AGAMA - Umrah mandiri dengan cara backpacking sebenarnya bukan hal baru bagi yang ingin berhemat sekaligus fleksibel saat berpergian.
"Umrah Mandiri dengan cara backpacking sudah terjadi pro dan kontra."
“Alhamdulillah, lancar. Kemarin bisa umrah dua kali dan tawaf [mengelilingi Ka'bah] 50 set,” ujar Mutiara Adinda, 40, seorang pekerja lepas yang tinggal di Jakarta.
Mutiara bercerita tentang pengalamannya berangkat umrah mandiri dengan cara backpacking ke Arab Saudi pada 7-22 Desember 2023.
Sebagai pelancong beransel dengan jam terbang tinggi – antara lain ke India, Australia, dan Maldives alias Maladewa – Mutiara sudah biasa mengatur perjalanan sendiri.
Dia juga sudah pernah haji tahun 2019 sehingga lebih percaya diri untuk umrah mandiri.
“Saya berangkat sendirian dan semua saya arrange [atur] sendiri. Tiket pesawat [saya] beli bulan Mei, visa umrah beli bulan November, hotel itu booking melalui aplikasi November juga.”
Secara total, Mutiara mengeluarkan biaya di bawah Rp30 juta untuk seluruh perjalanannya selama dua minggu.
Walaupun biaya hotelnya cukup tinggi karena memilih menginap dekat Masjidil Haram, Mutiara bisa menekan biaya berkat harga promo tiket pesawat.
“Kalau untuk normalnya [berangkat umrah dengan cara reguler] biasanya dengan hotel yang saya tempati dan pesawat yang sama itu [bisa] Rp 35 juta ke atas selama sembilan hari di Arab Saudi-nya. Kalau saya hotel 14 malam,” jelasnya.
Bekal ilmu backpacking Mutiara sangat terpakai untuk bisa menikmati perjalanannya.
Menurut dia, pergi umrah secara mandiri alias ala backpacker membuatnya menjadi lebih mempelajari ‘medan’ karena lebih fokus beribadah.
“Jadi enggak malah ke sana-ke sini city tour ke tempat-tempat yang menurut saya enggak worth it dibanding ibadah dalam Masjid Nabawi atau Masjid Haram. Atau malah biasanya pada sibuk belanja,” cerita Mutiara.
Arab Saudi baru-baru ini dikabarkan memperbolehkan umrah dengan visa turis, tapi kenapa Kementerian Agama tetap tidak menganjurkan umrah backpacker?
Mutiara bukan satu-satunya umrah backpacker.
Prihatina Dewi, asal Solo, menunaikan ibadah umrah pada pertengahan Februari 2024.
Sama seperti Mutiara, Dewi mengurus semuanya sendiri – termasuk berburu tiket pesawat dan hotel harga promosi sejak enam bulan sebelum keberangkatan.
Menurut Dewi, biaya yang dikeluarkannya mulai dari berangkat hingga pulang tidak lebih dari Rp 20 juta. Ini lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan menggunakan agen penyelenggara perjalanan umrah.
"Kalau dibandingkan dengan reguler memang agak berbeda karena bisa mencapai Rp35 juta. Selama tujuh hari [saya] umrah di sana habisnya [di bawah] Rp20 juta," papar Dewi – yang mengaku puas dengan hotel yang dipilihnya.
Frans Ivo, 37, yang berangkat umrah pada 29 September hingga 11 Oktober 2023 bersama istrinya mengakui sisi positif dari umrah mandiri adalah keleluasaan dari sisi waktu.
Kuncinya adalah: tidak keberatan mengurus semua sendiri.
“Kita bisa pilih hotelnya, kemudian mau berapa lama itu terserah kita. Cuma kita akan sedikit kerepotan dari sisi hotel dan transportasi karena di sana kita urus sendiri. Karena sekarang semua sudah bisa lewat aplikasi – tinggal kita mau repot atau enggak,” ujar Frans yang tinggal di Jakarta.
