Headline Seni Budaya   2023/03/18 16:5 WIB

Tradisi Warga Lingga yang Tak Lekang Oleh Zaman Saat Menyambut Ramadhan, 'Juga Sebagai Ajang Silaturahmi pada Bulan Paling Mulia'

Tradisi Warga Lingga yang Tak Lekang Oleh Zaman Saat Menyambut Ramadhan, 'Juga Sebagai Ajang Silaturahmi pada Bulan Paling Mulia'

ADA banyak tradisi Melayu menyambut bulan suci Ramadhan, seperti makan-makan bersama (Saprah) yang bahasa istilahnya berhampar, yakni: budaya makan bersama dengan cara lesehan atau bersila secara berkelompok dalam satu barisan yang dilakukan warga Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

"Selain perayaan tradisi makan makan bersama juga menjalin silaturahmi menjelang memasuki ramadhan yang digelar meriah di Masjid-Masjid dan Musolah."

"Dengan menggelar tradisi ini seperti di Masjid Al Muawwanah di Kampung Bukit, warga menganggap bulan suci ramadhan adalah bulan yang penuh berkah," kata Bahrummazi, warga Kampung Bukit, Daik Lingga memberitahukan melalui Whats App (WA) nya tadi, Sabtu (18/3/2023). 

Menurutnya, setiap memasuki bulan ramadhan, banyak tradisi yang dilakukan masyarakat Melayu dalam rangka menyambut dan memeriahkan bulan suci ramadhan.

Memang populasi agama Islam di Lingga didominasi masyarakat Melayu yang masih menganggap bulan puasa sebagai bulan paling mulia, segala amal ibadah dilipat gandakan ganjarannya.

Tradisi Melayu menyambut bulan puasa ramadhan dilakukan sebagai tanda syukur atas datangnya bulan penuh berkah.

Dukungan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan kegiatan tradisi ini cukup memberikan semangat bagi masyarakat setempat.

Biasanya, pemerintah daerah memberikan dukungan dan dimanfaatkan masyarakat dengan membuat gerbang atau gapura di berbagai tempat serta pemberian hadiah terhadap gerbang atau gapura yang terlihat indah dan menarik sesuai dengan penilaian juri, katanya.

Wujud dari pelaksanaan tujuh likur dengan berbagai hiasan yang menghiasi desa dan kelurahan di Lingga merupakan praksara masyarakat secara sukarela.

Kegiatan itu tidaklah dilakukan tergesa-gesa saat mendekati malam puncak 27 ramadhan, tetapi telah dipersiapkan sejak awal bahkan sebelum datangnya bulan ramadhan. 

Kegiatan ini dilakukan secara bertahap dari mulai mengumpulkan/mempersiapkan bahan dan peralatan, pembuatan/menghias hingga pelaksanaan acara puncak kegiatan dengan berbagai tradisi yang melekat pada masyarakat. 

Seperti tradisi Melayu menyambut bulan puasa ramadhan di Kampung Bukit ini dengan membawa makanan hidangan di nampan/talam seng dari rumah masing-masing yang selanjutnya adalah makan bersama di masjid atau surau, kata pak As sebutan nama sehari-harinya.

"Tahun ini juga pada tahun-tahn sebelumnya makan makan bersama di masjid adalah salah satu tradisi yang hingga saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Lingga," diakui pak As.

"Makan bersama adalah tradisi yang kerap dilakukan untuk menyambut bulan suci ramadhan," tambahnya.

Menurutnya, tradisi ini biasanya dilakukan satu bulan menjelang bulan ramadhan. Tetapi warga Daik Lingga justru melakukannya seminggu mejelang memasuki ramadhan.

"Tradisi ini mirip seperti pesta kuliner masyarakat Melayu disini, dengan menu andalan yang beragam hasil olahan masyarakat setempat," katanya.

Tetapi tradisi ini sudah dua tahun terakhir tidak dilakukan, seiring adanya pandemi (Covid-19). Tahun ini (2023) kembali di gelar di pemukiman-pemukiman warga yang mayoritas berpenduduk muslim.

