesempatan untuk mengumpulkan data pada saat banyak hal benar-benar berubah dengan cepat," katanya.

Para peserta ditanyai tiga kali sehari selama 10 hari, mulai hari Senin setelah Organisasi Kesehatan Dunia mengkategorikan virus sebagai "pandemi global" dan pemerintah AS mengumumkan keadaan darurat nasional. Untuk mengukur persepsi kendali mereka, para peserta diminta untuk menilai dari skala 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju) pernyataan-pernyataan seperti "Saat ini saya merasa tidak berdaya" juga "Saya merasa saya bisa benar-benar menjadi diri saya sendiri sekarang".

Seperti yang mungkin Anda duga, rasa otonomi kebanyakan orang segera menurun, tetapi para peserta yang diteliti Anicich mulai bangkit kembali dengan sangat cepat. Meskipun mereka belum mengalami pemulihan total hingga 10 hari, perasaan tidak berdaya mereka tak jauh berbeda dengan survei sebelum pandemi yang diambil pada September 2019. Menariknya, ia menemukan bahwa partisipan dengan kepribadian neurotik pada awalnya paling menderita, tetapi mereka pulih paling cepat. "Neurotisme sering kali mendapat tanggapan yang sangat buruk," katanya.

"Tapi saya menebak orang-orang yang sangat neurotik menjalani hidup mereka dengan pola pikir yang sangat waspada, sehingga mereka bisa melihat isyarat untuk mendeteksi ancaman di lingkungan mereka dan menanggapi ancaman tersebut dengan cepat ketika ancaman itu muncul."

Penawarnya

Anicich tidak dapat mengumpulkan data untuk periode yang lebih lama, dan dia menduga perasaan tidak berdaya akan surut dalam beberapa bulan berikutnya saat krisis terjadi. "Ada kemungkinan bahwa peserta melihat keadaan yang stabil untuk beberapa waktu sebelum terjadi lagi kemunduran dalam bentuk pembatasan pribadi atau sosial seiring dengan lonjakan gelombang kedua kasus Covid, misalnya."

Untungnya, dia memiliki beberapa saran agar kita bisa bisa merasa memegang kendali atas hidup kita baik di saat ini atau masa datang. Dia mengatakan bahwa langkah pertama adalah untuk mengenali bias kita sendiri dalam cara kita menilai keadaan kita.  Manusia cenderung tidak bisa dalam memperkirakan bagaimana perasaan mereka di masa depan. Untuk peristiwa positif - seperti memenangkan lotre - kita membayangkan bahwa kita akan merasa jauh lebih bahagia dalam waktu lama, padahal sebetulnya tidak begitu.

Dan untuk peristiwa negatif yang terjadi adalah kebalikannya: kita membayangkan bagaimana kita akan mengatasi ancaman atau kekecewaan. "Intensitas dan berapa lama dampak pengalaman negatif dirasakan tidak selalu seburuk yang orang pikirkan," kata Anicich.

Pikiran itu dapat membantu meringankan rasa putus asa awal yang sering kita rasakan saat mendengar berita buruk. Penting juga untuk menghindari membuat perbandingan negatif, kata Anicich. Kita mungkin iri pada seseorang yang terlihat berada dalam keadaan yang lebih baik atau kita mungkin terus membandingkan kehidupan saat ini dengan sebelum pandemi. Pikiran seperti itu hanya akan meningkatkan perasaan tidak berdaya kita.

Pada tingkat praktis, kita dapat membangun rasa kendali dengan mencari cara-cara kecil untuk membuat situasi lebih balik. Jika Anda dipaksa untuk bekerja dari rumah, mengatur jadwal Anda sendiri dan mengoptimalkan ruang Anda dapat membantu Anda mendapatkan kembali rasa otonomi. Atasan juga harus membantu memberdayakan karyawan mereka, kata Anicich. "Mereka harus lebih banyak memberi kebebasan pada karyawan alih-alih terus mengawasi mereka."

Astrid Homan, seorang profesor psikologi kerja dan organisasi di Universitas Amsterdam, menganjurkan pendekatan serupa. Dia bekerja dengan Maria Dijkstra untuk melakukan survei pada peserta terkait strategi mereka menghadapi Covid-19, di samping memberikan kuesioner yang mengukur persepsi kendali mereka. Seperti yang mungkin Anda duga, menghindari masalah kurang efektif dibandingkan melakukan cara-cara proaktif menghadapi masalah apa pun yang terjadi pada Anda. Dan dengan mengatur ulang persepsi Anda, rasa tak berdaya Anda bisa berkurang.

Di masa pandemi, kita mungkin perlu mengatur ulang ekspektasi kita dan mengakui batasan-batasan yang ada. "Anda mungkin menyadari bahwa Anda harus menurunkan standar, dan itu bukan karena Anda tidak ingin bekerja keras, tetapi karena Anda tidak bisa melakukan semua yang biasa Anda lakukan sebelumnya," kata Homan.

Temuannya, dan nasihat umum Anicich, keduanya mengingatkan filosofi Stoic - yang berasal dari Yunani Kuno - tentang memisahkan apa yang bisa kendalikan, dari yang tidak, dan kemudian mencari cara untuk menafsirkan kembali situasi yang kita hadapi. Meskipun kita tidak dapat mengendalikan dunia, kita dapat mengubah reaksi kita terhadapnya. (*)

Tags : Tahun 2020, Menjaga Jarak, Tak Diperbolehkan Saling Menyentuh,