Pada saat itu Frans dan istrinya masing-masing menghabiskan biaya Rp25 juta per orang, termasuk transit di Kuala Lumpur dan Uni Emirat Arab.
Biaya itu sudah termasuk total Rp3 juta untuk visa umrah yang prosesnya dibantu agen perjalanan, Siskopatuh (Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus), dan asuransi.
Bisakah ibadah umrah dengan visa turis?
Pemerintah Arab Saudi baru-baru ini diberitakan memberikan izin untuk warga asing beribadah umrah dengan menggunakan visa turis.
Prihatina Dewi mengaku sudah mengetahui kabar itu. Dia pun berharap pemerintah memperbolehkan jemaah umrah backpacker untuk berangkat ke Tanah Suci – dengan tetap mengawasi agar tidak ada yang menyalahgunakannya dengan menjadi imigran gelap.
“Ya, jangan dihalangi untuk umrah mandiri. Cuma memang imigrasi harus lebih selektif,” tuturnya.
Saat berangkat umrah ala backpacker pada pertengahan Februari kemarin, Dewi mengurus visa umrah melalui agen perjalanan.
Selain itu, dia menggunakan kenalan-kenalannya untuk memberikan jaminan agar visa umrahnya keluar.
"Meskipun saya umrah backpacker tapi saya tetap terikat dengan agen yang mengeluarkan visa saya karena agen tersebut bertanggung jawab atas saya," tambahnya.
Dewi mengatakan tidak semua agen bersedia membantu pengurusan visa untuk perjalanan umrah mandiri karena sangat berisiko.
Pasalnya, mereka khawatir jika calon jemaah kabur dan menetap di Arab Saudi.
"Kalau ternyata malah lari dan kabur itu agennya kena sanksi," tuturnya.
Mutiara juga mengaku dirinya menggunakan visa umrah untuk kepergian terakhirnya ke Arab Saudi bulan Desember 2023.
Dia tetap mengajukan visa umrah melalui agen perjalanan karena visa umrah tidak bisa diajukan sendiri.
“Yang bisa itu visa turis. Syarat-syaratnya kurang lebih sama dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat plus minimal saldo di bank Rp100 juta. Saya waktu itu mau apply visa turis tapi enggak jadi. Saldonya kurang,” ujar Mutiara seraya tertawa.
Meski begitu, Mutiara menyebut selama persyaratan terpenuhi sebetulnya tidak terlalu sulit untuk mendapatkan visa turis Arab Saudi. Dia pun menyambut baik kebijakan baru yang mengizinkan pengguna visa turis untuk ibadah umrah.
Mengapa umrah backpacker mendapat penentangan?
Ketua Persaudaraan Pengusaha Travel Umrah dan Haji Indonesia (Perpuhi), Her Suprabu, menegaskan umrah backpacker atau mandiri tidak diperbolehkan sekalipun pemerintah Arab Saudi saat ini memberikan kelonggaran regulasi dengan memperbolehkan umrah mandiri dengan menggunakan visa turis.
Menurut dia, berdasarkan aturan yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah, yang bisa melaksanakan proses pemberangkatan umrah itu hanya ada dua yakni pemerintah dan swasta.
“Swasta itu PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh) yang diberi kewenangan izin dari Kemenag untuk memberangkatkan umroh,” ucapnya kepada wartawan.
“Jadi memang secara regulasi Indonesia itu nggak bisa berangkat (umrah) backpacker. Tapi praktiknya Saudi membuka diri dan menjual visa sendiri.”
Her Suprabu mengatakan kebijakan baru Arab Saudi mengancam keberadaan sejumlah agen penyelenggara perjalanan ibadah umrah.
Dia pun meminta kepada pemerintah untuk segera melarang maraknya para jemaah backpacker yang berangkat ke Arab Saudi.