"Pelaksanaannya hanya sehari saja di masjid, masyarakat pun sangat menyukai tradisi ini. Kegiatan ini terus berlanjut dan dilaksanakan setiap tahunnya menjelang puasa sehingga menjadi tradisi dengan tujuan mengungkapkan kebahagiaan menyambut bulan suci ramadhan," kata As lagi.

Ada catatan penting bagi umat Islam, setiap menjelang ramadhan akrivitasnya diajarkan dalam Islam yakni budaya silaturahmi bertemu dengan orang tua sanak famili, kerabat, sahabat dekat, dan tetangga.

Kegiatan itu biasanya dikemas dengan hal-hal yang mengesankan sebagai simbol kebahagiaan penuh suka cita menyambut ramadhan. 

Meskipun tidak diketahui secara pasti histori istilah ini, tetapi ada hal yang cukup penting dari nilai yang terkandung di dalamnya, yakni silaturahmi antar-sesama terjalin dengan baik.

Terlebih sejak covid-19, tradisi ini sempat menghilang karena dilarang oleh pemangku kepentingan untuk bepergian dan membuat kerumunan.

Budaya ini sempat tergerus selama pandemi, bahkan dikhawatirkan lama-lama akan hilang sifat dan karakternya yang sudah memasyarakat, tetapi hal yang paling terasa saat ini adalah gotong royong antar-sesama.

Momentum instrospeksi

Kiranya tradisi silaturahmi harus tetap terjaga. Momentum menjelang ramadhan silaturahmi harus menjadi tradisi yang di pertahankan dari generasi ke generasi.

Khususnya dengan kedua orang tua tidak boleh tidak, ketika mereka masih hidup, sangat diwajibkan untuk bersimpuh di hadapan mereka.

Sebesar apa pun materi yang dimiliki, sepertinya tidak akan cukup menutupi kenakalan kita dan membayar kebaikan kedua orang tua.

Silaturahmi merupakan anjuran dan ajaran Rasulullah. Dengan silaturahmi akan terjalin ikatan emosional yang terpatri dalam hati sanubari.

Saling menyapa antar-sesama merupakan teladan manusia beradab. Terlebih dengan orang tua, lebih dari sekadar menyapa, melainkan memberi doa sepanjang masa. Kasih sayang mereka tidak akan hilang ditelan masa sekalipun.

Raga bisa saja terpisah secara jasad. Namun, jiwa akan terikat selamanya tanpa dekat batas waktu dunia.

Beda jauh kebahagiaan ramadhan dengan bulan lainnya. Dengan gegap-gempita umat Islam menyambut kedatangan bulan penuh berkah ini.

Ada hal menarik ketika menjelang ramadhan. Hampir semua umat Islam, selain silaturahmi pada keluarga, sebagian banyak yang berziarah ke kuburan orang tua yang sudah meninggal.

Di lokasi area permakaman pun banyak anak remaja bergerombol menunggu para peziarah untuk menawarkan jasa membersihkan makam atau kuburan yang dikunjungi.

Momentum tersebut menjadi lahan untuk mengais rezeki dari jasa membersihkan makam-makam yang memerlukan dibersihkan dari ilalang dan rumput yang tumbuh di atas pusara makam. Menjelang ramadhan banyak hal yang memberi dampak positif pada hal-hal yang membuat satu dengan yang lain, sesama orang, saling memenuhi kebutuhan.

Jadi secara fakta sosial, ternyata budaya silaturahmi merupakan kegiatan berkumpul bersama keluarga, tetangga dekat, sahabat-sahabat dekat, atau komunitas profesi dan juga asosiasi perkumpulan lainnya untuk makan-makan bersama dengan penuh suka cita. (rp.sdp/*)

Tags : tradisi melayu, menyambut bulan puasa, amadhan 2023, ajang silaturahmi di bulan yang paling mulia, tradisi melayu, tradisi, tradisi ramadhan, ramadhan, bulan puasa,