INTERNASIONAL - Donald Trump mengatakan ia akan meninggalkan Gedung Putih jika Joe Biden resmi dikukuhkan sebagai presiden AS berikutnya oleh electoral college.
Sang presiden menolak menerima kekalahan dalam pemilihan umum tanggal 3 November, dan pada Kamis (26/11) mengatakan kepada wartawan bahwa akan "sulit" mengakuinya. Ia juga kembali mengulangi klaim tanpa bukti tentang kecurangan pemilu. Biden mengantongi 306 suara, unggul dari Trump yang mendulang 232 suara dalam sistem electoral college untuk memilih presiden AS.
Selain unggul dalam perolehan suara electoral college tersebut, Biden juga mengungguli Trump dengan selisih lebih dari enam juta suara dalam penghitungan suara secara keseluruhan atau popular vote. Para elektor akan bertemu bulan depan untuk memformalkan perolehan suara. Berbekal legitimasi itu, Joe Biden, kandidat dari partai Demokrat, dijadwalkan untuk dilantik sebagai presiden pada 20 Januari.
Di sisi lain, Trump dan para pendukungnya telah mengajukan sejumlah gugatan hukum terkait hasil pemilu, namun banyak dari gugatan itu ditolak. Awal pekan ini, Trump akhirnya setuju untuk mengizinkan dimulainya transisi formal pemerintahan ke tim presiden-terpilih Biden, setelah ketidakpastian selama beberapa pekan. Keputusan ini berarti Biden dapat menerima pengarahan keamanan tingkat tinggi dan mengakses pejabat-pejabat penting pemerintahan serta anggaran sebesar jutaan dolar sembari bersiap untuk mengambil alih pada 20 Januari.
Ketika ditanya pada Kamis (26/11) apakah ia akan bersedia meninggalkan Gedung Putih jika kalah di electoral college, Trump berkata: "Pasti akan, pasti akan, dan Anda tahu itu". Namun ia kemudian berkata bahwa "jika mereka memang [memilih Joe Biden], mereka melakukan kesalahan", dan mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menerima kekalahan. "Akan sulit sekali untuk mengakui kekalahan karena kita tahu ada kecurangan yang masif," ujarnya, tuduhan yang berkali-kali ia lontarkan tanpa memberikan bukti.
Trump menolak menjawab apakah ia akan menghadiri pelantikan Biden. Proses transisi dari satu presiden ke presiden lain serta pengukuhan hasil pemilu, yang merupakan proses rutin dalam situasi normal, kali ini tersendat karena Presiden Trump menolak mengakui kekalahan. Dalam sistem elektoral AS, rakyat tidak secara langsung memilih presiden mereka. Alih-alih, mereka memilih untuk 538 pejabat atau "elektor", yang jumlahnya di setiap negara bagian dialokasikan berdasarkan jumlah populasinya. Para elektor hampir selalu memilih kandidat yang memenangkan suara terbanyak di negara bagian mereka, dan kendati sebagian dari mereka bisa saja mengabaikan pilihan rakyatnya, belum pernah hasil pemilu berubah karena ini.
Sang presiden-terpilih Biden merayakan Thanksgiving pada Kamis (26/11), seiring kasus virus corona di AS terus menanjak. "Tahun ini, kalkun kami akan lebih kecil dan suara masak-memasak [yang biasanya bising] akan lebih senyap," kata Biden dan istrinya dalam editorial yang diterbitkan CNN. "Seperti jutaan warga Amerika, kami untuk sementara merelakan tradisi yang tidak bisa kami lakukan dengan aman. Ini bukan pengorbanan yang sepele. Momen bersama orang-orang terkasih ini - waktu yang hilang - tidak bisa kembali. Tapi, kami tahu ini harga yang harus dibayar untuk melindungi satu sama lain dan kami tidak membayarnya sendirian."
Awal pekan ini, Biden meminta rakyat Amerika agar mengadakan perayaan Thanksgiving yang lebih sederhana, sembari berkata "Saya tahu bahwa kita bisa dan akan mengalahkan virus ini". Biden telah mengumumkan pilihannya untuk pejabat-pejabat top di pemerintahan setelah ia mengambil alih dari Donald Trump pada Januari dan mengatakan kooperasi dari Gedung Putih dalam proses transisi ini "tulus". (*)
Tags : Donald Trump, Hengkang dari Gedung Putih,