Menurut dia, pada praktiknya, umrah backpacker itu tetap dikoordinir oleh lembaga yang mungkin belum memiliki izin. Misalnya, oleh orang-orang yang baru satu-dua kali melakukan umrah mandiri alias backpacker tetapi kemudian menjadi ‘agen’.
“Makanya kita meminta pemerintah harus tegas menerapkan aturan agar perlindungan bagi warga yang melaksanakan umrah ini berjalan dengan lancar,” ujar Her.
Secara pribadi, Her Suprabu mengaku biro perjalanannya belum begitu terdampak.
Menurut dia, sebagian besar jemaah umrah berusia 50 tahun ke atas sehingga masih membutuhkan pelayanan dan kenyamanan.
Pelaku umrah backpacker, Mutiara, sekalipun mendukung umrah mandiri bagi siapa pun yang mampu melakukannya, mengaku tetap mendukung Kementerian Agama yang melarang pihak bukan agen resmi dan tidak bersertifikat tapi mengadakan perjalanan umrah.
“Yang namanya iming-iming ibadah itu magnetnya kencang. Yang sudah punya legalitas buat ngadain umrah saja bisa melenceng apalagi yang ilegal,” tukasnya.
“Apalagi kebanyakan orang-orang yang daftar umrah itu sudah sepuh. Duh, kalau diajak mandiri pakai pesawat transit, ngenes [kasihan], Mas,” ujarnya.
Frans Ivo, pelaku umrah backpacker lainnya, menyebut agen-agen perjalanan yang sudah memegang sertifikat Pendirian Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) pasti berupaya memberikan jasa terbaik dengan paket yang mereka susun.
“Jadi, sebenarnya [umrah mandiri] hanya opsi saja. Yang enggak mau ribet dan sepenuhnya fokus ibadah bisa lewat agen travel. Yang mau mencoba sendiri bisa sendiri,” ujar Frans.
Frans juga menekankan tidak semua orang bisa ikut umrah mandiri – apalagi untuk mereka yang sudah berumur.
“Apakah kita tega, misalnya, mengajak orangtua kita umrah mandiri. Okelah, kalau kita bisa menyertai bersama. Kalau enggak bisa, saya sih lebih memilih menitipkan di travel,” ujar Frans.
Bagaimana tanggapan pemerintah Indonesia?
Kantor berita Antara baru-baru ini menyebut pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama memutuskan untuk melarang umrah backpacker dengan alasan untuk melindungi umat Muslim yang ingin melaksanakan ibadah umrah.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut perjalanan umrah berbeda dengan perjalanan wisata lainnya karena ada aturan-aturan peribadatan yang harus diikuti.
“Ke Eropa, Jepang, Amerika, kemanapun kita bisa lakukan sendiri, karena tidak ada aturan-aturan dalam melakukan perjalanan itu, tapi umrah berbeda. Ada aturan peribadatan yang harus dipenuhi,” kata Yaqut kepada media di Jakarta, Jumat.
Yaqut menambahkan bahwa tidak semua umat memahami aturan-aturan tersebut, sehingga diperlukan bimbingan dan bantuan dalam melaksanakan ibadah umrah.
“Banyak hal yang jadi pertimbangan pemerintah kenapa sebaiknya memang umrah backpacker itu dihindari. Jadi ada biro-biro umrah travel perjalanan ibadah umrah yang akan siap membantu umat untuk bisa menjalankan umroh dengan baik,” ujarnya Yaqut.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, menegaskan bahwa Pemerintah telah mengatur ibadah haji dan umrah berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Menurut dia, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah harus sesuai dengan regulasi. Dalam hal ini, umrah harus melalui biro perjalanan yang sudah mengantongi sertifikat Pendirian Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Umrah harus sesuai dengan regulasi yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Di dalam Pasal 86 disebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok melalui PPIU. Artinya bahwa masyarakat yang akan melaksanakan umrah harus melalui PPIU baik umrah secara perorangan maupun berkelompok,” ucap Hilman dalam keterangan resmi Kementerian Agama tentang umrah backpacker.
Kementerian Agama, melalui Hilman, menegaskan bahwa umrah mandiri atau umrah backpacker dimungkinkan bila melalui PPIU.
Kementerian juga menyebut umrah mandiri memerlukan pemahaman yang baik tentang ibadah dan regulasi Arab Saudi.
Menanggapi fenomena umrah backpacker, Hilman menuturkan bahwa larangan lebih ditekankan bagi pihak yang mengkoordinir keberangkatan.
“Larangan lebih ditekankan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dalam mengumpulkan, memberangkatkan, dan menerima setoran biaya umrah,” kata Hilman menambahkan.
Saat ditanya mengenai kebijakan Arab Saudi yang mengizinkan warga asing melakukan ibadah umrah dengan menggunakan visa turis, Ketua Tim Humas Kementerian Agama Moh. Khoeron dihubungi terpisah mengatakan regulasi Indonesia belum mengatur soal itu.
“Setahu saya, umrah mandiri belum diatur regulasinya di Indonesia. Skemanya langsung menggunakan sistem yang disiapkan [Arab] Saudi,” tutur Khoeron.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan pihaknya memonitor kebijakan Arab Saudi yang memperbolehkan warga asing masuk ke negara mereka untuk beribadah umrah menggunakan visa kunjungan dan visa transit.
Mengenai aspek perlindungan bagi WNI yang menjadi jemaah umrah terkait kebijakan Arab Saudi tersebut, Judha mengatakan Kementerian Luar Negeri sedang membahasnya bersama kementerian dan lembaga terkait.
“Merujuk pengalaman selama ini, permasalahan WNI jemaah umrah yang masuk ke Arab Saudi melalui PPIU dan mitra di Saudi (muassasah) relatif cepat penyelesaiannya,” tuturnya.
Tetapi Ketua Umum [Ketum] Lembaga Melayu Riau [LMR] Pusat Jakarta, H. Darmawi Wardhana Zalik Aris SE AK, mengatakan umrah backpacker bukan satu fenomena yang betul-betul baru.
“Sebelumnya sudah ada praktik yang disebut sebagai umrah tiket murah, yang jadi praktik untuk membuat ibadah umrah yang awalnya hanya bisa diakses oleh kelas atas dan kelas menengah atas jadi bisa diakses oleh kelas menengah dan menengah ke bawah,” ujarnya.
Darmawi Wardhana Zalik Aris berpendapat pemerintah Indonesia tidak bisa melarang umrah backpacker dengan serta-merta, apalagi kalau memang jemaah umrah memang layak dan mampu melaksanakan umrah secara mandiri.
“Pemerintah Indonesia mungkin perlu membuat peraturan untuk memastikan agar keleluasaan visa Saudi dan tren umrah backpacker tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kecenderungan monopoli dalam industri tertentu dalam hal ini umrah yang dilakukan biro travel besar.
“Sebetulnya sudah nyata di depan mata bahwa ini tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat menengah ke bawah yang ingin melakukan umrah,” ujar Darmawi Wardhana Zalik Aris.
Ia berharap pemerintah dapat mengundang pakar-pakar untuk mendiskusikan langkah-langkah alternatif apabila umrah mandiri alias perseorangan dilarang – supaya masyarakat luas bisa tetap mengaksesnya.
“Karena tentu saja kita paham bahwa soal keamanan, kenyamanan, dan lain-lain itu penting. Tapi juga banyak orang sudah melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk bepergian itu sejauh ini bisa dilakukan dengan cukup aman. Pertanyaannya kenapa umrah tidak bisa?”. (*)
Tags : Islam, Muslim, Perjalanan, Arab Saudi, Indonesia, Mekah, Haji, Agama,